Hari ini Mbok Inah ijin tidak masuk kerja karena mau takziyah ke kampung sebelah bersama rombongan katanya. Alhasil, semua pekerjaan rumah aku yang melakukan. Tidak begitu masalah sebenarnya, toh selama ini aku juga ikut bantu-bantu sedikit untuk membereskan pekerjaan rumah. Hanya saja, aku tidak sempat membuat sarapan pagi untuk Mas Yoshua. Aku bangun kesiangan karena semalam Mas Yoshua benar-benar meminta lanjut ronde kedua sampai tengah malam. Alhasil, pagi ini dia pun berangkat ke kantor tanpa sarapan terlebih dahulu. Meskipun begitu, aku sempat membuatkan roti panggang untuknya sekedar mengganjal perut kosong.
Baiklah, sepertinya aku sesekali harus mampir ke kantor dan membawakan makan siang untuk Mas Yoshua. Tapi yang jadi masalahnya, aku tidak tahu jadwal Mas Yoshua kapan ia berada di kantor atau saat bertemu klien bisnis. Ah, sepertinya aku harus bertanya pada Alvin mengenai jadwal Mas Yoshua di kantor.
Ya, Alvin adalah sekretaris pribadi suamiku. Agak unik memang, karena jika biasanya sekeretaris Bos adalah seorang wanita, tapi tidak dengan Mas Yoshua. Dia memilih sekretaris laki-laki dengan alasan ingin menghapus pemikiran orang-orang bahwa tidak selamanya seorang bos bermain api dengan sekretaris pribadinya.
Aku tertawa geli setiap kali mengingat Mas Yoshua mengatakan hal itu padaku. Ya, lagipula ia juga melakukannya karena ingin menjaga perasaanku. Itulah sebabnya ia memilih sekretaris seorang laki-laki alih-alih seorang wanita. Kurang sempurna apa lagi coba suamiku ini.
Aku membuka lemari pendingin sembari berdendang kecil.
Mengambil sisa beberapa bahan makanan yang dibeli Mbok Inah kemarin. Ah, sepertinya aku akan memasak sup janda pedas saja. Kebetulan masih ada daging ayam di dalam kulkas.
Sedikit informasi, aku adalah penikmat makanan pedas. Dan untungnya, seluruh anggota keluarga di sini pun menyukai makanan pedas. Hm, sudah kubilang, hidupku terlalu sempurna dan bahagia hingga rasanya aku tak menginginkan apapun lagi di dunia ini.
Aku menutup lemari pendingin kembali. Akan tetapi pada waktu yang bersamaan, aku dibuat terkejut setengah mati sebab mendapati sosok Kenzo yang berdiri tepat di hadapanku.
"ya ampun, Kenzo. Kamu bikin kaget aja!" aku spontan mengelus dada saking kagetnya.
Kenzo hanya pasang muka datar sembari menatapku, "Maaf."
Aku mendesah pelan, "Ya udah gapapa.."
Aku pun kembali berjalan menuju pantry, meninggalkannya yang kurasa akan mengambil air minum.
Ah, tunggu sebentar. Sepertinya ada yang aneh. Sekilas kutatap jam dinding yang berada di dekat pantry. Pukul sepuluh pagi.
"Kenzo, kok kamu di rumah? Gak sekolah?" tanyaku kemudian pada Kenzo yang baru saja meneguk air minum.
Dia terlihat menggeleng pelan, "Agak pusing, jadi izin dulu."
Dahiku sedikit mengernyit, kemudian berjalan kembali menghampirinya. Refleks, kusentuh keningnya bermaksud ingin mengecek suhu badannya.
"Badan kamu anget. Kamu demam, Ken. Istirahat di kamar, ya. Nanti aku bikinin bubur ayam. Atau mau ke dokter aja?" ucapku.
Dia kembali menggeleng, "Nggak usah. Aku cuma kurang istirahat aja. Semalem gak bisa tidur."
"Loh, gak bisa tidur kenapa? Ada masalah di sekolah?"
"Nggak. Ada yang berisik."
"Apa-" ucapanku menggantung, mendadak teringat dengan kejadian semalam. Ya, aku dan Mas Yoshua yang sedang sibuk melakukan 'ritual' hingga larut malam. Apa jangan-jangan karena itu? Apa suara kami memang seberisik itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
TERJERAT PESONA ADIK IPAR
Roman d'amour"Kak, boleh minta tolong?" Sepasang hazel pekat itu menatap lekat padaku, "Ada yang butuh ditenangin di bawah sana. Kakak bisa kan bantu tenangin?" Dan sialnya, hanya dengan senyuman tipis yang nyaris jarang ditunjukkannya pada siapapun, nyatanya be...