MELIHAT KE SANA kemari, mata tajam bak seekor terus mengintai di sekeliling seolah tengah mengawasi mangsa. Netra kelam berbingkai alis tebal nan hitam tersebut tak henti memidai seisi ruangan, mencari sesuatu yang menggemaskan dan menyebalkan di waktu bersamaan.
"Kara, kamu lebih suka Chinesse food, Korean food, Indonesian food, or western—"
"Gue lebih suka makanan Korea."
Melirik kesal, perempuan berbehel di dekat Baskara lantas segera tersenyum dan membalas, "Oh ya? Kakak pintar masak semua jenis makanan, lho. Kamu mau dimasakin juga?"
"Mau, dong!" Dita menjawab cepat dan menjadikan senyum sang penanya kian melebar. "Tapi," –Dita tersenyum miring– "Swasta sukanya makanan Indonesia dan paling suka sama nasi goreng. Kalo Kak Kara, lo masakin mie aja Kakak udah seneng, jadi gak perlu repot masakin. Cukup gue sama Swasta aja, oke? Lho, kenapa mukanya kayak gitu? Gak suka, ya?"
Baskara hanya menatap malas interaksi antara dua orang di hadapan, sama sekali tak berniat mengehentikan aksi jahil adiknya lepada sang pacar. Dia tak peduli. Yang dia pedulikan hanyalah kapan yang dia cari akan tampak di pelupuk mata.
"Bangsat!" Baskara menggebrak meja. Giginya bergemeletuk menahan kekesalan yang naik hingga ke ubun-ubun. "Jangan sentuh gue, Sialan!" sentaknya kepada si perempuan behel yang bergelayut di lengannya.
Baskara mengusap wajah kasar. Meski rasa ingin memukuli wajah di balik kacamata di depan sana menggebu-gebu, Baskara memilih untuk menahan diri. Dia tak peduli. Benar-benar tak peduli lagi sekarang.
"Swasta." Dita mengamati tiga orang yang barusan tiba lalu kemudian menggeleng, menolak percaya . "Jangan bilang elo beneran jadian sama Kak Shevano? Sejak kapan?"
"Semenjak sepekan lalu," jawab Swasta lancar. Matanya melirik ke sisi kanan meja dan bertemu pandang dengan mata tajam yang kian menyeramkan ketika mendelik. Lantaran tak ingin lebih mengontaminasi matanya, Swasta segeta melengos. Memandang ke mana pun asal tidak berkontak dengan mata tajam tersebut. Sungguh, dia tidak ingin mati berdiri. "J–jadi jangan pernah ada yang ganggu pacar gue lagi."
Alan mengambil duduk di sebelah Dita. Bertemu dengan pujaan hati membuat Alan lupa hobinya meluruskan masalah. Pun, ia sudah tak menyaksikan reaksi sang pujaan hati atas kejutan yang telah ia persiapkan. Bahkan ia sempat melupakan bujukannya kepada seseorang beberapa saat lepas. Andai saja bernapas tidak otomatis, mungkin Alan juga akan lupa.
Orang jatuh cinta memang semengerikan itu.
Swasta mencebikkan bibirnya jijik ketika Dita bertanya dengan lagak sok imut, "Apa itu?"
Itu sungguh sangat memuakkan. Swasta tidak benci, hanya sedikit kesal. Apa lagi ketika Alan meminta atau lebih tepat dikatakan memaksa seorang Arin yang jalan ke kantin saja sudah sangat terpaksa untuk menunggu di luar semetara dia berlagak menjadi pemberi kejutan. Untungnya Swasta tidak termasuk dalam kejutan. Sebenarnya masuk, tapi Swasta tidak ingin.
"Masa lo gak mau liat sahabat sama temen sekelas lo bahagia?"
Itulah kalimat ajaib Alan yang entah disusupi mantra apa hingga bisa meluluhkan hati Arin.
Sesuai dugaan Swasta, kini Dita tengah terpaku dengan mulut menganga mengenaskan pada objek yang sekarang tengah berjalan ke arah meja panjang berisi empat orang dan dua orang yang masih berdiri di tempat dengan wajah malas khasnya. Swasta takut akan ada lalat yang masuk ke sana karena salah mengira itu adalah sarang.
Dita mengucek mata setelah sadar dari terpaku guna memastikan bahwa apa yang tersaji de depannya bukan sekadar manifestasi dari rasa rindu belakak kepada sang sahabat. Lalu, setelah yakin bahwa yang ia lihat bukanlah ilusi, gadis itu langsung berdiri dan menghambur ke pelukan Arin sambil menangis sesegukan dan sontak mengundang tatapan heran dari para pengunjung kantin serta Alan yang kelabakan lantaran sama sekali tak menyangka akan seperti itu reaksi Dita. Swasta pula harus rela dirinya ditarik masuk ke dalam acara peluk-pelukan--tidak ada sesi melompat-lompat jika kalian berpikir itu akan terjadi--itu walau berat hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) Aesthetic Life
Художественная проза"Tuhan, izinkanlah kebahagiaan menghampiriku, kendati hanya sepersekian dari sisa waktu yang Engkau berikan." ~Saujana Swastamita~