16

0 1 0
                                    

"Oke, berati semua ikut, ya. Papa nggak mau, pas hari H kalian ada yang bilang sibuklah, ada kerjaan lah," ucap Noval. Yang mendapat jawaban anggukan dari semua orang.

🍁🍁🍁

Pagi tiba, kini Reisha berangkat bersama Alfan dan Zera, karena menurut Reisha tidak ada salahnya berangkat bersama saudaranya. Selain menambah akrab Reisha juga merasa punya teman.

Sesampainya di gerbang sekolah, Aksha terlihat sedang menunggu seseorang di sana. Zera yang melihat Aksha langsung tersenyum, dan hendak berlari. Namun sebelum ia menyapa Aksha, Aksha lebih dulu menggandeng tangan Reisha. Zera tersenyum kecut dan berjalan di belakang mereka berdua.

"Rei, ke kantin yuk," ajak Aksha.

"Gue lagi males ke kantin. Mau langsung ke kelas aja," tolak Reisha.

"Gue anterin ke kelasnya, mana tasnya gue bawain," pinta Aksha.

"Nggak usah. Gue bisa sendiri. Lo ke kelas lo aja," tolak Reisha sambil meninggalkan Aksha di tempat.

"Mending bawain tas gue aja gimana?" tawar Zera.

"Males gue," ucap Aksha dan melengang pergi dari Zera.

"Memangnya gue salah apa sih sama lo, Aksha," ucap Zera lirih.

Reisha memasuki kelasnya terlihat kelas yang amat ramai dari biasanya. Terdengar suara adu otot di dalam kelas, Reisha segera masuk ke dalam kelasnya. Ternyata siswa yang adu otot itu adalah Elvan dan Tama— teman sekelasnya. Keduanya kini sudah sama-sama lelah, namun pergulatan itu tetap dilanjutkan. Reisha mencoba masuk ke dalam gerombolan siswa yang sedang menonton. Reisha berusaha mengehentikan keduanya, namun tidak ada tanggapan. Reisha masuk kedalam pergulatan itu.

Bugh!

Tama memukul punggung Reisha. Membuat Reisha pingsan di pelukan Elvan.

"Rei! Bangun, Rei.." ucap Elvan sembari menepuk nepuk pipi Reisha.

"Lanjut besok!" ucap Elvan sembari membawa Reisha ke UKS.

Setelah lima belas menit berlalu, Reisha yang pingsan kini matanya sedikit membuka. Pertama kali yang ia lihat adalah wajah Elvan yang babak belur, sedang memandangi Reisha dengan tatapan kosong.

"El ..."

"Rei ... lo udah sadar?"

"Kenapa lo adu jotos sama Tama?" tanya Reisha.

"Biasa, masalah cowok," jawab Elvan dengan enteng. Reisha mencoba duduk, namun punggungnya terasa kaku.

"Sini gue bantu," tawar Elvan.

"Gue bisa sendiri," ucap Reisha. Namun, kenyataannya ia tak kuat mengangkat badannya sendiri. Tanpa aba-aba, Elvan membantu Reisha duduk.

"Mau makan apa?" tanya Elvan.

Reisha menggeleng. "Ambilin kotak obat yang disana," ucap Reisha sembari menunjuk kotak obat.

"Buat apa?" tanya Elvan ketika berbalik mengambil kotak obat. Reisha menerima kotak obat yang Elvan ambil. "Sini, tiduran di pangkuan gue," ucap Reisha.
Awalnya Elvan ingin menolak, namun gadis yang ada di hadapannya tiba-tiba menarik tangannya kuat. Membuatnya tersungkur di pangkuan Reisha. Reisha mengambil kapas, alkohol serta obat merah yang ada di kotak obat. "Sini gue obatin muka lo, yang nggak berupa ini," ucap Reisha sembari mengobati luka Elvan.

Elvan yang berada di pangkuan Reisha dapat melihat jelas betapa cantiknya dan manisnya gadis yang ada di hadapannya ini. Merasa Elvan menatapnya terlalu dalam, membuat Reisha terpaku dengan keindahan mata yang dimiliki oleh Elvan. Begitu bening dan bersih. Tanpa sengaja, Reisha terlalu keras menekan permukaan kulit yang luka. Membuat Elvan menjerit kesakitan.

"Aw, sakit ..." rintih Elvan kemudian bangkit dari pangkuan sahabatnya itu.

"Maaf nggak sengaja. Nggak lihat tadi," ucap Reisha.

"Terus tadi lihatin apa?" tanya Elvan.

"Ternyata lo ganteng juga ya, El." Mendengar pujian dari Reisha, sontak membuat pipi Elvan bersemu.

AuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang