"Lepas!" Napas Bulan terengah, ia menghempas tangan Langit hingga terlepas. "Ngapain sih lo bawa-bawa gue kesini!? Gue nggak ada urusan sama lo!" Bulan memalingkan wajahnya saat melihat pemuda dihadapannya malah terkekeh sambil menatapnya gemas.
"Gemes." ujar Langit menyentuh pipi Bulan namun gadis itu segera menepisnya karena tidak suka. "Tapi sayang.. galak."
Bulan mendesis, ia menekan dadanya karena merasa sesak. Ia terlalu lelah menaikki anak tangga hingga sampai pada lantai teratas gedung sekolah ini.
"Capek ya?" Menghiraukan pertanyaan Langit, Bulan terduduk diatas lantai, masih dengan memegang dadanya yang terasa masih sangat sesak. Napasnya pun putus-putus, gadis itu menjengit.
"Aaahhh!" Bulan berteriak, memegang kepalanya dengan tangan kiri, sedangkan tangan yang satunya masih tetap berada didadanya. Wajahnya berubah pucat, keringat dingin timbul dipermukaan wajahnya.
"Eh-eh.." Langit yang melihat itu seketika berjongkok dihadapan Bulan, menyentuh bahu gadis itu namun lagi-lagi Bulan menggeser tubuhnya, enggan untuk menerima sentuhan dari pemuda itu.
Bulan mengepalkan tangannya kuat, lehernya terasa tercekik hingga membuatnya tidak dapat menghirup oksigen. Lantas, ia memukul-mukul dadanya karena tidak tahan, itu membuat Langit panik dan juga merasa bersalah.
"Lo kenapa!?" Langit mengguncang tubuh Bulan, gadis itu melemas disana.
"Hah-hah!" Detik berikutnya, gadis berambut sebahu itu pingsan dipelukan Langit.
-•●•-
"Saa!! Lo nggak apa-apa'kan?!"
"Bangun, Saa!"
"Ralissa!"
"Diem, gue udah bangun Aya!" Bulan menggerutu, ia mengerjapkan netranya saat mendengar umpatan kecil keluar dari belah bibir gadis yang berada disisi brankarnya.
"Parah! Gue sampe bolos sekolah lho karena tiba-tiba Tante nelpon gue disuruh dateng kesekolah lo." Bulan memutar bola matanya malas.
"Dia bilang apa?"
"Aya.. tante minta tolong ya sama kamu. Susul bentar Ralissa disekolahnya. Dia pingsan, Tante khawatir tapi Tante nggak bisa dateng soalnya Tante ada meeting dadakan. Kira-kira kayak gitu." tutur Cahaya.
"Udah gue duga." gumam Bulan. "Trus.. lo nggak dimarahin sama guru lo?"
"Tenang. Pak Abi mah mudah disogok, tinggal dikasih seratus ribuan, gerbang udah terbuka lebar." Bulan hanya berdehem.
"Lagian lo kenapa akhir-akhir ini pingsan terus. Nggak dirumah, nggak disekolah. Lo kecapean? Ngapain aja emang? Tante Celina bilang, kalo dia udah bilang sama guru olahraga lo buat nggak ngebolehin lo ikut kalo ada pelajaran praktek." Cahaya menatap pada presensi Bulan yang kini membangunkan tubuhnya dan terduduk diatas brankar.
"Berlebihan." Cahaya hanya bisa menggelengkan kepalanya, ia merapihkan sedikit seragam sekolahnya yang memiliki logo berbeda dengan seragam milik Bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRITTLE
Fiksi RemajaHanya tentang sepasang manusia yang saling menutupi kerapuhannya dengan cara yang berbeda.