10. Bencana

713 129 0
                                    


"Aku hanya ingin berada didekatmu. Untuk selalu melindungimu, menjagamu dan mencintaimu."

___*___

Bulan melangkah menuruni satu persatu undakan tangga untuk mencapai lantai dasar. Gadis itu sudah siap dengan setelan seragam sekolahnya juga tas punggung yang ia bawa ditangannya.

Bibi Ima tersenyum ketika berpapasan dengan Bulan.

"Gabung, Bi." Bibi Ima menggeleng, ia menepuk dua kali perutnya, memberitahu Bulan kalau ia sudah sarapan dengan menggunakan bahasa isyarat.

Bulan menarik kursi tempat biasa ia duduki. Selama dua bulan ini, ia menikmati makanan dimeja makan hanya seorang diri. Terkadang memang Cahaya menemani namun gadis itu lebih sering makan diluar dengan kekasihnya.

Bibi Ima juga sedikit sulit untuk diajak makan semeja padahal tidak ada kedua orang tua Bulan disini.

Seperti biasanya, Bulan hanya akan sarapan dengan dua lembar roti tawar dan susu.

"Cahaya dimana, Bi?" Bibi Ima yang sedang membersihkan meja disudut ruangan menoleh.

"Non Aya baru aja berangkat sekolah, Nak. Dijemput pacarnya." Bulan menaikkan kedua alisnya, lantas melanjutkan memakan rotinya yang tinggal setengah.

Pak Arisman datang, memberitahu kepada Bulan jika mobilnya sudah dipanaskan dan siap untuk dibawa.

Bulan mengangguk, ia sempat mengajak Pak Arisman sarapan namun Pak Arisman mengaku sudah melakukannya tadi.

"Ral sekolah dulu, Bi." Bibi Ima mengangguk ia memasang senyuman tipis saat Nona mudanya itu telah hilang dari balik pintu.

"Semoga Nyonya cepet dateng. Kasian Non Ralis selalu sendirian kalau makan."

____*____

Pak Arisman dengan sigap membukakan pintu mobil bagian penumpang untuk Bulan ketika gadis itu datang.

"Silakan Non--"

"Bulan!!" Bulan menghentikkan pergerakkannya ketika mendengar suara yang familiar menurutnya itu memanggil namanya dari luar gerbang yang sudah dibuka lebih dulu oleh Pak Arisman.

Pas Arisman menyipitkan matanya, pria itu menoleh kearah Bulan yang juga menatap pemuda yang berada didepan sana, sedang duduk diatas motor KLXnya.

"Temennya Non?"

Bulan tidak mengalihkan pandangannya dari pemuda itu, gadis itu menggeleng dan masuk begitu saja kedalam mobil.

"Lho. Bulan sayang!" Langit turun dari atas motornya, sengaja ia memarkirkan motornya ditengah gerbang Bulan agar mobil Bulan tidak bisa lewat.

Pak Arisman berlari memutari mobil untuk kemudian masuk kedalam mobil bagian kemudi.

Tuk! Tuk!

Bulan tidak menoleh ketika kaca jendela mobilnya diketuk dari luar oleh Langit yang masih mengenakan helm.

"Lan, Bulan!"

"Non, itu temennya--"

"Jalan Pak."

Pak Arisman mengerjap lambat, ia melirik Langit sekejap lalu mulai mengendarai mobil itu.

BRITTLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang