DUA PULUH TUJUH.

139 7 7
                                    

"Dari yang kamu jelaskan tadi, mengenai gejala yang di alami Clara, besar kemungkinan dia mempunyai gangguan PTSD."

Edgar mengerutkan dahinya kala mendengar penjelasan psikologi teman papi'nya, "PTSD?" tanyanya tidak mengerti.

"Trauma yang akan di alami oleh korban pelecehan seksual adalah PTSD. Jika seseorang mengalami ini, orang tersebut akan merasa takut, marah, merasa bersalah, cemas berlebihan." jelas psikologi laki-laki itu.

"Dan Clara mengalami itu semua, bukan?"

"Tapi sebelumnya biasa-biasa aja om, beberapa minggu setelah kita nikah Clara baru nunjukin gejala ini, paling parah pas malam pertama." sangkalnya mengingat keadaan Clara baik-baik saja sebelum menikah.

"Mungkin selama ini Clara berusaha melawan rasa takut itu sendirian," ucapnya sambil menyesap air kopi yang tersaji.

"Kita tidak pernah tau perubahan batin dan emosinya, jika Clara terus menerus mengalami mimpi yang mengingatkannya pada malam itu. Keadaannya akan semakin memburuk." jelasnya lagi.

Seketika hatinya mencolos mendengar semua penjelasan psikologi itu. Apakah benar selama ini wanitanya menahan semua penderitaannya sendirian? Cinta macam apa ini, dia hanya menjerumuskan Clara kedalam lembah penderitaan yang begitu dalam.

Sungguh, Edgar menyesali perbuatannya dulu. Jika tau akan seperti ini jadinya, sebisa mungkin ia akan menahan emosi dan nafsunya malam itu. Tapi sekarang percuma, percuma menyesal sudah terlanjur seperti ini.

"Kamu tau? Bahkan seorang istripun bisa mengalami gangguan seperti ini jika mengalami pemaksaan. Apalagi ini Clara yang kamu perkosa. Dia masih sangat muda dan polos, potensinya lebih besar untuk mengalami hal seperti ini. Kontrol nafsumu Gar, apa lagi sekarang Clara sedang mengandung."

"Nggak usah di bahas lagi kali om, Edgar cowok dewasa, normal lagi." ucapnya ketus. Jawabannya hanya mendapatkan kekehan dari teman papinya.

"Masih bisa sembuh kan, om?" tanyanya penuh harap.

"Mungkin bisa, tapi trauma yang timbul tidak akan hilang begitu saja, itu akan memakan waktu yang cukup lama. Jika tidak di tangani dengan baik trauma tersebut bisa berakibat fatal, mulai dari depresi berkepanjangan sampai bunuh diri."

Edgar semakin merutuki dirinya kala kata terakhir yang di ucapkan itu masuk kedalam gendang telinganya. Separah itu akibatnya? Jangan sampai wanitanya mengakhiri hidupnya karena trauma yang ia buat.

"Peran kamu sebagai seorang suami dalam penyembuhan ini sangat penting. Kamu juga harus ekstra sabar menghadapi wanita hamil. Di tambah trauma Clara yang kapan saja bisa muncul, emosinya akan sulit terkontrol, moodnya yang berubah-ubah."

"Banyak juga ya tugas Edgar buat bantuin Clara sembuh?" ucapnya terdengar begitu lesu.

"Ya itu resiko kamu, lain kali lihat-lihat dulu kalau mau perkosa anak orang. Harus yang matang umurnya." ucap dokter Fian memberi saran siapa tau anak dari temannya punya keinginan untuk memperkosa wanita lain.

"Edgar punya istri, ngapain perkosa orang lagi. Lagian nggak ada yang bisa goda Edgar selain Clara, om." bantahnya kesal. Bisa-bisanya dalam situasi seperti ini masih bercanda.

"Dekati Clara pelan-pelan jika dia masih bisa menerima sentuhan dan kehadiran kamu. Tapi sebisa mungkin tahan nafsumu, itu hanya akan membuat Clara semakin trauma. Meskipun tau kamu tidak akan bisa menahan nafsu kamu itu." sarannya sebelum keluar dari caffe tempat mereka bertemu. Karena dokter Fian teman dari papinya ia tidak perlu repot-repot datang ke rumah sakit tempat ia bekerja.

Edgar menarik nafasnya pelan. Tangannya menyugar rambutnya kebelakang, membayangkan semenderita apa malam yang Clara lalui sebelum menikah dengannya. Dan bodohnya penyebab ini semua adalah dirinya sendiri.

Sekarang Edgar merasa menjadi pria yang paling brengsek di dunia ini. Dia sudah gagal menjadi kakak untuk Clara. Apakah nanti dia juga akan gagal menjadi seorang suami dan ayah?

Edgar melukai wanitanya begitu dalam. Bukan fisik yang ia lukai melainkan, mental dan psikis Clara yang ia lukai. Jika fisik Clara yang luka, Edgar masih mampu mengobatinya. Tapi ini sudah termasuk kejiwaannya yang terluka. Bagaimana caranya agar Edgar bisa melepaskan Clara dari trauma yang mendalam ini. Pikirannya buntu untuk saat ini.

***

Edgar memasuki rumahnya dengan lesu tanpa semangat hidup. Ia perlu pelukan dari Clara.

"Sayang." ucapnya saat di dalam kamar, tapi nihil, wanitanya tidak ada di sana. Edgar mengecek kamar mandi kamar mereka tapi tetap tidak ada. Hari sudah menjelang waktu malam. Kemana wanitanya?

Edgar diam sejenak di tepi ranjang memikirkan kemana Clara pergi, atau mungkin ke rumah temannya, tapi Clara tidak punya teman sama sekali.

Atau, pergi dengan Kenzo, mengingat remaja itu sangat ambisius untuk merebut Clara darinya membuat dia yakin bahwa Clara pergi bersama Kenzo tanpa sepengetahuannya.

Awas saja kalau dugaannya benar. Tidak akan ia beri ampun baik wanita ataupun prianya.

"Dari mana? Kok ninggalin Ara sendirian?" suara itu membuat langkahnya menuju pintu utama berhenti. Itu suara Clara yang berjalan dari arah taman belakang.

Edgar membalikan badannya. "kakak habis dari kantor papi, ada urusan," ucapnya bohong.

"Kakak pikir kamu pergi sama si Kenzo setan itu." ucapnya malas menyebut nama musuhnya itu.

"Kenzo mana tau rumah baru kita," ntah kaka- suaminya pikun atau bagai mana. Ini rumah baru mereka dan yang tau hanya kedua orang tua mereka. Bahkan curut-curut Edgar tidak tahu. Lalu, bagi mana bisa suaminya berpikiran seperti itu.

"Ara tadi masak, kakak mau makan?" tanyanya semangat. Dia sengaja membuat masakan untuk Edgar, dan berharap lelaki itu mau memakannya.

Edgar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "kakak nggak laper tadi udah makan," tolaknya halus. Memang benar Edgar sudah makan, tadi bersama dokter Fian.

Clara tersenyum simpul, harapannya tidak terwujud. Susah payah dia memasak untuk Edgar apakah dia tau, menahan perutnya yang mual akibat bau bawang putih dan teman-tannya itu tidak lah mudah. Setidaknya cobalah sedikit masakannya supaya hatinya tidak sakit seperti sekarang. Mungkin ini bawaan bayi nya?

"Kakak ke kamar dulu, mau mandi gerah," ucapnya sambil membawa kepala Clara kedepan dadanya.

"Kamu jangan kemana-mana, apalagi kerja yang berat. Ingat kata dokter Dian kamu nggak boleh kecapean." peringatnya takut Clara pergi atau mengerjakan pekerjaan rumah yang berat.

"Iya, kakak nggak usah khawatir."

"Good girl," Edgar mengecup kening Clara lama. Menikmati hatinya yang sakit mengingat penderitaan yang Clara alami.

"Kakak janji, janji buat kamu lepas dari trauma itu. Kakak janji lindungi kalian berdua, sebisa mungkin kakak bahagiain kamu, Clara." janjinya di dalam hati kepada dirinya sendiri.





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Dan Noda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang