|-IX-| Baskara dan Kenangan Masa Lalu

10 2 0
                                    

DUA ORANG ANAK kecil berlarian dari teras menuju taman bermain kecil. Di sana, terdapat seorang gadis dan lelaki yang tengah berbincang seru di atas ayunan. Terlihat sesekali si lelaki mencubit gemas pipi gadis di sebelah dan dibalas dengan geplakan keras di bahu oleh pihak lain. Si lelaki semakin melebarkan tarikan senyum kala melihat perubahan wajah si gadis karena ulahnya.

Dua orang anak kecil tadi berlari dengan kaki mungilnya sambil berteriak nyaring meneriakkan satu nama.

"Kak Suya! Kak Suya!" panggil anak kecil yang kuncir kudanya berantakan akibat berlarian. Anak itu berhenti tepat di ayunan yang diduduki oleh si gadis. Dengan napas terengah-engah, ia berucap, "Kak Suya—"

"Erin, yang bener manggil kakaknya."

"Gapapa, B. Aku suka," kata si gadis yang dipanggil Suya tadi. "Panggil Kak Suya aja, namanya lucu." Suya merapikan anakan rambut Erin yang tampak berantakan. "Kenapa lari-lari?" tanyanya kemudian.

Erin yang masih berusaha mengatur napas mendongak. Ia tersenyum lebar seakan memamerkan giginya yang ompong di bagian depan. "Yeye nantangin Eyin gambay," ucapnya cadel seraya menunjuk pada anak yang tertinggal di belakang.

Suya tampak antusias dengan yang dikatakan Erin. Matanya tampak berbinar tatkala menatap sebuah buku gambar yang ditunjukkan oleh anak kecil berkuncir kuda itu. "Waah, bagus banget! Erin pinter gambar, 'ya."

Wajah anak kecil tadi terlihat bangga.

"R-Rere juga bisa gambar!" Rere, anak yang tadi tertinggal berucap. Ia kemudian bergeser ke depan Suya. "Lihat, gambar Rere juga gak kalah bagus dari Erin." Anak berambut pendek itu menyerahkan buku gambar di tangannya pada Suya. Wajahnya harap-harap cemas menunggu tanggapan dari orang di depannya, yang dengan serius menilai gambar bergantian dengan milik Erin.

Sambil berpura-pura menilai dua gambar di tangannya, Suya melirik pada dua anak perempuan yang menatapnya dengan wajah berharap, menggemaskan. Ia melipat bibirnya ke dalam, menahan senyum yang berontak ingin terbit. Berdeham sekali, ia lalu mendongakkan kepalanya. "Gambarnya, dua-duanya ...." Sengaja menggantung kalimatnya hanya untuk melihat ekspresi dua anak di depannya, yang berubah setiap detiknya. Ia memeluk kedua gambar tersebut dengan wajah memelas. "Dua-duanya bagus, dua-duanya kakak suka. Gimana dong? Rere? Erin?"

Ia menatap bergantian bergantian pada dua anak di depannya. Wajahnya dibuat semelas mungkin.

"Ambil Kak Suya aja, Rere sengaja gambar buat dikasih ke Kak Suya." Rere berkata sambil menyatukan kedua tangannya di depan. Ekspresinya malu-malu.

Erin menyahut semangat, "Iya! Kak Suya bawa pulang aja gambaynya Eyin sama Yeye. Itu hadiah kayena udah mau nemenin Eyin sama Yeye main." Erin membalikkan badannya menghadap Rere yang masih tampak malu-malu. "Ih, tadi kamu bilang gambay buat nantangin aku?"

"Kak Suya benaran suka sama gambar Rere?" tanya Rere mengabaikan Erin. Ia menoleh lalu memeletkan lidahnya pada teman sepermainan, seperjuangan, sepertengkaran, pokoknya banyak seper-seper lain yang ia lakukan bersama anak cadel itu.

Erin yang diperlakukan seperti pun merenggut tak suka. "Kak Suya! Liat Yeye, begitu-begitu sama Eyin!" adunya.

Suya menggeleng kepala melihat tingkah kedua anak itu. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya. "Kakak suka dua-duanya. Serius, bagus semua. Ya 'kan, Kak Kara?" ucapnya sambil mengalihkan atensi pada lelaki di sampingnya.

Melihat interaksi yang terjalin di depan matanya, tak ayal membuat wajah lelaki yang terkenal dengan pengendalian temperamen buruk itu berseri. Senyumnya terkembang sempurna, sebelum kemudian ia mengangguk mengiyakan pertanyaan dari gadis yang berhasil meluluhkan hatinya hanya dengan senyuman.

(Not) Aesthetic LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang