Chapter III

211 12 0
                                    

Tanpa terasa cahaya terang alami telah pergi digantikan cahaya buatan hasil mahakarya manusia. Menerangi setiap jalan yang sering di jajaki berbagai umat tidak hanya umat manusia, begitu pula di setiap ruangan terlihat dari sinar keluar membingkai isi jendela. Beberapanya ada yang tidak, antara lupa di terangi atau memang tak ada penghuni. Seperti tempat Mosca, lupa diterangi sangkin asik mendengarkan percakapan berbagai macam orang dari ruang pertemuan virtual. Lebih banyak diam dan mic dibuat mode mati, pergi ke ruang pertemuan virtual berikutnya usai yang satu kelar melakukan hal yang sama. Seperti itu tahu tahu toa kepalanya berteriak pening lebih parah dari tadi siang meraung. Tentu saja raungan itu tak diacuhkan, namanya juga Mosca, pantang tidur sebelum kerjaan beres lupa kalau istirahat juga bagian dari kerja. Dikuatkannya untuk mengurus berkas yang sudah sampai di atas meja kerjanya memaksakan diri, membolak balik lembaran disana entah apa yang dibaca pokoknya serius sampai sampai sesi pertemuan berakhir tanpa sepengetahuan.

Dan tiba tiba bayangan Lala muncul mengalihkan tatapannya pada telepon pintar di sebelah tablet. Dibukalah daftar pesan ngantri minta dibaca tetapi tak ada pesan dari orang yang dinanti. Merasa tidak percaya Mosca membuat panggilan kepada sumber terpercaya menggali informasi, basa basi sekedarnya lalu menerima nasihat untuk lebih sering keluar rumah, Mosca menutup sambungan masih sopan membuat sambungan berikutnya. Satu... dua... tiga... empat... tak diangkat, Mosca membuat sambungan lagi dan tetap tak diangkat. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, berpikir sudah jam istirahat Mosca memutuskan membasuh diri rencananya akan menghubungi lagi besok pagi. Berharap pancuran air hangat bisa meringankan suara toa di kepalanya dan separuh tenaganya akan pulih kembali untuk sekedar membaca laporan, Mosca melewati ruangan berpintu geser di sisi kanan dan kiri yang dijadikan kamar tidur. Membuka lemari compact menjulang tinggi dari langit langit hingga lantai yang menjadi pemisah antara kamar tidur dan kamar mandi, mengambil jubah tidur berwarna merah, dan tak ada angin tak ada hujan Mosca memutuskan begitu saja untuk pergi ke dapur membasahi kerongkongan terlebih dahulu. Mengitari pulau tempat meja bar dijadikan meja serbaguna dari kegiatan masak memasak hingga meja makan, membuka lemari pendingin dua pintu disana menenggak air dingin langsung dari botol mirip dirigen lalu menyalakan lampu masih terbiasa akan lampu otomatis di rumah utamanya padahal hampir sepanjang tahun tinggal di apartemen.

Mosca kembali pada tujuan awal, membersihkan diri menikmati pancuran hangat, melepaskan pakaian yang terasa mulai lengket dari pagi belum di ganti. Melunakkan otot ototnya yang terasa tegang tiap kali melakukan kegiatan berpikir, diambilnya shampoo beraroma favorit yang sampai sekarang tak pernah ia ganti begitu pula sabunnya. Merebakkan harum laut dari pantai selatan, harum yang pernah disebut memabukkan. Mosca tersenyum geli mengingat bagaimana pujian itu diucapkan dalam nada mendamba... ralat... nada orang mabuk. Pujian yang membuatnya tak pernah berpaling untuk mencoba aroma baru apapun ucapan para pengulas dan tim marketing. Sebut saja dirinya sentimental, ia sendiri juga mengakui hal itu.

Mosca sempat sempatnya bersenandung ria memamerkan garis keturunan musisi yang tak pernah muncul di permukaan. Mengeringkan tubuh lalu dibalut dengan jubah tidur tipis hanya sekedar formalitas menyentuh kulit, baru kakinya mendarat di keset empuk depan kamar mandi peningnya malah menjadi jadi. Tlung! Dengan susah payah Mosca meraih benda pipih tersebut. Memegang apapun yang bisa dipegang sebagai penopang bobotnya, mendapati pesan dari Lala yang sampai Mosca segera duduk membaca isi surat elektronik tersebut.

"W'sup?" - Lalana Khumpai.

"Kenapa tidak ada kabar?" - Moscana Dahlqvist.

"Oh ya, biar jangan aku terus yang duluan kirim pesan." - Lalana Khumpai.

Tak bisa marah Mosca tersenyum geli sebelum kepalanya kembali terasa seperti dihantam telapak tangan golem. Mosca mendongak memejamkan mata, menahan otak yang sebentar lagi lumer keluar dari lubang hidung dan tlung! Pesan berikutnya tiba.

Adorable Bottom CEO [Mature]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang