4

7.8K 930 85
                                    

Ketenangan tidak Sakura dapatkan. Ternyata benar, yang ditakutkan terjadi. Firasat Sakura benar. Sasori tahu tentang berita di sekolah-nya. Beribu-ribu wajah dongkol Sakura perlihatkan pada Sasori yang terus menggodanya.

Jangan mengira seorang altet akan terlihat dewasa sepanjang waktu, nyatanya tidak. Sasori tidak seperti itu di mata Sakura.

"Kau sudah dewasa sekarang, bahkan tahu mana yang tampan mana yang tidak," ucap Sasori, mengekori Sakura yang duduk di ruang keluarga, sedang memakan keripik.

Sakura menoleh kesal, ingin melempar setoples keripik di dalam dekapannya pada Sasori, kalau saja Sakura tidak lupa Sasori, kakaknya.

"Sejak kapan kau suka dengan Sasuke? Pantas saja dari dulu wajahmu memerah jika menatapnya," goda Sasori lagi, tertawa keras.

Sakura melempar tatapan sinis. Sasori mengganggunya dari tadi sore hingga malam pukul sembilan ini. Mengekor kemanapun seperti anak ayam yang takut kehilangan induknya sembari menggodanya. Sakura tidak tahan, dibandingkan melempari Sasori dengan keripik, Sakura memilih melempar bantal biru pada kakaknya, sekarang.

"Enyah kau, tidak ada yang mau melihat wajahmu di sini," ucap Sakura blak-blakan. Memutuskan membenci Sasori untuk sementara.

"Hey, aku hanya memberitahu fakta Imouto." Sasori menangkap bantal bulat yang Sakura lempar. "Kau suka dengan Sasuke? Kenapa kau tidak memberitahuku? Ternyata Sakuraku sudah dewasa, sebentar lagi dia akan menikah dan meninggalkanku," decak Sasori sedih, memainkan bantal bulat itu

Sakura menggeram, menatap Sasori kesal, benar-benar kesal. "Siapa yang akan menikah? Jangan aneh-aneh!" kesal Sakura. Keinginan terpendamnya untuk menarik rambut Sasori bangkit lagi, setelah dari kecil Sakura sudah mengubur keinginan itu.

"Tentu saja kau, kau akan menikah dengan Sasuke. Tapi tidak akan kubiarkan semudah itu, Sasuke harus berduel denganku dulu sebelum kau jadi Nyonya Uchiha." Sasori bermonolog, mulai memikirkan apa beladiri yang akan dia lakukan dengan Sasuke. Taekwondo, Judo atau harus menarik Sasuke ke atas Ring?

"Berhenti, kau pasti sudah membayangkan yang tidak-tidak bukan, Sasori-nii?" tebak Sakura, memperingati. "Hentikan itu, hentikan pikiranmu," sambungnya.

"Kenapa?" Sasori bingung. "Dia harus melawanku terlebih dulu sebelum mendekatimu, Imouto," tegas Sasori.

Kata-kata Sasori terdengar gila bagi Sakura. Itu terlalu jauh. "Dia tidak mendekatiku," tukas Sakura.

Sasori mengernyit. Bantal bulat yang Sakura lempar masih padanya. Sasori tidak ada niatan merubah posisi duduknya di karpet. "Kau berbohong. Aku mendengar Sasuke melindungimu tadi di sekolah dari bola basket, bukankah begitu? Kurasa dia ada rasa padamu."

Sasori selalu tahu informasi.

"Jangan bercanda." Aku tidak ingin berharap.

"Aku tidak bercanda," ucap Sasori cepat. Menjadi sedikit santai, mengobrol dengan Sakura di depan televisi, sudah lama tidak dilakukan. "Lusa lalu dia repot-repot datang ke Gym-ku, padahal jarak dari gym dan sekolah sangat jauh, Sasuke pasti mengebut di jalan. Dia juga melindungimu, dan kalau kau lupa, dia teman kecilmu."

"Itu semua kebetulan." Sakura mencoba cuek, meski teori liar Sasori mengacaukannya dari dalam. "Dia melakukannya karena mengingat kami pernah berteman."

Sakura terus membantah. Dia tahu, suka dengan Sasuke belum tentu perasaannya terbalas, meski hatinya merontak mengambil kesimpulan lain setelah kejadian tadi di sekolah juga perkataan Sasori. Sakura tetap berusaha akalnya terus berjalan.

"Justru karena dia teman masa kecilmu, dia mungkin suka denganmu. Sebelum dia dekat denganku sekarang, dulu Sasuke lebih dekat denganmu." Sasori mengambil jeda. "Naruto teman dari JHS-nya. Tidak ada yang mengenal Sasuke lebih dahulu sepertimu, Imouto."

Aku Adalah Kamu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang