Lembaran 24 🍁~

3.9K 319 7
                                    

Hai semuanya para readers ku tercinta

Apa kabar semuanya yang nungguin next chapter cerita ini.

Happy reading readers ❤️

"Di paksa menjadi dewasa
Oleh kerasnya dunia."



Jam 22.30 malam.

Di sebuah salah satu kamar rawat di rumah sakit terdapat 2 orang dewasa yang tidur untuk menjaga seseorang yang sedang terbaring di pesakitan.

"Eunghh..." lenguhan pelan terdengar menandakan sosok tersebut telah terbangun dari tidur lamanya.

"Awshh...." ringisnya karena merasa seluruh tubuhnya sakit seperti remuk, mungkin efek kelamaan tertidur.

"Hufft... gw pikir gw dah bersama mama tapi ternyata gw masih di sini." ucapnya dengan kecewa.

"Ahkk..." ringisnya kesakitan saat melepaskan paksa infus yang terpasang pada tangannya dan menghiraukan darah yang keluar.

Dan tak sengaja pandangannya menatap bunda dari pemilik tubuh asli yang tertidur terlelap dengan kondisi duduk di kursi di sampingnya.

"Semoga anda nggak akan pernah berubah lagi dan akan tetap selalu sayang dengan Al, ya walaupun gw nggak tau dia udah mati apa belum." tuturnya pelan dan memberikan selimut untuk menyelimuti tubuh Safirah yang sudah menggigil kedinginan.

Dan tak sengaja menatap ke arah sofa yang terdapat Khalingga yang sedang tertidur, ia meringis saat mengingat tidur di sofa akan membuat tubuh tidak nyaman.

Bagi anggota lainnya mereka ada di mansion dan kantor.

Namun Gibran tetep pergi ke luar karena merasa ingin mencari angin karena demi apapun ia ingin merasakan angin malam dan melihat bintang di langit.

Ia pun pergi dengan senang karena biasanya akan ada bodyguard yang akan menjaga ruangannya tapi ternyata di sini tidak ada.

Ia pun menelusuri lorong rumah sakit, walaupun sudah malam tapi di rumah sakit ini masih ramai orang lalu lalang membuat Gibran berani, ya sebenarnya Gibran sedikit takut dengan rumah sakit ketika malam hari karena biasanya akan ada hantu berkeliaran membuatnya ngeri sendiri membayangkannya.

Gibran pun akhirnya duduk di tempat halaman rumah sakit dan menatap bintang yang bersinar.

"Gibran kangen banget sama kalian, kapan ya Gibran ketemu kalian hiks." ujarnya dengan kesedihan rindu yang sangat dalam.

"Dan akhir-akhir ini gw juga gampang nangis, ayolah Gibran lo kok cengeng banget hiks." ucapnya dengan wajah penuh tangis air mata dan kedua tangannya yang memukuli kepalanya karena frustasi.

"Ayo Gibran, lo bisa lo nggak boleh cengeng hiks." lirihnya dan masih memukuli kepalanya membuatnya pusing.

Akhirnya selama 3 menit akhirnya ia sedikit tenang dan mengelap kasar air matanya.

Dan tak sengaja tatapannya terjatuh pada seorang remaja yang sedang berdiri di dekat jembatan.

"Kok kek kenal, eh itukan si Rivanjing kok ada di situ." celoteh Gibran dan berjalan menghampiri Rivan.

Awalnya Gibran bersikap biasa aja tapi seketika ia terkejut dan berlari ketika melihat Rivan yang sudah berdiri merentangkan tangannya sambil tertawa miris.

"Mama Rivan akan menyusul mama sekarang." lirihnya dengan air mata.

"Selamat tinggal dunia." pamitnya.

Ia pun menjatuhkan dirinya tetapi sebuah tangan memegangnya dengan kuat dan menariknya dari aksi bunuh dirinya.

Setelah memastikan Rivan selamat akhirnya ia bernafas lega dan menghembuskan nafasnya karena lelah, sedangkan Rivan masih dengan acara kagetnya.

"LO GILA HAH!" teriak lantang Gibran marah, ya Gibran juga nggak tau mengapa ia menyelamatkan Rivan.

"Kenapa lo tolongin gw, padahal gw mau bunuh diri biar ketemu sama mama gw, gw kangen hiks." tutur Rivan.

"Lo pikir dengan bunuh diri bisa buat Lo ketemu sama mama lo hah." jelasnya dengan nada tinggi membuat Rivan semakin menangis histeris.

"Gw tau lo kangen sama mama lo, tapi gw juga kangen sama mama gw." ucapnya dan berkata pelan pada ucapan terakhirnya.

"Maksud lo?" tanya Rivan dengan muka kebingungan.

"Asu gw kok bisa keceplosan." batinnya dan memukul pelan bibirnya.

"Bukan apa-apa, lo lupain aja yang tadi." pintanya dan berhasil membuat Rivan berhenti dari keponya.

"Makasih atas semuanya." ucap Rivan dan langsung meninggalkan Gibran.

"Woi tungguin elah." sahut Gibran dan mengejar Rivan yang lumayan jauh darinya.

Akhirnya Rivan dan Gibran sampai pada ruang rawat Gibran dan selama berjalan bersama hanya ada keheningan.

Sampai terlihatlah 2 orang dewasa yang menantinya dengan khawatir.

Ketika mereka sampai dan masuk mereka pun langsung di sambut dengan pertanyaan beruntun.

"Kalian dari mana saja? Gibran kamu lagi sakit, kenapa pergi tanpa bilang dan apa ini tanganmu berdarah." cerocos Safirah dan langsung menarik pelan Gibran ke kasur pesakitan.

Sementara Rivan duduk di sofa bersama Khalingga yang menatap mereka dengan tatapan bertanya.

^_^

"Opah, Omah aku sudah menemukannya, dia ada di sekolah yang sama denganku." ucap Faris dengan tersenyum bahagia.

"Benarkah boy?" tanya Edgar dan di balas dengan anggukan.

"Wah aku tak sabar ingin melihatnya langsung." ucap Ratih atau lengkapnya Pratiwi Mahendra dan lebih di kenal dengan sebutan Ratih.

"Tenang sayang segeranya kita akan membawa dia bersama kita dan aku akan janji dengan perkataan ku." ucapnya dengan tegas dan akan berjanji untuk mengabulkannya.

Setelah itu mereka bertiga pun tersenyum menyeringai.

•••

Bersambung

Hai semuanya udah lama aku nggak nyapa kalian.

Bagi yang sudah menunggu dan selalu memberikan dukungan, terimakasih, terimakasih banyak untuk kalian semua.

Jangan lupa untuk vott+coment

See you in the next chapter 🥀_

TRANMIGRASI ALGIBRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang