Pagi itu kami sarapan bersama. Ya, kami bertiga-aku, Mas Yoshua, dan Kenzo. Hal yang jarang terjadi sebenarnya, sebab biasanya Kenzo memang jarang sarapan pagi-setidaknya itu yang kutahu. Tapi kali ini, dia terlihat duduk di meja makan bersama kami, tampak lahap menyantap nasi goreng yang kubuatkan.
Diam-diam aku tersenyum senang melihatnya.
"Tumben kamu ikut sarapan pagi, Ken?" tanya Mas Yoshua. Agaknya ia juga sedikit heran melihat Kenzo yang kini duduk di meja makan untuk sarapan pagi bersama.
"Lagi pengen aja, Bang." Kenzo menyahut, tanpa mengalihkan pandangannya dari apa yang kini disantapnya.
"Nasi gorengnya enak? Kok kayaknya kamu lahap bener makannya?" Mas Yoshua kembali bertanya.
Kenzo hanya mengangguk, sedikit menyunggingkan senyumnya, hingga tatapan kami tanpa sengaja bertemu.
Aku pun balas tersenyum padanya, meski agak kikuk.
"Kak Ocha yang bikin." ucapan Kenzo selanjutnya membuatku sedikit tersedak. Untungnya tak ada yang menyadari hal itu.
Mas Yoshua tampak beralih menoleh padaku, "Kamu yang masakin nasi goreng buat Kenzo?" tanyanya.
"Ah, iya, Mas. Dia minta dbikinin nasi goreng sama aku soalnya." Sejujurnya aku agak was-was, takut Mas Yoshua merasa cemburu atau sejenisnya. Padahal kalau dipikir-pikir, sebenarnya itu adalah hal yang wajar dan tak ada yang aneh. Hanya saja, entah mengapa aku merasa seolah melakukan sebuah kesalahan, meski pada kenyataannya aku tak melakukan kesalahan apapun. Ah, aku memang suka berpikir terlalu berlebihan.
Namun, alih-alih marah seperti yang kupikirkan, Mas Yoshua justru tersenyum padaku.
"Makasih, ya. Jarang banget loh liat Kenzo makan lahap kayak gini. Biasanya dia dikit aja makannya."
Aku sedikit tersadar, "M-masa, sih? Emang kenapa Kenzo gak nafsu makan?"
"Gak tau tuh. Tanya aja sama oknumnya. Udah hampir dua tahun belakangan ini dia makannya kayak ogah-ogahan gitu." Mas Yoshua menjawab sembari melanjutkan kunyahannya.
Aku tertegun sejenak, kembali beralih menatap Kenzo yang sepertinya tak tertarik dengan topik pembicaraan kami. Alih-alih ingin tahu apa penyebab nafsu makannya berkurang semenjak dua tahun terakhir seperti yang dikatakan oleh Mas Yoshua, aku justru merasa lega melihatnya menikmati nasi goreng buatanku.
"Oh, ya, gimana les bahasa Inggrisnya? Lancar?" Pertanyaan Mas Yoshua kembali mencuri atensi kami.
"Ah, soal itu-kami belum mulai belajar bareng lagi sejak Kenzo demam kemarin, Mas." aku merespon.
"Tapi les pertama yang kemaren lancar aja, kan?"
"Iya, Mas. Kenzo cukup cerdas, kok. Dia bisa ngerti apa yang aku jelasin."
Kenzo masih tak terlihat ingin ikut nimbrung dalam percakapan kami berdua. Mas Yoshua kembali beralih padanya.
"Ken, kok diem aja?" tegurnya.
Kenzo tampak menghentikan gerakan tangannya sejenak dan menatap Mas Yoshua.
"Kak Ocha simple jelasinnya, jadi aku cepet paham." akhirnya ia turut menyahut.
"Bagus deh kalo gitu. Jadinya kamu gak bakal uring-uringan lagi tiap ada tugas bahasa Inggris. "
"Aku gak pernah uring-uringan, kok, Bang."
"Yakin? Mbok Inah pernah liat loh, kamu sampe banting kamus b.inggris punyamu pas lagi belajar di kamar." Kenzo tak segera merespon. Jujur, aku sedikit terkejut mendengar hal itu dari Mas Yoshua. Apa memang sebegitu bencinya Kenzo dengan pelajaran B.Inggris? Sampai-sampai main banting-bantingan begitu?
KAMU SEDANG MEMBACA
TERJERAT PESONA ADIK IPAR
Roman d'amour"Kak, boleh minta tolong?" Sepasang hazel pekat itu menatap lekat padaku, "Ada yang butuh ditenangin di bawah sana. Kakak bisa kan bantu tenangin?" Dan sialnya, hanya dengan senyuman tipis yang nyaris jarang ditunjukkannya pada siapapun, nyatanya be...