Langit tidak tahu harus bagaimana saat ini. Bulan sejak tadi hanya menyuruhnya untuk membawanya pergi sementara ini sudah larut malam.
"Pulang, ya?" Bulan melirik tajam, ia melepas jacket milik Langit dan pergi begitu saja tanpa menjawab tawaran Langit. Pemuda itu menatap jacket miliknya yang Bulan buang diatas pasir. Ia menghela napas kemudian meraihnya untuk ia sampirkan pada bahunya.
Langit langsung saja menyusul sebab tidak mau Bulan kenapa-napa. "Bulan!" Bulan menghentikan langkahnya sejenak, membuat Langit ikut terdiam.
"Kalo lo nggak mau bawa pergi, gue aja yang pergi sendiri."
"Ini udah malam, Lan. Kamu mau pergi kemana?"
Bulan mengepalkan kedua telapak tangan, dadanya terasa bergemuruh. "Kemana aja, asal nggak balik kerumah."
Langit mendesah pasrah, mengusak rambutnya hingga acak-acakkan. "Mama sama Papa kamu pasti khawatir, Lan."
"NGGAK ADA YANG PEDULI!! Semua.. semua sibuk sama urusan mereka masing-masing." Sejenak Langit terkejut mendengar pekikan Bulan yang menurutnya begitu menyesakkan. Gadis itu menggenggam helai rambutnya. "Lo nggak tau apa-apa, Lang. Gue cuman disuruh belajar, belajar, dan belajar. Sedangkan yang gue butuhin cuman satu, cuman kasih sayang tulus dari mereka."
Langit membisu, tidak tahu harus merespon apa. Namun tatapannya nanar, detak jantungnya merespon apa yang dirasakan Bulan.
Bulan menjatuhkan lututnya diatas pasir, meremas bajunya dibagian dada dengan erat. "Nggak ada yang peduli sama gue, Lang. Nggak ada yang bener-bener ngasih gue support. Semuanya cuman palsu!"
Melihat itu, Langit segera berlutut dihadapan Bulan. Menyentuh kepala gadis yang tengah menunduk itu. "Bulan.. aku ada disini. Aku yang bakal selalu peduliin kamu, aku yang bakal ngasih kamu support. Aku yang bakal selalu ada buat kamu, Lan."
Bulan mendongak, matanya berair, hidungnya memerah bahkan bibirnya bergetar. Gadis itu nampak begitu menyedihkan, bahkan Langit tidak pernah menyangka jika gadis yang selalu ia lihat cuek dan tidak peduli pada apapun ternyata menyimpan beribu masalah, ternyata gadis ini begitu rapuh.
"Atas dasar apa gue percaya sama lo, hah?"
"Bulan.. kamu nggak akan percaya kalo aku cinta sama kamu."
"Cinta?" Langit mengangguk, ia menyentuh pipi Bulan dengan pelan.
"Aku emang nggak pernah ngerasain ini sebelumnya. Aku masih terlalu labil buat nunjukin ke kamu kalo aku itu beneran cinta sama kamu. Tapi kamu harus tau, kalo aku tulus cinta sama kamu, Lan."
Bulan dan Langit saling memandang dalam kebisuan. Melihat air mata Bulan yang mengalir membasahi pipi, membuat Langit segera menyekanya. "Aku bakal selalu ada buat kamu, Lan. I'm promise."
•••
Bulan akhirnya pulang kerumah diantar oleh Langit sampai didepan gerbang rumah, itu permintaan dari Bulan sendiri. Sementara itu, Langit segera pergi darisana setelah mendapat panggilan dari Fajar.
Saat kakinya telah menapaki pekarangan rumah, ia dikejutkan oleh keberadaan mobil yang ia ketahui milik Raga.
"Ngapain dia kesini." Lirihnya kemudian segera masuk kedalam rumah.
"Non.." Bulan menoleh kearah samping kirinya ketika hendak memasuki pintu utama rumahnya. Ia melihat Pak Arisman disana dengan semu wajahnya yang nampak berbeda.
"Kenapa, Pak?" Bulan mendekati Pak Arisman.
"Tuan sama Nyonya sudah datang, Non." Ujar Pak Arisman sambil menunduk dalam. Mendengar itu, membuat mata Bulan membola, ia menarik napas dalam kemudian mengepalkan kedua tangannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/283380722-288-k546487.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BRITTLE
Teen FictionHanya tentang sepasang manusia yang saling menutupi kerapuhannya dengan cara yang berbeda.