17. Marah

823 117 7
                                    


Langit menatap penuh kemarahan pada pemuda yang tengah berada dibawahnya dengan keadaan mengenaskan. Ia benar-benar tidak akan mengampuni laki-laki yang telah membuat nyawa sahabatnya nyaris melayang.

Bugh!

Bugh!

Seolah kerasukan iblis, Langit sepertinya akan benar-benar membunuh Devaro saat ini. Dilihat dari bagaimana brutalnya Langit memukuli wajah Devaro sampai wajah itu besuk dan berdarah-darah.

Fajar yang melihat hal itu langsung menarik tubuh Langit untuk memisahkannya dari Devaro, sedang Angkasa masih menghabisi anak buah Devaro yang selebihnya telah tepar diatas tanah.

"Udah, woy! Lo jangan bunuh anak orang, Lang!"

Langit memberontak, Devaro sudah tidak sadarkan diri setelah terbatuk karena tersedak darahnya sendiri. Angkasa menghampiri Langit dan Fajar dengan napas tersengal, ia terduduk diatas tanah sambil menyeka sudut bibirnya yang terluka.

"Lo nggak apa-apa?" Angkasa menggeleng menjawab pertanyaan dari Fajar.

Mendengar suara deru motor mendekat, serta cahaya lampu yang menyoroti tempat itu ketiga atensi itu segara mengalihkan pandangan dan menemukan Cakrawala disana.

Cakrawala turun dari atas motor, ia meletakkan helmnya dengan asal lantas menghampiri ketiga temannya.

"Kalian nggak apa-apa?!" Tanyanya panik.

Fajar memutar bola matanya malas. "Kontol lo! Dateng setelah musuh udah kalah semua. Ciri-ciri ketidakberperi kepertemanan."

"Bener! Dasar kambing!" Sahut Angkasa ikut memojokkan Cakrawala.

"Elah! Gue udah ngebut banget tadi, tau!" Cakrawala menggaruk tengkuknya.

"Jadi.. mereka tawuran?" Bulan menatap nanar kearah basecamp Gang The Racks dari balik sebuah tong besar yang berada didekat sana.

Dapat ia lihat bagaimana pemuda-pemuda disana dengan jacket yang sama telah tepar dengan wajah lebam. Bulan tidak tahu bagaimana kejadiannya hingga seperti ini, tetapi ia benar-benar tidak suka dengan keadaan ini.

Untuk apa membentuk sebuah gang hanya untuk membahayakan nyawa seperti ini? Benar-benar tidak bisa berfikir logis.

"Baskara udah boleh pulang seminggu lagi." Dapat Bulan dengar suara Angkasa darisana. Ia menyipitkan matanya menatap kearah keempat pemuda itu berada.

"Nyokap, Bokapnya gimana?" Tanya Cakrawala tanpa melihat Angkasa.

"Mereka shock, Tante Dara sempet marahin gue sama Fajar tadi. Tapi Om Yudi coba buat nenangin dan bilang kalau ini hanya kecelakaan." Jelas Angkasa.

Langit menghela napas panjang, ia meringis saat merasakan sakit pada perut serta punggungnya.

"Alaska disana?" Ujar Cakrawala.

Fajar mengangguk, "Kita udah hafal banget, dia nggak bakal mau ikut campur kalau kita ngelakuin hal ini." Cakrawala dan Angkasa mengangguk setuju.

"Kita cabut." Langit berdiri dan membenarkan jacket yang ia kenakan.

Bulan yang melihat itu langsung panik, saat ia hendak berbalik badan dan kabur. Ia tak sengaja menginjak sebuah kaleng minuman kosong hingga menimbulkan suara nyaring.

"Ya tuhan.."

Langit serta ketiga sahabatnya bersamaan menoleh kearah sumber suara, mereka menyipitkan matanya untuk memperjelas dan terkejut saat menemukan presensi seorang gadis disana dengan pakaian pasien rumah sakit.

BRITTLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang