Hello, assalamualaikum!
Udah lama ngga nyapa kalian nih.
Gimana kabarnya? Sehat kan ya?? Alhamdulillah
Ada yang nungguin cerita ini update ngga nih?
Yang kemarin katanya cerita ini lanjut boleh dong di koment hehehe.
Oke, langsung aja ya..
Peluk hangat dariku🤗❣️
***
Satu Minggu berlalu begitu cepat. Kini Nazra dan keluarga besarnya serta Mama Mia berada di Bandara untuk mengantarkan Haidar yang akan melakukan penerbangan yang cukup jauh dan pastinya akan sangat melelahkan.
Sejak tadi, Nazra hanya diam tak banyak berbicara. Berbeda dengan ia yang biasanya begitu bawel dan suka mengomel. Haidar dapat memahami perasaan istrinya yang sudah pasti berat melepaskannya pergi walau hanya sebentar.
"Sayang," panggil Haidar setelah kebisuan yang cukup lama menyelimuti keduanya. Nazra mendongak menatap Haidar yang memang lebih tinggi darinya.
"Kenapa?" tanya Haidar. Walaupun ia dapat mengerti suasana hati istrinya yang kurang baik, tetapi mendiamkan istrinya justru hanya akan membuat suasana Nazra lebih buruk lagi.
"Rara tau, Mas Haidar sebenarnya udah tahu jawaban dari pertanyaan Mas," jawab Nazra membuat Haidar menghela nafas panjang. Beginilah istrinya, jika suasana hatinya buruk apapun yang ia ucapkan terkesan begitu menohok.
"Tapi Mas mau denger dari Rara langsung, Sayang," balas Haidar.
"Rara enggak mau Mas Haidar pergi, Rara enggak mau jauh-jauh dari Mas Haidar. Mas enggak bisa ditunda Po? Besok aja deh, gapapa Rara enggak usah ikut wisuda nantinya, yang penting kan sudah yudisium," ungkap Nazra dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Haidar terdiam. Ia tak tahu harus menjawab apa. Tetapi Haidar dapat merasakan cinta yang begitu besar dari Sang istri. Cintanya ... sebesar dengan rasa takutnya. Haidar menarik Nazra ke dalam pelukannya.
"Mas janji Sayang, kalau kamu wisuda Mas bakal balik ke sini dan kita bakal rayain bareng-bareng." Hanya itu yang dapat Haidar sampaikan. Tentu saja ia tak bisa membatalkan penerbangannya yang hanya beberapa jam lagi.
"Bukan tentang wisuda Mas, Rara mau Mas di sini aja bareng Rara dulu, kalaupun mau ke sana kita ke sananya bareng-bareng Mas. Apa enggak boleh?" tanya Nazra mendongak menatap Haidar.
"Bukan enggak boleh, Sayang, boleh banget ... tapi situasinya yang enggak memungkinkan. Sayang ... pesawat Mas bentar lagi take off, udah enggak bisa dibatalin," ucap Haidar begitu sabar memberikan pengertian kepada Nazra.
"Alahh ... manja banget sih Lo, Dek! Lagian juga bulan depan Lo udah bisa nyusul Haidar ke Amerika," celetuk Alzam-- Abang Nazra.
"Gue enggak ngomong sama lu," balas Nazra membuat Alzam mencibir.
"Oh awas lu kalau minta apa-apa ke gue, gamau gue."
"Gausah."
"Dihh!!"
Haidar terkekeh geli melihat perdebatan istri dan kakak iparnya itu. Haidar sudah terbiasa dengan itu, keduanya memang seperti tom and Jerry yang selalu meributkan semua hal.
"Udah-udah ... gausah nangis lagi ya sayang. Bener yang bang Zam-zam bilang, LDR nya enggak lama palingan sebulanan. Mas juga bakal sering kasih kabar ke Rara, biar Rara enggak khawatir ke Mas. Rindunya sama-sama kita tahan dulu ya Sayang, hingga waktu terbaik itu tiba dan Allah kembali mempersatukan kita. Sayang ... selalu ingat ya, Rara hanya milik Mas, dan Mas hanya milik Rara, enggak akan ada orang lain," ucap Haidar sambil menangkup wajah Nazra. Menatap istrinya begitu dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haidar Al-Ghifari (On Going)
Ficção Adolescente"Gerbangnya sudah ditutup ya?" "Iya, Tan, sudah. Kalau Tante mau masuk dari meja piket aja." "Yaudah. Makasih ya, Nak. Kalau begitu Tante duluan, assalamu'alaikum." "Iya, Tante, sama-sama. Wa'alaikumussalam warahmatullah," jawab Nazra dan memandang...