Sasrawarsa 11

268 40 0
                                    

"Indy mana Indy?"

"Telpon cepet!"

"Apa sih?"

"Lo kemana aja?"

"Gue dilantai bawah. Nungguin nasi kotaknya dateng."

"Ha? Berapa orang disitu?"

"Ada Kenes, Atma, Fadin sama Bay—"

"Udah cukup itu empat orang buat bawa nasi kotaknya, lo kesini dulu." Sambar Rahsa cepat.

"Lah? Kenapa?"

"Entar aja nanya. Cepet!"

"Iya iya!" Dan setelahnya sambungan telepon terputus.

"Apa apa? Kenapa?" Tanya Atma panik.

Indy menggeleng. "Gue nggak tau, suruh ke aula atas."

Dengan cepat Atma meraih lengan Indy sembari mengguncangnya pelan. "Aku ikut ya?"

Ia mengangguk. "Kalian bertiga disini dulu, gue dapet panggilan." Pamit gadis Anindya kemudian disusul Atma disebelahnya.

"Kok ditinggal pergi gini?" Tanya Bayu yang tidak diindahkan oleh Atma maupun Indy mereka terlanjur berlari meninggalkan ketiga kawannya dengan isi kepala tak mengerti.

Setibanya mereka ditempat tujuan, Indy tidak melihat sebuah kejanggalan apapun disini begitupun Atma yang sedikit terheran. Bahkan masih ada beberapa kawannya yang tengah sibuk menata sana-sini. Sembari menelisik sekitar, Atma berniat melayangkan tanya ke arah Jingga yang kebetulan sekali hendak melewati mereka berdua, "Tadi ada ribut apa disini?"

Sepasang alis si pemuda mengerut. "Ribut apa?"

"Ha? Tadi Rahsa telpon gue cepet cepet suruh kesini. Tapi malah gue nggak ketemu sama orangnya." Sambar Indy.

Hingga Jingga terkekeh samar. "Oalah. Tadi ada dua adek kelas kesini sambil bawa coklat. Terus kalo nggak salah ada yang bawa bunga juga tadi." Ujarnya sedikit mengingat kejadian beberapa saat lalu.

Atma dan Indy membuka telinga lebar-lebar. "Katanya buat lo." Lanjut Jingga seraya mengarahkan telunjuknya tepat dihadapan Indy.

Atma membulatkan bibirnya. "Udah nggak heran lagi. Tapi kenapa Rahsa sepanik itu tadi?"

Jingga menggeleng. "Udah dulu gue mau beli es teh."

"Kok enak sih jadi humas. Ribetnya cuma diawal-awal." Protes Atma sedikit tidak terima.

Si Arsyanendra mengibaskan tangannya. "Sie konsum juga enak, cuma ngatur ngatur makanan. Paling survei jumlah sama harganya aja. Gue tinggal dulu." Setelahnya ia segera melangkahkan tungkainya menuju pintu keluar.

Sejalan dengan kepergian Jingga, sosok Daba menghampiri mereka yang telah menduduki kursi yang tersedia sementara, sebelum para tamu berdatangan. "Eh? Lo kan konsum, tapi kok ikut balik kesini? Katanya Kenes nasi kotaknya udah dateng." Ujarnya sembari mengecek bar notifikasi di ponselnya.

Sepasang netra Atma membola sempurna. "Duh! Kok aku bisa lupa sih?" Sebelum ia kembali beranjak tangan seseorang telah menepuk pundaknya hingga ia sedikit terperanjat dibuatnya.

"Udah nggak usah bingung. Bina sama Caka udah meluncur. Lo disini aja." Ucap Nalan yang tiba-tiba muncul entah darimana. "Nggak capek naik turun tangga terus?"

Atma tersenyum kikuk, "Ya capek. Apalagi tangga yang disebelah kamar mandi itu nanjak banget." Eluhnya.

"Nah! Itu lo paham."

"Kursinya kurang tiga!" Barusan teriakan Kalingga dari barisan kursi paling ujung mengalihkan seluruh atensi.

"Kok bisa kurang sih?" Sana yang juga disebelahnya pun bersuara sembari menggaruk rambutnya.

Ruang TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang