TUJUH BELAS

100 22 0
                                    

Mata indah yang tadi sempat terpejam kini mulai terbuka, samar-samar ia bisa melihat cahaya. Perlahan-lahan, mata itu menyesuaikan cahaya lampu di atas langit-langit kamar.

"Akhh," terdengar ringisan kecil dari mulut Clara. Kepalanya berdenyut sakit, kedua tangannya memegangi plipisnya dan memberikan pijatan lembut.

Seperkian detik netranya menangkap laki-laki paruh baya yang menatapnya dengan sendu.

"Pa–pah, maaf hiks," matanya basah kembali, ia genggam tangan pria yang menjadi cinta pertamanya itu, rasanya ingin sekali bersujud di bawah kakinya untuk memohon maaf atas perbuatannya.

"Ssstth," Dani membantu Clara untuk duduk, ia dekap kepala putrinya didepan dada.

"Maafin Papah, sayang.." raut wajahnya mendung, mata tajam yang di hiasi kaca-kaca itu menatap putrinya penuh cinta.

"Sakit ya?" tanyanya dengan air mata yang sudah meluruh.

"Mana yang sakit sayang, kasih tau Papah," tangan Dani mengusap pipi Clara yang di hiasi lebam di sudut bibirnya. Akibat tamparan sangat keras yang ia berikan tadi.

"Papah pasti kecewa sama Ara, maafin Ara,"

"Nggak sayang, kamu gak salah. Papah yang salah,"

"Ta–tapi.." ucapannya terpotong

"Dengerin papah, papah sama mamah yang lalai jaga kamu, tidak ada orang tua yang lalai menjaga anaknya, kecuali papah." ucapnya dengan nada bergetar. Tangan Dani terus mengusap lembut kepala Clara.

"Andai saja, papah tidak memberikan kepercayaan kepada pria brengsek itu untuk jaga putri kesayangan Papah."

"Tapi Ara yang salah.. Ara bikin Kak Edgar marah,"

"Cih! Apapun alasannya, papah gak akan pernah terima harga diri putri kesayangan Papah direnggut." tersiar nada kebencian di dadanya.

"Bahkan, papah berniat jeblosin dia kedalam penjara." tangannya terkepal di atas kepala Clara.

Deg

Hatinya mencolos mendengar ucapan papahnya, ia mengangkat wajahnya mencoba menatap manik tajam Dani. Ia tidak tega melihat pria yang sudah mengisi hatinya mendekam di balik jeruji besi yang dingin itu.

Jika Edgar masuk penjara, siapa yang akan tanggung jawab atas janin yang ada di dalam perut kecilnya?

"Papah masih sanggup biayain putri beserta calon cucu Papah, tanpa bantuan pria berengsek itu." Dani seakan tau isi pikiran Clara saat ini,

****

Jika kalian bertanya, kenapa orang tua Clara bisa tau dia sedang mengandung bahkan, Clara sendiripun tadinya tidak tau bahwa dirinya sedang hamil.

Selepas sarapan tadi, Clara memilih beristirahat di kamar. Karena badannya sedikit menggigil dan kepalanya seakan ditimpa gajah, sangat berat. Terlebih ia juga muak melihat kedekatan Edgar bersama pacarnya itu.

Ia tarik selimut tebal itu hingga menutup tubuhnya, dan hanya menyisakan matanya saja yang terlihat.

Dulu jika Clara sakit, Edgar akan mendekapnya sampai tubuh Clara sedikit membaik, dekapan Edgar mampu menyalurkan ketenangan, lalu membuatkan bubur untuk nya. Argghh secepatnya Clara membuang kaset rusak kisah masa lalunya itu jauh-jauh. Bisa-bisanya dalam keadaan seperti ini pikirannya di penuhi oleh Edgar.

Terdengar langkah kaki mengarah ke-pintu kamarnya. Tok tok tok tidak lama pintu itu terbuka.

"Loh, Ara kamu kenapa sayang?" tanyanya mengecek suhu badan Clara.

"Kamu demam? Kenapa gak bilang Mamah?" Rani khawatir dengan keadaan putrinya sekarang, wajahnya pucat hampir mirip mayat, suhu badan nya sangat tinggi.

"Ara gak papa kok Mah, cuma pusing aja,"

"Mamah panggilin dokter ya?" tanyanya.

''Terserah Mamah." ucapnya kembali memejamkan mata.

30 menit kemudian dokter wanita datang ke-kediaman vila mereka.
C

lara diam saja memperhatikan dokter itu memeriksa tubuhnya.

"Gimana dok, keadaan anak saya?" raut wajah Rani terlihat sangat khawatir.

"Ahh ya, hanya kelelahan saja, sebaiknya istirahat yang cukup, asupan makanannya juga di jaga. Demamnya cukup tinggi." penjelasan dokter itu, Clara hanya mengangguk lalu memejamkan matanya kembali.

"Boleh kita bicara di luar sebentar, bu?" tanyanya.

"Sekalian saya tuliskan resep obat dan vitaminnya," lanjutnya lagi.

Rani keluar bersama dokter perempuan itu, tidak lama, pintu kamar kembali terbuka. Rani kembali dengan membawa kantong plastik berisikan obat.

"Ara cuman demam kan Mah?" Rani mengangguk sebagai jawaban, elusan di puncak kepala Clara sangat lembut dan nyaman, membuat ia mengantuk.

"Ara istirahat ya, mamah keluar dulu mau ngasih tau papah."

****

Ntah sudah berapa lama Clara memejamkan mata, saat ia membuka mata, wajah Rani yang pertama Clara lihat, wajahnya penuh kekhawatiran.

"Udah baikan?" tanyanya sambil terus mengusap puncuk kepalanya.

"Udah, mah,"

"Kita kebawah ya, udah di tungguin." ucapnya.

Clara menautkan kedua alisnya, heran. "Di tungguin, maksudnya?" ucapnya dalam hati.

Benar saja apa kata Rani Mamahnya tadi. Clara menautkan kedua alisnya, heran. Semua orang sudah berkumpul di ruang tamu termasuk Annetha. Clara mengedarkan pandangannya mencari keberadaan laki-laki itu namun, matanya tidak menemukan Edgar di dalam ruangan itu. Ntahlah dia tidak peduli.

"Ada acara apa? Kok pada kumpul semua?" tanyanya dengan wajah sedikit ceria.

"Duduk." suara Dani terdengar begitu dingin.

"Kapan kamu datang bulan Clara?" Rani yang bertanya dengan suara yang parau menahan tangis.

Deg

Clara melupakan itu, dua bulan setelah melakukan itu bersama Edgar ia tidak kedatangan tamu bulanannya.

"Araa..." ucapnya gugup.

"Ikut Mami yuk nak," ajak Mami nya Edgar. Clara mengikuti Melani sampai kedepan kamar mandi.

"Kita ngapain ke kamar mandi Mih?" tanyanya bingung.

"Coba dulu gih, Mamih tunggu di luar ya, sayang." Mamih nya menyodorkan satu buah Tesfek membuat Clara semakin bingung.

"Buat apa? Ara gak hamil." ucapnya tegas.

"Coba dulu ya, sayang." tangannya mendorong pelan tubuh Clara untuk masuk kedalam kamar mandi.

Tadi, dokter yang memeriksa keadaan Clara menyatakan bahwa Clara hamil, kandungannya baru menginjak 6 minggu. Maka dari itu Clara di suruh Melani untuk memastikan apakah betul apa yang di sampaikan dokter itu. Dan benar saja hasilnya dua garis merah tertera jelas di alat kehamilan itu. Terjadilah adegan murkaan Dani.

Cinta Dan Noda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang