9 | Aneh √

69 14 2
                                    

•••

Pagi itu, Arino akhirnya kembali pulang ke rumah. Matahari baru saja terbit, dan langit masih berwarna jingga saat Liana melihat Arino berjalan perlahan menuju pintu. Dengan cepat, Liana menghampirinya, cemas dan penasaran ke mana Arino pergi semalam. Namun, begitu melihat Arino, dia menyadari ada yang berbeda. Arino tampak lelah dan baunya agak berbeda, seperti telah berjuang keras sepanjang malam.

"Ke mana saja kau semalam?" tanya Liana, menatapnya dengan penuh kekhawatiran.

Arino hanya menggeleng pelan, matanya setengah tertutup karena kelelahan. "Aku perlu istirahat sebentar," jawabnya singkat, suaranya serak.

Melihat kondisi Arino yang sangat kelelahan, Liana memutuskan untuk tidak mendesaknya lebih lanjut. Dia tanpa kata mengikuti Arino dari belakang, seperti mengantarnya ke kamar. "Baiklah, beristirahatlah," ujarnya sambil membimbingnya ke tempat tidur.

Arino merebahkan diri dengan berat, dan dalam beberapa detik, dia sudah tertidur lelap. Liana menatapnya sejenak, memastikan Arino benar-benar nyaman sebelum keluar kamar dan menutup pintu perlahan.

"Kenapa dengan dia?" Ngumam liana dan pergi dari ruangan tersebut.

Setelah memastikan Arino beristirahat dengan nyaman, Liana memutuskan untuk berkebun di halaman rumah. Rumah itu terasa kurang hidup dan kurang enak dipandang, dan Liana berpikir bahwa menambahkan beberapa tanaman akan membuat suasana lebih segar. Dengan semangat, dia mengajak beberapa omega untuk membantunya.

"Rumah ini akan terlihat jauh lebih indah dengan bunga-bunga ini luna," kata salah satu omega sambil tersenyum saat mereka mulai menanam bibit.

Liana mengangguk. "Aku berharap begitu. Rumah ini membutuhkan sedikit warna agar terlihat kehidupan di sini."

Para omega-itu mulai bekerja dengan giat, menggali tanah, menanam bibit, dan menyiram tanaman dengan air. Liana merasa damai dan puas melihat hasil kerja keras mereka.

"Aku suka berkebun. Rasanya menyenangkan bisa merawat sesuatu dan melihatnya tumbuh," kata liana mencoba bercerita, ia mencoba mengalihkan pikirannya dari kekhawatiran tentang Arino.

Omega lainnya mengangguk. "Itu hobby yang sangat bagus Luna. Berkebun juga memberikan ketenangan. Kami akan membantu anda membuat rumah ini hidup"

Liana tersenyum, merasa terhubung dengan para omega. "Terima kasih atas bantuan kalian. Ini membuat pekerjaan terasa lebih ringan dan menyenangkan."

Mereka melanjutkan pekerjaan mereka dengan semangat, menata tanaman dengan hati-hati, memastikan setiap bibit mendapat cukup air dan sinar matahari. Perlahan-lahan, halaman rumah yang tadinya tandus mulai terlihat lebih hidup dan berwarna. Liana merasakan kepuasan melihat perubahan tersebut. Beberapa tanaman bunga merupakan tanaman yang sudah tumbuh sehingga hasilnya cukup cepat terlihat indahnya.

Sore harinya, Ethan datang mencari Arino untuk berdiskusi.

"Sebentar ya, di tidur tadi. Silahkan duduk ethan"

"Terima kasih luna"

Liana segera beranjak menuju kamar untuk membangunkan Arino yang ia lihat masih terlelap. Ia mengoyangkan bahu Arino pelan.

"Ethan mencarimu. Dia bilang ada yang harus dibincangkan"

Arino bergumam tak jelas dan perlahan bangun.

"Ethan mencari mu. Dia ada di ruang tamu" liana lagi.

Arino mengangguk kecik dan segera bangun. Lelaki itu yang sudah merasa sedikit lebih segar setelah tidur, berusaha fokus pada pembicaraan meskipun lelah masih tampak di wajahnya. Mereka berkumpul di ruang tamu yang kini terasa lebih nyaman dengan pemandangan halaman yang mulai hijau.

"Ada masalah?"

"Kita harus membahas masalah keamanan di wilayah perbatasan. Ada laporan tentang peningkatan aktivitas musuh," kata Ethan dengan nada serius, membuka diskusi.

Arino mengangguk, mengambil peta dari meja dan membentangkannya di depan mereka. "Kita perlu memperkuat penjagaan di titik-titik ini," katanya sambil menunjuk beberapa lokasi strategis. "Dan kita harus mengirim patroli tambahan untuk memastikan tidak ada penyusup yang bisa masuk."

Ethan mengangguk setuju. "Aku sudah menghubungi beberapa pasukan tambahan. Mereka bisa tiba di sini dalam dua hari."

"Bagus," jawab Arino. "Pastikan mereka dilatih dengan baik dan siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Kita tidak bisa mengambil risiko."

Diskusi terus berlanjut dengan intens. Mereka membahas berbagai strategi dan taktik untuk memastikan keamanan wilayah mereka. Ethan dan Arino berbicara tentang logistik, alokasi sumber daya, dan rencana darurat jika terjadi serangan mendadak. Suara mereka rendah namun tegas, mencerminkan betapa seriusnya situasi yang mereka hadapi.

●●●

Ketika malam tiba, suasana rumah mulai tenang. Liana yang sejak sore sudah merasa gelisah, mulai merasakan sesuatu yang aneh. Tubuhnya mulai terasa panas dan tidak nyaman.

"Apakah ini heat?" Gumam liana sendiri. Ia belum pernha merasakan hal ini. Kecuali ketika pertama kali bertemu arino saat itu. Tapi rasanya ini jauh berbeda.

Dia merasa keringat membasahi kulitnya dan detak jantungnya semakin cepat. Pakaian tipis yang dikenakannya terasa tidak nyaman, dan rambutnya berantakan akibat kegelisahan. Ia merasa gerah jika memakai pakaian tebal apalagi tubuhnya terus panas dan berkeringat tanpa alasan.

Dengan tubuh gemetar, Liana keluar dari kamarnya. Dia berjalan perlahan menuju ruang tamu, di mana Arino dan Ethan masih berdiskusi. "Arino, kita harus ke kamar sekarang," desaknya dengan nada putus asa, suaranya bergetar.

Awalnya, Arino marah karena diskusinya terganggu. "Liana, kita sedang membahas sesuatu yang penting," ujarnya dengan nada tegas. Namun, saat melihat kondisi Liana yang tidak biasa, dia segera menyadari apa yang sedang terjadi. Heat-nya telah datang, dan Liana membutuhkannya.

Arino segera berubah sikap. "Ethan, teruskan diskusi dengan Crist," perintahnya dengan tegas. "Dan pastikan para penjaga berjaga ketat di seluruh rumah, tapi jangan ada yang mendekat ke kamar kami."

Ethan, meskipun terlihat sedikit bingung, segera mengangguk dan melaksanakan perintah Arino. "Baik, akan segera aku atur," jawabnya.

Setelah memberikan instruksi, Arino segera menyusul Liana ke kamar. Dia memeluknya dengan lembut, mencoba menenangkan gemetar di tubuhnya. "Aku di sini," bisiknya dengan lembut, memastikan Liana merasakan kehadirannya.

Dengan perhatian dan kepedulian yang mendalam, Arino menemaninya melalui masa-masa sulit itu, memastikan Liana mendapatkan kenyamanan yang dibutuhkannya. Mereka berdua berusaha melewati malam itu dengan penuh pengertian dan kasih sayang, saling mendukung dalam setiap langkah. Arino menjaga Liana dengan penuh perhatian, memastikan bahwa dia merasa aman dan dicintai di saat-saat yang paling rentan.

••

To Be Continued 🐺

My Mate [Lee Know - Lia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang