Sasrawarsa 15

258 39 2
                                    

Sebuah rekaman suara yang selalu didengar berkali-kali, sebuah seruan, teriakan yang berasal dari lisannya sendiri. Ragasiwi pernah merekamnya sekali namun diputarnya setiap kali merasa sepi. Karena dirasa lebih baik setelah mendengarkan tanpa menyerukan hingga suaranya habis dan serak tak beraturan.

Voice note itu masih menjadi rahasia, tentang isinya, dan teruntuk siapa kalimat-kalimat berisik itu ditujukan. Di luaran sana orang lain tidak pernah mengenal Ragasiwi dengan segala bentuk masalah yang seolah tak pernah lelah mengejarnya setiap waktu, mereka hanya mengenal senyuman tulus dari sudut bibirnya itu.

Di setiap malam, segala macam suara tangis hingga teriakan maupun erangan selalu diterima telinga tanpa seizinnya. Tanpa tau darimana mereka berasal, entah mereka siapa, mengapa mereka datang padanya? Bahkan dari itu semua ada juga yang mengajaknya 'berkenalan' atau mengajaknya 'berkawan'.

Disaat mereka menyerbu tanpa ampun, menangis pun akan terasa tak mampu. Namun ada sebuah fakta bahwa terdapat satu diantara mereka yang akan dengan senang hati menerima dan mendengar setiap cerita darinya.

Dia hanya tinggal menunggu sembari meniup debu-debu yang hinggap di beberapa rak buku pojok ruangan laboratorium bahasa. Ia tak pernah sekalipun tersenyum mengerikan seperti kebanyakan temannya, justru ia akan menyambut Ragasiwi dengan senyuman tipis nan begitu manis dari bibir kecilnya.

Siwi tidak jarang mengajaknya berkunjung ke rumah, namun dengan suara rendahnya ia membalas, "Tempat aku disini, dan akan selalu disini. Aku nggak mau pergi dari rumahku, Padmasana."

Adele, sebuah nama samaran yang pemudi itu sematkan, dan ternyata diterima dengan sangat baik olehnya. Siwi mengira usia temannya ini yang tak berselang jauh diatasnya, kalau dibayangkan betapa anggun dan cantik parasnya ini. Gaun selutut berwarna putih gading yang terkesan sederhana dan pas ditubuhnya, serta rambut coklat yang tidak terlalu panjang terikat rapi dan dihias pula oleh taburan bunga-bunga yang seakan enggan layu dari sejak terakhir kali menghiasi rambut satu sosok ini dengan begitu apik.

Namun disetiap pertemuan dengan temannya ini, seringkali Siwi merasakan jika tubuhnya teramat lemas, seakan energinya terkuras dan diserap habis habisan bahkan terkadang ia sampai tak sadarkan diri beberapa saat. Tetapi setiap kali orang lain bertanya pasal kenapa dan mengapa ia seringkali pingsan di laboratorium saat masih pagi pagi sekali, jawabannya sekedar, "Aku baik." Atau "Aku nggak ngerasa apa-apa, rasanya kayak orang tidur." Dan jadilah tanda tanya besar hingga saat ini. Sedangkan menurut Siwi pribadi hal tersebut bukanlah perkara yang besar, ia masih sering menjumpai orang-orang yang memiliki kasus yang sama sepertinya dan dari situ ia menyimpulkan bahwa ia baik-baik saja, tidak ada yang serius dari peristiwa yang dialaminya.

———

"Jadi ini sepuluh Nopember mau diadain apa?" Pertanyaan Abimanyu berhasil menginterupsi pasukannya. Seusai shalat Jum'at diadakanlah rapat tipis tipis mengenai pembahasan kegiatan bulan depan.

"Waalaikumsalam." Koreksi Jingga yang sadar bahwa belum ada salam diawal pembukaan dan cuma dikasih cengiran oleh Abimanyu.

"Kalau mau bikin lomba-lomba gitu lagi gimana?" Tanya Indy.

"Sekbid dua si paling sibuk." Celetuk Putra.

Hingga sebuah sepatu hampir mendarat di kepalanya. "Berisik!"

"Heh heh! Kulino gelud ae, tak gawekne ring tinju lho kon ngko." Seru Caka mengompori.

Ruang TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang