Chapter 09

179 19 8
                                    

Kamis di siang hari, di luar kota. Jongin baru selesai meeting dengan klien baru untuk penjualan produk perusahaan. Dia harus hadir dengan alasan sebagai direktur yang mengawasi serta memuji kerja bawahannya. Jongin kembali ke hotel tempat dia menginap. Melepaskan jas dan dasi yang terasa sangat ketat. Bukan salah pakaiannya, tapi kondisi hatinya yang membuatnya serasa sesak.

Jongin memeriksa ponselnya. Tidak ada telepon atau pesan atau apapun dari suaminya. Bahkan tidak ada pemberitahuan tentang penggunaan kartu kredit mereka. Selama tiga hari Jongin tidak tahu kabar tentang Kyungsoo.

Jongin sadar kalau saat ini dia bertingkah sangat kekanakan, dengan melarikan diri dari masalah. Sudah berapa kali dia melakukan hal seperti ini kepada Kyungsoo?

Ketika Jongin meletakkan ponselnya di atas meja, mendadak benda tersebut berbunyi. Ada telepon masuk dari kontak pembantu rumah.

"Yah?" jawab Jongin.

"Anyeonghaseyo. Ma-maaf mengganggu Tuan Kim Jongin-ssi. Apa Anda sedang sibuk?".

"Tidak. Dengan siapa saya berbicara?".

"Yemi, Tuan,".

Ah, pembantu khusus Kyungsoo yang dia beri perintah untuk mengawasi. Kenapa dia yang menelepon? Kenapa bukan Kyungsoo?

"Ada apa?".

"Maaf Tuan. Sebenarnya Tuan Kyungsoo-ssi melarang saya memberitahu kepada Anda. Tapi Tuan Kyungsoo-ssi sedang sakit,".

"MWO?!" Jongin berdiri.

"Sudah tiga hari Tuan demam,".

"Sudah periksa ke dokter? Ibu mertuaku?".

"Tuan Kyungsoo-ssi juga melarangku untuk memberitahu kepada sang Ibu. Kami sudah menawarkan untuk mengantar Tuan ke rumah sakit, tapi terus ditolak,".

"Kenapa?".

"Katanya hanya demam biasa dan mungkin akan segera sembuh. Tapi sudah tiga hari, Tuan masih belum sembuh. Kami jadi khawatir,".

"Dia benar-benar... Kalian jangan pulang dulu! Tunggu saya sampai tiba disana! Aku pulang sekarang juga!".

Jongin mencampakkan semua barangnya secara sembarangan ke dalam koper. Dia menghubungi sekretarisnya untuk mengabari dia kembali ke Seoul dan sisanya akan menjadi urusan bawahan. Dia bahkan mengabari sopir untuk standby di bandara.

Beberapa jam kemudian, Jongin sampai di rumah. Dia berjalan cepat masuk ke dalam. Beberapa pembantu ada di lantai bawah. Sisanya ada di lantai dua. Mereka semua membungkukkan badan memberi salam kepada Jongin yang sangat jarang bisa mereka temui untuk berhadapan langsung. Jongin menaiki tangga ke lantai tiga. Ada satu pembantu perempuan, sedang berdiri di depan pintu kamar.

"Tuan Kim Jongin-ssi. Saya Yemi. Tuan Kyungsoo-ssi...".

Jongin menghiraukannya. Dia masuk ke dalam kamar. Kyungsoo terbaring lemah di ranjang mereka. Wajahnya merah. Ada plester penurun demam di keningnya.

"Kyungsoo,".

Jongin merasa sangat bersalah. Seharusnya dia tidak pergi begitu saja. Seharusnya dia menelepon Kyungsoo duluan. Seharusnya dia tetap mengecek keadaan suaminya meski mereka sedang bertengkar.

"Kyungsoo, gwenchana?" ujar Jongin lembut.

Jongin memeriksa tubuh Kyungsoo yang panas. Dia membelai lembut pipi Kyungsoo yang sepertinya berubah menjadi sedikit cekung. Apa dia tidak makan dengan baik?

"Dia sudah makan?" tanya Jongin pada Yemi.

"Tadi pagi Tuan Kyungsoo-ssi makan. Tapi siang ini belum. Sudah tiga hari juga nafsu makan Tuan tidak begitu besar,".

Don't You Give Up, I Won't Give UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang