22. Balapan

610 81 6
                                    


Setelah menyelesaikan urusan diKampus Purnama, Bulan dan Bu Diah kembali kesekolah. Bulan mengatakan, jika Pak Arisman sudah menunggu disana. Bu Diah hanya mengiyakan ucapan Bulan dan mengantar gadis itu kembali kesekolah yang ternyata sudah sangat sepi.

"Jemputan kamu dimana, Lan?" Tanya Bu Diah saat sudah menurunkan kaca jendela mobilnya dan menatap Bulan yang sudah keluar dari dalam mobil.

"Ah, itu.. tadi Pak Arisman chat saya katanya lagi beli bensin." Sahut Bulan sedikit gugup.

Bu Diah ber'oh'ria. "Perlu Ibu temenin sampai jemputannya datang?"

Bulan menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Nggak usah, Bu. Ibu pulang aja, kasian pasti Ibu capek'kan?"

Wanita itu menghela napas, "Yaudah, kalau butuh apa-apa, jangan segan buat telepon, Ibu ya?" Pasrah Bu Diah, ia sedikit khawatir meninggalkan Bulan sendirian disini sebab wajah gadis itu terlihat pucat sekali.

"Iya."

"Ibu tinggal, ya?" Bulan mengangguk.

Saat mobil Bu Diah telah bergabung dengan pengendara lainnya, Bulan masuk kedalam sekolah dan menemukan Pak Hartanto, satpam sekolah yang sedang menonton televisi ditempatnya berjaga.

"Neng Bulan." Pak Hartanto keluar dari post penjaganya dan menghampiri Bulan sambil menyampirkan sarung miliknya dibahu. "Nyari siapa, Neng?" Imbuhnya bingung saat sudah berada dekat dengan Bulan. Pasalnya ini sudah sangat sore, sudah pukul 5 sore.

Bulan menggeleng, membuat Pak Hartanto mengernyitkan alis. "Lho.. nyari Mas Langit, ya?" Sontak, pertanyaan Pak Hartanto membuat kedua mata Bulan membola.

Pak Hartanto terkekeh geli, ia menunjuk kearah parkiran motor siswa yang berada cukup dekat dengan lapangan tempat upacara bendera dilaksanakan. "Tadi Mas Langit kesana." Katanya, ia lantas mengimbuh. "Dia bawa bunga, Neng." Pria bertubuh agak gempal itu terkikik.

Bulan hanya menatap nanar kearah parkiran siswa yang ada satu motor Ninja berwarna hitam yang tidak dikenalnya. Seingatnya, Langit menggunakan motor KLX, bukan Ninja. Tapi karena penasaran, Bulan melangkah mendekat dan terkejut saat Langit datang tiba-tiba dengan kedua tangan disembunyikan dibelakang tubuh.

Bulan menatap Langit tajam, sudah pasti gadis itu kesal terhadap pemuda itu. "Congratulation, Bulan." Ujarnya dengan wajah berseri-seri, ia menyodorkan sebuket bunga mawar merah untuk Bulan.

"For what?" Tanya Bulan belum menerima buket bunga itu.

"You wine, kamu dapet juara satu'kan?" Langit tersenyum lebar, saat ia melihat Bulan menaikkan salah satu alisnya, ia terkekeh canggung. "Aku nanya sama Bu Diah, soalnya aku ngechat kamu nggak direspon, hehe."

Bukannya tidak merespon, Bulan hanya tidak sempat mengecek ponselnya. "Owh." Bulan melirik buket itu dan menerimanya. "Makasih."

Langit tersenyum senang, ia mengangguk dan menunjuk motornya. "Ayo aku anter pulang."

Melihat tatapan Bulan saat melihat motornya, membuat Langit yang hendak meraih helm terhenti.

"Hadiah dari Ayah aku, suka?"

Bulan diam. Namun seperkian detik berikutnya, ia akhirnya melontarkan jawaban yang membuat Langit mengulas senyuman.

"Iya."

Sangat singkat, dan itu berhasil membuat senyuman Langit mengembang sempurna. Langit mengenakan helm miliknya, sebelum membantu Bulan untuk memakaikan helm.

Pemuda itu kembali tersenyum, bahkan tidak pernah melunturkan senyumannya. Sesaat, Bulan termangu melihat betapa tampannya pemuda dihadapannya ini. Bulan mengakuinya, ia tidak pernah menutup mata untuk mengakui ketampanan yang Langit miliki sejak awal berjumpa, sampai saat ini.

BRITTLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang