19. Siapa Sebenarnya?

87 30 69
                                    

Happy Reading!

•••••

19. Siapa Sebenarnya?

"Akhirnya sampai, kesemutan kaki gue." Cansu baru saja turun dari bus.

Bus pariwisata sekolah baru saja tiba tepat di gerbang sekolah. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Cansu duduk di lapangan tanpa alas, lalu meluruskan kedua kakinya.

"Tunggu di sini, gue ambil motor." Cansu mengangguki ucapan Enzi.

Cansu menoleh mencari keberadaan Ayara, tapi gadis itu tak ada. Hanya ada Anjas di depannya. Tangannya terulur untuk menepuk kaki Anjas, tentu saja Anjas langsung menoleh.

"Apa?"

"Ayara mana? Gue cari gak ada."

Anjas memicingkan matanya, "kapan lo nyarinya?"

"Barusan, ini sambil dudukan. Gue liatin orang satu-satu. Kaki gue kesemutan, males jalan jadi ya duduk aja," jawab Cansu sambil tersenyum.

Anjas menunjuk arah Ayara berada dengan dagunya, "noh, sama Bang Reza."

Cansu mengikuti arah Anjas menunjuk, benar Ayara sedang berada di dekat Reza. Bahkan keduanya sedang membicarakan sesuatu. Cansu menatap sahabatnya nanar, hatinya ikut terasa sakit saat mengingat kebenaran tentang Reza. Cansu tak tega dengan Ayara, gadis itu sudah hancur karena keluarga sekarang dihancurkan oleh cinta. Terkadang Cansu bersyukur dia dan Anjas bisa menguatkan Ayara untuk terus semangat.

Anjas menatap Cansu, pria itu menghela napasnya. Dia tahu apa yang sedang Cansu pikirkan. "Tenang aja, gue udah bilang sama dia buat jaga batasan. Dia juga ngerti, dia juga jaga perasaan Ian."

Cansu mengangguk mengerti. "Gue gak tega kalau ngingetin dia tentang Bang Reza, tapi lebih baik kebenaran yang menyakitkan daripada terperosok lebih jauh ke dalam luka."

"Termasuk hubungan lo sama Bang Juna."

•••••

"Langsung tidur, dek," suruh Enzi pada Cansu saat baru saja menginjakkan kaki di rumah.

Cansu mengangguk, dia berjalan menjauh menuju kamarnya. Enzi terus memperhatikan Cansu sampai adiknya benar-benar masuk kamar. Kejadian kemarin terus berputar di otaknya, tentang Arjuna yang menyatakan bahwa pria itu mencintai adiknya. Enzi menggeleng sambil menghembuskan napasnya.

"Mungkin aja dia begitu karena masih ada dendam sama gue. Gue cuma takut Cansu kecewa."

Drttt...drttt...drttt...

Enzi merasakan getaran ponsel di sakunya, dia segera melihat siapa penelepon itu. 'Anak Mamih.' nama itu terpampang jelas di layar ponselnya, nomor milik Arjuna. Enzi menggeser tombol hijau lalu menempelkan benda pipih itu di telinganya.

"Buruan cek markas lo, ajak kelompok lo sekalian. Ada masalah di sini, siapa tau di sana juga ada kiriman paket."

"Hah? Maksud lo?" tanya Enzi bingung.

"Gue barusan di telpon anak-anak ada orang yang pecahin jendela markas gue. Ada kiriman paket aneh juga, buruan cek markas lo. Kalo sama artinya ini kerjaan orang yang kemarin," jelas Arjuna.

Enzi menganggukkan kepalanya, dia mulai mengerti maksud Arjuna. "Oke, ntar ngumpul di rumah lo kalo di markas gue juga kejadian."

"Pala lo! Bisa digoreng Mamih gue kalo ngumpul di rumah gue."

Enzi menghela napasnya, tidak mungkin dia mengajak banyak orang ke rumahnya. Bisa-bisa Cansu tidak jadi istirahat karena mereka, tapi Arjuna juga butuh keselamatan dari Mamihnya.

CANSU (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang