Suara sorakan dan teriakan terdengar di jalan desa yang panjang membelah persawahan. Sebuah mobil bak berjalan pelan sambil diiringi para warga yang wajahnya sumringah. Semua warga seakan memuja-muja sosok laki-laki yang sedang berdiri di atas mobil bak sambil berbicara menggunakan pengeras suara.
Selembaran-selembaran disebar ke semua warga. Beberapa juga ada yang ditempel di tiang listrik dan pohon. Dari dalam rumah, warga berdatangan untuk menonton keramaian itu.
"Jangan lupa pilih saya! Pilih saya menjadi Kepala Desa!" teriak sosok laki-laki berpeci dengan pengeras suaranya.
Mobil bak pun berhenti, warga datang mengerumuni calon Kepala Desa yang sedang gencar melakukan kampanye itu. Beberapa tim suksesnya yang berbaju batik naik ke atas bak mobil sambil membawa beberapa tas besar.
"Saya, Pak!"
"Saya dulu, Pak!"
"Semuanya sabar, pasti kebagian!" kata pria berpeci itu.
Dua orang berseragam batik mulai membagikan amplop-amplop berisi uang kepada para warga. Mereka semua terus berkerumun dan bersaing untuk jadi yang pertama mendapatkan uang itu. Bahkan sampai saling dorong satu sama lain.
Sambil tersenyum puas, pria paruh baya bernama Joko itu menatap senang ke arah para warganya. "Jangan lupa! Pilih siapa?" tanyanya dengan suara lantang.
"Joko Sasongko!" teriak para warga.
"Pak kami pasti pilih, Bapak! Tenang aja!"
"Iya, Pak. Pasti kami akan pilih Bapak."
"Pokoknya Bapak akan menang jadi kepala desa!"
"Janji ya?" Joko meyakinkan.
"Janji!"
Dengan segala harta kekayaan yang dimilikinya, Joko berhasil merebut hati para warga. Siapa yang tak senang mendapat uang? Dengan ini, ia sangat yakin dirinya akan menang dalam pemilihan nanti. Semua warga terlihat sangat menyukainya, ia dicintai banyak orang.
Dari kejauhan, dua pemuda yang berusia sekitar delapan belas tahun berdiri sambil memandangi kerumunan orang yang sedang berebut amplop itu. Sambil duduk di pos ronda berbahan bambu, mereka duduk santai dan sama sekali tidak tertarik dengan semua itu. Bagi mereka berdua, angin sepoi-sepoi di sini lebih nikmat ketimbang uang.
"Rian, liat tuh Bapakmu, hebat nih mau jadi kepala desa," kata Reza sambil menatap kerumunan itu di kejauhan.
"Ah, biasa aja. Aku gak mau ikut campur, tapi aku doakan semoga usaha Bapakku bisa sesuai harapan," jawab Rian.
"Jelaslah, liat aja. Baru kampanye aja udah serame itu!"
"Iya sih, semoga aja ya."
"Ngomong-ngomong, kamu jadi kuliah?"
Rian mengangguk. "Jadi. Kamu juga dong?""Haha, uang dari mana? Kamu sih enak, bapakmu banyak uang. Kalo aku? Bisa makan aja udah syukur," jawab Reza.
Setelah berbincang beberapa saat, mereka pun akhirnya pergi untuk pindah ke tempat lain. Sementara samar-samar suara Joko masih terdengar menyuarakan berbagai janji dan aspirasinya kepada para warga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pocong Nagih Janji (TAMAT)
HorrorPak Joko beserta anak istrinya di temukan tewas gantung diri. Sejak kematian mereka, seluruh warga desa mendapat teror mengerikan. Sosok Pocong menyerupai Pak Joko berkeliling desa setiap malam dan mengetuk pintu rumah warga. Membuat warga takut ke...