***
"Hurfttt ... Untung aja ya Mas kita lolos dari Bu Rochelle, kalau enggak ... Gaktau deh Rara Mas apa yang bakalan terjadi. Mas tahu gak sih kalau Bu Rochelle itu agak ..." tanya Nazra sambil meletakkan jari telunjuknya di dahi dengan posisi sedikit ia miringkan. Sinting.
Haidar menggelengkan kepalanya melihat tingkah Nazra.
Nazra sudah bisa bernafas lega. Tidak hanya dirinya dan suaminya yang selamat namun hasil kerja kerasnya selama ini juga aman sentosa. Nazra memejamkan matanya, menetralkan detak jantungnya yang berpacu lebih cepat karena sedaritadi berlari-lari bareng Haidar.
"Ya kamu juga, ngapain pakai acara ngerjain dosen kamu sendiri? Mana kamu hapus semua fotonya, jadi gini kan?" balas Haidar membuat Nazra membuka matanya. Ia menatap Haidar yang fokus dengan jalanan.
"Kenapa sih kamu daritadi belain Bu Rochelle terus? Jangan-jangan kamu udah suka juga ya sama dia? Terus sebenarnya kamu senang waktu kalian foto berdua? Iya-iya Mas, Rara tahu kok Burok itu cantik banget. Ya iyalah cantik, wong blasteran Jerman - Indonesia. Beda banget sama Rara yang---
"Kok kamu jadi mikir ke sana, Ra?"
Nazra hanya diam, ia mengalihkan pandangannya ke ruko-ruko yang berada di tepi jalan. Sebenarnya ruko-ruko itu sedikitpun tidak menarik baginya, namun ia juga benar-benar sebal dengan Haidar yang bersikap seolah membela Bu Rochelle dan menyalahkannya.
Karena tidak mendengar jawaban apapun, Haidar melirik ke arah Nazra. Haidar menghela nafas berat melihat Nazra cemberut dan sebal seperti itu. Mengapa sih istrinya itu kini sangat sensitif? Selalu saja merajuk hanya karena masalah sepele. Menurutnya.
Haidar langsung menepikan mobilnya. Tidak mungkin ia membujuk istrinya sambil menyetir seperti ini, itu akan membahayakan keduanya. Dan tidak mungkin pula ia tidak membujuk istri kecilnya yang sedang dilanda rasa cemburu. Itu akan memicu masalah yang lebih besar nantinya.
"Marah lagi sama Mas?" tanya Haidar berusaha menggenggam tangan Nazra.
"Gak!" ketus Nazra dan menarik tangannya hingga genggaman Haidar terlepas. Haidar menghirup udara banyak-banyak. Sebenarnya ia tidak terlalu penyabar, namun ia juga tidak mau menyakiti hati istrinya.
"Kalau enggak marah kenapa ketus gitu jawabnya?"
"Biarin."
"Ra, kamu tahu gak sih kalau kamu marah-marahi Mas gini hati Mas rasanya sakit banget? Kalau kamu cemburu itu wajar, kamu juga punya hak untuk itu. Tapi yang ngedeketin itu 'kan mereka, Ra, Mas juga gak nanggepin mereka. Tapi kenapa kamu malah marah-marahnya ke Mas mulu?" tanya Haidar lirih.
Haidar memperbaiki posisi duduknya. Ia tidak lagi menyamping dan berusaha membujuk Nazra. Pria itu kini menatap lurus jalanan di depannya dengan tatapan hampa. Haidar tidak berbohong, ia benar-benar tersinggung dengan sikap Nazra seperti ini. Ia juga capek menanggapi sikap Nazra seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haidar Al-Ghifari (On Going)
Teen Fiction"Gerbangnya sudah ditutup ya?" "Iya, Tan, sudah. Kalau Tante mau masuk dari meja piket aja." "Yaudah. Makasih ya, Nak. Kalau begitu Tante duluan, assalamu'alaikum." "Iya, Tante, sama-sama. Wa'alaikumussalam warahmatullah," jawab Nazra dan memandang...