Usia pernikahanku dengan Mas Yoshua baru menginjak kurang lebih dua bulan lamanya. Ya, selama dua bulan terakhir ini kehidupan kami terbilang masih aman-aman saja. Aku ikut tinggal di rumah orang tua Mas Yoshua, yang artinya aku tinggal bersama kedua mertuaku.
Terus terang, sebenarnya aku ingin kami tinggal di rumah sendiri. Tapi Papa dan Mama mertuaku jarang sekali berada di rumah karena Papa sangat sibuk dengan pekerjaan dinasnya yang selalu bepergian ke luar kota. Tentu saja Mama mertuaku ikut mendampingi. Katanya, dia tidak bisa membiarkan Papa mertuaku terus bepergian seorang diri, yah-kalian tahu kasus perselingkuhan dan pelakor semakin merajalela di bumi pertiwi tercinta ini. Tentu saja itulah alasan kenapa Mama mertuaku selalu ikut kemanapun suaminya pergi.
Dan itu pula yang menjadi alasan Mas Yoshua memilih untuk tinggal di rumah orangtuanya. Alasannya, agar rumah sebesar itu tidak terasa sepi karena terus ditinggal pergi. Lagipula, ia merasa kasihan pada Kenzo, adik satu-satunya yang masih duduk di kelas 3 SMA. Mas Yoshua hanya tidak mau adiknya selalu merasa kesepian di rumah yang pada ujungnya malah membuatnya menjadi sosok tak diinginkannya. Dengan kata lain, mencoba melampiaskannya dengan melakukan hal-hal negatif.
"Nanti malam lembur lagi nggak, Mas?" aku bertanya seraya memasangkan dasi pada suamiku pagi itu.
"Masih belum tau, sih. Nanti aku kabarin lagi lembur enggaknya."
Aku sedikit mengerucutkan bibir, agak kecewa karena semalam harus tidur sendiri. Masa nanti malam tidur sendiri lagi? Aku bahkan tidak tahu jam berapa Mas Yoshua pulang tadi malam.
"Aku khawatir deh sama kesehatan kamu, Mas. Kamu tidur cuma berapa jam semalem, dan sekarang udah harus berangkat lagi. Terus lembur lagi." Mas Yoshua tersenyum, "Nggak apa-apa, asal di rumah ada kamu yang jadi pelipur hati, aku gak masalah kok biarpun gak tidur tiap hari."
"Dih, pagi-pagi udah gombal aja. Gak mempan, tau!"
"Yang bener nih gak mempan?" Mas Yoshua menarik gemas hidungku, membuatku sedikit mengaduh dan menepis tangan jahilnya.
"Apaan sih, Mas? Sakit, tau.."
"Ya udah sini aku cium biar gak sakit lagi." Mas Yoshua mendekat dan langsung menarik daguku, lantas memberiksn kecupan di bibirku begitu saja.
"Ih, apaan sih, Mas. Kan hidungnya yang sakit.." aku pura-pura kesal, padahal dalam hati deg-degan luar biasa.
Ya, biarpun hubungan kami terbilang cukup lama, tepatnya 2 tahun pacaran, tetap saja aku masih suka salah tingkah setiap kali Mas Yoshua bersikap manis padaku.
"Masa nyium istri sendiri gak boleh? Sini cium lagi." lagi-lagi Mas Yoshua menarikku mendekat dan mencium kembali bibirku. Kali ini lebih intens dan lebih lama dari sebelumnya.
Mas Yoshua memang sangat pintar membuatku melayang seperti ini. Ia selalu melakukan sentuhannya dengan lembut dan penuh perasaan. Entah sudah semerah apa wajahku saat itu, yang jelas kedua pipiku rasanya bagaikan terbakar akibat ulahnya. Dadaku berdebar hebat. Desahan nafas kami berdua seakan berlomba akibat ciuman cukup panas yang kami lakukan.
"Aku sebenernya gak tahan pengen nyerang kamu sekarang. Tapi aku takut waktunya gak keburu.." ucap Mas Yoshua dengan setengah berbisik. Sepasang netra miliknya menatapku penuh kabut gairah yang tertahan.
"Gapapa, Mas. Sebaiknya kamu berangkat aja sekarang. Nanti telat loh. Masa Bos telat datang ke kantor sendiri?"
"Kayaknya masih bisa nyempetin waktu sebentar sih."
"Mas-"
"Aku gak tahan, Sayang. Lihat deh, si dia udah tegang gini. Kasian tau kalo dibiarin."
"Ih, Mas Yoshua apaan sih? Mesum ah.."
"Gapapa, ya? Bentar aja?"
Au tak segera menjawab. Jujur aku juga menginginkan suamiku saat ini, tapi aku khawatir dia terlambat masuk kantor, mengingat hari sudah cukup siang.
"Ngg.. Beneran gapapa, Mas? Nanti keburu telat gimana?" aku pun merespon sedikit ragu.
"Nggak masalah, lah. Emang siapa yang berani marahin Bos?"
Mau tak mau aku tertawa mendengar kenarsisannya.
Akhirnya, dengan sedikit malu-malu, aku pun mengangguk mengiyakan. Seolah mendapatkan aba-aba, Mas Yoshua seketika kembali menciumku, melumat bibirku lembut tapi penuh dengan hasrat. Mengusap dan meremas bongkahan kenyal milikku, hingga membuatku refleks melenguh pelan. Suasana dalam kamar kami mendadak berubah panas dalam sekejap mata Sentuhan Mas Yoshua sungguh mampu membuatku mabuk kepayang.
Permainan kami bahkan baru saja dimulai, saat tiba-tiba terdengar pintu kamar kami diketuk dari luar.
Tok! Tok! Tok!
"Bang, masih belum siap? Udah siang nanti keburu telat."
Tentu saja kegiatan kami seketika terhenti dibuatnya. Mas Yoshua buru-buru merapikan pakaiannya yang semula sedikit berantakan.
"Ya, ini udah siap. Kamu tunggu aja di depan."
Aku menatap Mas Yoshua penuh tanda tanya.
"Ah, aku baru inget kalo hari ini berangkat sekalian nganter Kenzo ke sekolahnya." Kata Mas Yoshua.
"Kok tumben? Emang motornya kemana?" Tanyaku.
"Kemarin bannya kempes dan belum sempet ganti ban. Ya udah, aku berangkat sekarang, ya?"
Aku sedikit memanyunkan bibir, tapi tak urung tetap mengangguk.
"Jangan cemberut gitu dong, Sayang. Nanti malem aku usahain pulang cepet deh, biar bisa lanjutin yang barusan. Ya?" Mas Yoshua mengacak pelan rambutku.
Mau tak mau aku pun tersenyum, kemudian mengangguk mengiyakan.
Mas Yoshua balas tersenyum dan mengecup keningku lembut.
"Hati-hati di jalan ya, Mas."
"Sure, My Sweetie.."
Aku pun mengantarkan Mas Yoshua keluar dari kamar. Namun, kami sedikit terkejut sebab saat membuka pintu, seorang pemuda tampan terlihat berdiri tegak di sana.
"Kenzo? Kamu ngapain? Kan Abang bilang tunggu di depan."
Kenzo tak menjawab. Entah hanya perasaanku atau apa, ia terlihat seperti menatap tajam ke arahku. Aku mendadak merasa kikuk, tanpa sadar membenahi atasanku yang semula sedikit terbuka.
"Ok." hanya itu yang diucapkannya, kemudian berbalik dan beranjak pergi begitu saja dari sana.
Begitu Kenzo pergi, aku memegangi lengan Mas Yoshua, membuat pria tampan yang menjadi suamiku itu menatapku heran.
"Kenapa, Sayang?" tanyanya.
"Aku gak tau kenapa, tapi kayaknya Kenzo gak suka deh sama aku, Mas."
Mas Yoshua tersenyum, "Itu cuma perasaan kamu aja. Kenzo emang anaknya begitu. Sebenernya dia anak yang baik, kok. Kamu cuma perlu mengenalnya lebih jauh aja. Nanti kalo udah kenal deket juga bakalan terbiasa."
Aku hanya diam, masih belum terlalu yakin.
Mas Yoshua mengusap lembut kepalaku, "Kamu coba deh nanti pelan-pelan deketin dia. Ajak dia ngobrol atau apa kek, pasti lama-lama bakalan terbiasa. Udah, jangan dipikirin lagi. Ya?"
Aku pun mengangguk pada akhirnya, membiarkan Mas Yoshua kembali mengecup keningku, hingga punggungnya bergerak menjauh dan menghilang dari pandangnku.
Ya, sepertinya aku memang harus memulai pendekatan pada adik iparku-sesuai dengan apa yang dikatakan oleh suamiku.
Ok guys ini baru awal permulaan 💕
Vote nya 😭 dongs
KAMU SEDANG MEMBACA
TERJERAT PESONA ADIK IPAR
Romance"Kak, boleh minta tolong?" Sepasang hazel pekat itu menatap lekat padaku, "Ada yang butuh ditenangin di bawah sana. Kakak bisa kan bantu tenangin?" Dan sialnya, hanya dengan senyuman tipis yang nyaris jarang ditunjukkannya pada siapapun, nyatanya be...