BAB 2

25.9K 211 2
                                    

Hari telah menjelang sore, Mbok Inah, wanita paruh baya yang bekerja di rumah kami baru saja pamit pulang karena semua pekerjaan rumah telah selesai. Alhasil, tinggallah aku seorang diri di ruang depan. Agak suntuk memang, apalagi tidak ada satu orang pun yang bisa diajak mengobrol.

Aku melirik jam dinding sejenak, hampir pukul empat sore. Biasanya sebentar lagi Kenzo pulang. Kelas dua belas memang sedang sibuk-sibuknya belajar, itulah mengapa ia selalu pulang hingga sore. Ah, aku baru ingat, hari ini dia kan tidak bawa motor? Bagaimana dia pulang sekolah nanti?

Belum sempat aku bertanya dalam hati, tiba-tiba pintu depan terbuka, menampilkan sesosok laki-laki muda berseragam putih abu khas anak SMA. Kenzo.

"Kenzo, udah pulang? Naik apa tadi?" Aku mencoba menegur dengan ramah, ya, aku harus memulai pendekatanku dengannya.

Tak segera menjawab, ia hanya menatapku dengan ekspresi datar miliknya. Wajahnya terlihat lesu, kecapean barangkali. Tapi itu sama sekali tidak mengurangi kadar ketampanan di wajahnya. Tentu saja, seluruh anggota keluarga di sini merupakan pemilik wajah nyaris sempurna. Begitupun dengan Mas Yoshua, bahkan Papa dan Mama mertuaku sendiri. Ck, keluarga dengan gen bibit unggul memang.

"Sama temen." akhirnya ia menjawab setelah sekian lamanya sempat terdiam.

"Oh.." aku mengangguk mengerti.

Kulihat Kenzo kembali berjalan melewatiku hendak naik ke atas menuju kamarnya. Ah, seharusnya aku mencoba mengajaknya mengobrol lebih banyak lagi. Tapi sepertinya dia butuh istirahat dulu. Baiklah, tidak masalah, aku bisa pelan-pelan mendekatinya nanti.

"Kak.." Aku nyaris terkejut mendengar panggilannya barusan. Dia urung menaiki tangga dan kembali menoleh padaku.

"Y-ya?"

"Bisa bahasa Inggris, kan? Aku boleh minta diajari gak?"

Oh, aku hampir melompat karena saking terkejut sekaligus senangnya. Tidak kusangka ternyata dirinyalah yang membuka peluang untuk kami menjadi lebih dekat.

Aku pun mengangguk antusias,

"Sure. Nanti aku ajari. Setelah kamu selesai mandi dan makan, ya?"

Dia hanya mengangguk sebagai respon. Entah aku yang salah melihat atau bukan, dia seperti menyunggingkan senyuman biarpun hanya sekilas. Tanpa sadar, dadaku berdebar. Mungkin karena terlalu antusias akhirnya bisa akrab dengan adik ipar yang semula kukira membenciku.

Lantas, begitu selesai mandi dan makan, aku pun menepati janjiku padanya. Masuk ke kamarnya untuk mengajarinya pelajaran bahasa Inggris. Terus terang aku agak canggung, karena ini adalah pertama kalinya aku masuk ke kemarnya selama hampir dua bulan tinggal di rumah ini. Ya, tentu saja, memangnya aku mau apa masuk kamarnya segala? Toh Mbok Inah juga yang selama ini selalu bersih-bersih.

Kamarnya cukup luas, yah, hampir seukuran dengan kamarku dan Mas Yoshua lah. Cukup bersih juga, maksudku, kupikir aku akan melihat beberapa gambar poster yang ditempel di dinding khas anak muda jaman sekarang. Tapi ternyata Kenzo ini tipe orang yang tidak neko-neko. Tak ada tempelan apapun di dinding kamarnya.

Aku melihatnya kini tengah duduk di meja belajar dan sibuk mengeluarkan buku miliknya dari dalam tas sekolahnya.

"Kamu kesulitan di bahasa Inggris, ya? Padahal kalo kata Abang kamu, kamu itu salah satu murid berprestasi di sekolah." ucapku membuka obrolan.

"Aku lemah di bidang English. Agak bingung sama tensesnya." dia merespon seadanya, "Kakak duduk di sini aja."

Aku agak kaget saat dia menyuruhku duduk di sebelahnya. Ya, tidak masalah sih, toh niatku memang mau mengajarinya saja, tidak lebih.

"O-oke.."

Tapi tetap saja entah kenapa aku mendadak merasa gugup. Kenzo memang masih bocah SMA, tapi tinggi badannya hampir setara dengan Mas Yoshua, apalagi jika mengenakan pakaian rumahan seperti ini. Nyaris tidak tampak seperti seorang bocah SMA.

Aku mendadak salah fokus dengan wangi parfum yang dikenakannya.

Begitu maskulin dan menenangkan pikiran. Ah, sepertinya aku harus bertanya padanya kapan-kapan parfum apa yang dipakainya. Aku ingin Mas Yoshua memakainya juga.

"Kak.." panggilan Kenzo mendadak menyadarkanku.

"A-ah, ya, maaf?"

Kenzo menatapku sedikit aneh. Ck, sial. Apa tadi aku melamun dan tak mendengarkan ucapannya?

Cukup lama dia menatapku, sampai pada akhirnya kembali fokus ke bukunya, "Aku gak ngerti sama pola ini. Bisa gak Kakak jelasin?"

Aku pun turut mengamati buku miliknya, kemudian mulai menjelaskan apa yang menjadi pertanyaannya. Ya, empat tahun kuliah ambil jurusan sastra inggris sepertinya akan sedikit berguna sekarang. Nyatanya aku bisa mengajari adik iparku di bidang itu.

Entah berapa lama kami terlibat kegiatan les privat tersebut, sampai pada akhirnya tak terasa jam telah menunjukkan pukul 7 malam. Kenzo anak yang cerdas, aku akui itu. Buktinya sejak tadi dia selalu bisa memahami apa yang kujelaskan. Jadi lega rasanya.

"Nanti kalo masih ada yang gak ngerti, kamu bisa tanya aku lagi." kataku.

Dia hanya mengangguk sebagai respon. Tampak serius menatap bukunya seolah mengingat ulang apa saja yang tadi kujelaskan padanya. Tanpa sadar, aku tersenyum melihatnya. Laki-laki kalau dalam mode fokus dan serius pada sesuatu memang terlihat berkali-kali lipat lebih tampan.

"Kenzo punya pacar?" sumpah, pertanyaan ini sebenarnya tidak pernah terpikirkan dan entah kenapa keluar begitu saja dari mulutku.

Ya, tapi aku memang penasaran sih. Mustahil pemuda setampan dia masih belum punya pacar.

Tak segera menjawab, ia justru beralih menatapku. Mungkin heran kenapa tiba-tiba aku bertanya seperti itu.

"Punya." dia pun menjawab.

Ah, sudah kuduga. Pasti punya.

"Kok gak pernah diajak main ke rumah? Sesekali boleh dong Kakak kenalan sama pacar kamu."

Tanpa disangka, ia menggelengkan kepalanya, membuatku mengernyit heran.

"Kenapa?" tanyaku.

"Nggak mau aja. Nanti ngrepotin."

Aku mengernyit semakin heran, tak mengerti apa maksudnya. Kenzo kini terlihat membereskan buku-bukunya dan berdiri dari kursi, membuatku turut berdiri pula.

"Ya udah kalo gitu aku keluar sekarang, ya?" ucapku.

Tapi saat aku hendak pergi keluar, tiba-tiba Kenzo menahan tanganku. Tentu saja aku dibuat terkejut karenanya. Entah kenapa tatapannya sedikit berbeda dari biasanya, ah, atau mungkin ini hanya perasaanku saja? Toh Kenzo memang seperti itu orangnya.

"Besok boleh minta ajarin lagi, kan?" pertanyaannya membuatku tersadar.

"O-oh, ya, boleh kok. Kapan aja aku siap ngajarin."

Kenzo tersenyum, "Makasih."

Tunggu. Sekali lagi, Kenzo tersenyum. Benar-benar tersenyum. Senyum yang kurasa ini adalah pertama kali aku melihatnya semenjak pertama kami bertemu. Dan entah kenapa dadaku kembali berdebar melihatnya. Senyumannya sangat manis, bahkan siapapun yang melihatnya pasti akan terpesona.

Tanpa sadar, aku mengacak rambutnya begitu saja, "Kamu ganteng banget loh kalo senyum gitu. Lain kali lebih sering senyum kayak gini, ya?"

Kulihat ia hanya diam tanpa merespon. Ah, apa aku terlalu berlebihan? Bisa saja dia menganggapku sok kenal sok dekat. Ck, seharusnya aku diam saja tadi.

"Y-ya udah. Aku keluar sekarang." tanpa menunggu jawabannya, aku pun bergegar keluar dari kamarnya.

Fiuhh.. Meski sedikit tegang dan canggung, tapi aku cukup senang, karena tahap pendekatanku dengan adik iparku berlangsung lancar hari ini.

Kenzo dingin bngt ya kayak aku ke kamu wkwk

TERJERAT PESONA ADIK IPARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang