17

0 1 0
                                    

"Cie, salting," ledek Reisha.

"Gue mau ke kelas, lo udah mendingan belum?" tanya Elvan.

"Lumayan," jawab Reisha. Keduanya pergi meninggalkan UKS dan berjalan beriringan menuju kelas.

" Rei ... kayaknya gue nggak lanjut sekolah," ucap Elvan.

"Madsud lo?" tanya Reisha.

"Lo tau kan, kalau Oma sakit. Dan butuh biaya banyak," kata Elvan.

"Gue bantu," cetus Reisha.

"Nggak perlu. Lagian lo dapat uang pasti dari papa tiri lo, kan? Gue nggak mau ngerepotin," ucap Elvan.

"El ..."

"Gue bakal keluar dari sekolah ini minggu depan. Jadi, gue pengen habisin akhir pekan ini sama lo."

"Tapi, lo jadi kan, nempatin rumah lama gue?"

"Untuk itu, gue udah cari tempat yang pas sama dompet yang gue punya. Gue nggak mau nyusahin lo," ucap Elvan membuat Reisha terdiam tanpa kata.

"El ..." ucap Reisha menahan tangisnya.

"Giamana kalau kita habisin waktu sepekan ini berdua?"

"Maksud lo?"

"Pulang sekolah sibuk nggak?" tanya Elvan spontan.

"Nggak."

" Giamana kalau pulang sekolah nanti, kita jalan?" ajak Elvan.

"Em, boleh."

Waktu yang ditunggu Elvan beberapa jam lalu, kini sudah tiba. Di mana waktu belajar di sekolah sudah usai keduanya berjalan beriringan menuju gerbang.

"Gue mau ajak lo ke suatu tempat."

"Ke mana?"

"Ikut gue aja, nanti lo juga tau," ucap Elvan sembari menarik tangan Reisha.

"Pegangan yang kuat," ucap Elvan sembari menarik tangan Reisha dalam dekapannya.

Jalan yang sepi, namun menarik dilihat mata. Sawah yang luas dengan langit cerah sore hari, ditambah lagi semilir angin yang menerpa wajah seakan-akan ingin ikut terbang bersama para burung yang hendak pulang ke sarang.

"Lo sering ke sini?" tanya Reisha.

"Iya ..."

"Kok nggak ngajak gue, sih?" ucap Reisha sambil memasang mimik wajah manyun.

"Lo suka?" tanya Elvan.

"Suka banget!" jawab Reisha.

"Pasti nanti lo lebih suka."

"Ada yang lebih bagus lagi?"

"Ciptaan Tuhan itu bukannya semua bagus?" Ucapan Elvan barusan membuat ia tertegun.

Cukup lama mereka berdua menyusuri jalan dan sawah namun suasananya tidak membuatnya bosan, malah kalau boleh memilih Reisha ingin hidup di antara orang-orang di sini. Terdengar suara adzan yang berkumandang, anak-anak berlarian menuju masjid untuk mengaji dan bersembahyang.

Hidup damai tanpa drama, adalah keinginan semua orang yang belum tentu orang lain rasakan. Reisha menikmati pemandangan sore ini terlihat jelas langit sudah mulai senja. Dan suara katak yang saling bersahutan, membuat siapa saja yang ada disini akan merasa nyaman.

Motor yang di tumpangi Reisha dan Elvan berhenti di tepi sungai. Reisha yang melihat pemandangan langka ini langsung menghampiri sungai jernih yang ada di tempat itu. Sangat jernih, bahkan Reisha dapat melihat ikan dan bebatuan di dasar sungai. Reisha mencoba membasuh mukanya dengan air yang ada di tempat itu, sangat menyegarkan. Lebih segar daripada minuman dingin di dalam kulkas, batin Reisha.

"Bagus banget ya, sampai gue di tinggalin di motor?" keluh Elvan.
"Ya maaf, gue udah nggak sabar mau lihat ikan di sini,"

"Mau lihat tempat yang lebih bagus lagi, nggak?"

"Mana?"

"Sini, ikut gue."

Elvan mengajak Reisha menaiki sebuah sepeda yang sempat ia sewa. Keduanya tampak sangat serasi bersama. Elvan mengayuh sepedanya kuat menaiki tanjakan ringan yang ada di hadapannya.

"Kenapa sih, lo sukanya nyusahin diri? Pakai motor kan, bisa."

"Udah terlalu sering naik motor, lagi pula kalau naik sepeda jadi kena banget vibes-nya".

AuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang