~Lembaran 21🍁~

7.1K 585 30
                                    

Happy reading readers~


Hari senin adalah hari yang paling di benci oleh Gibran, karena hari ini adalah hari upacara bendera.

Dan senangnya Gibran, hari ini cuaca sedang tidak mendukung untuk upacara bendera dan lebih senang lagi karena guru untuk pelajaran pertama - kedua tidak datang.

Jadi, dengan santai Gibran duduk sendirian di dekat jendela yang menampakkan cuaca mendung, langit yang berwarna biru kelam dan hujan pun turun membasahi sebagian dunia.

Gibran pun melihat hujan turun tersebut langsung saja ia berjalan menuju pintu kelas, menghiraukan panggilan dari temannya.

Setelah ia keluar dari kelas ia pun berlari di lorong sekolah sampai ke lapangan.

Tapi di tengah larinya, ia harus terhenti ketika tak sengaja menabrak seseorang yang badannya tegap dan Gibran pun terjatuh hingga bokong seksoynya harus berciuman lantai dengan sedikit keras.

"Aduhh... lo kalau jalan tuh lihat-lihat njing." sarkas Gibran, padahal ia yang salah tapi ia juga yang jadi korban.

Seseorang yang ada di hadapan Gibran pun menghernyitkan dahinya bingung, perasaan ia yang di tabrak tapi juga di salahkan.

"Dah ah males gw ladenin lo, mendingan gw pergi aja." ucap Gibran dengan berlari menuju lapangan.

Tanpa di sadari Gibran seseorang tersebut mengikuti Gibran dengan berjalan pelan.

Teman-temannya hanya melihat hal itu dari jendela yang tadi ditempati oleh Gibran, ingin mereka menghampiri dan melarang Gibran untuk tidak main hujan-hujanan, tetapi les ketiga pun berbunyi dan datanglah guru killer mereka untuk mengajar, alhasil Agam dan Daffa hanya belajar di kelas.

Sedangkan Gibran di tengah lapangan menangkup air hujan dengan kedua tangannya.

Dan ia pun bersenang-senang main hujan-hujanan dengan berjalan kesana-kemari, mungkin orang lain yang melihatnya pasti menganggap Gibran aneh/gila main basah-basahan, tapi berbeda dengan sosok orang yang ada di lorong dekat lapangan menatap gemas Gibran yang bertingkah seperti bocil.

"Ahh... rasanya udah lama banget gw nggak hujan-hujanan." teriak Gibran yang tidak mungkin akan didengar sekitarnya.

Gibran pun menghentikan langkahnya dan seketika ia mengingat masa lalunya bersama keluarganya sebelum ia bertransmigrasi.

Ia merindukan keluarganya sangat sangat sekali rindu, Gibran pun memikirkan bagaimana keadaan keluarganya, bagaimana keadaan mamanya sekarang yang pasti sangat merindukan anak gantengnya ini.

Gibran pun terjatuh duduk dan tidak lama ia menangis walaupun air matanya tercampur dengan air hujan.

Mengingat bagaimana di dunianya dulu ketika ia main hujan-hujanan yang pasti akan terdengar sang mama yang akan mengomel sepanjang waktu karena ia pasti akan demam setelahnya.

Belum lagi kakaknya yang akan berperilaku menyebalkan seperti berkata "Ya cemen banget laki-laki mandi hujan habis itu demam.. wle cemen cemen." setelah itu Gibran akan melempar bantalnya hingga mengenai muka kakaknya, walaupun tingkah kakaknya menyebalkan tapi kakaknya sangat menyayanginya sepenuh hati mau merawat Gibran dari sakit.

TRANMIGRASI ALGIBRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang