"Pangeraaan." Merasa namanya terpanggil Pangeran langsung mengedarkan pandangannya mencari sumber suara.
Lalu tak jauh dari tempatnya duduk ia melihat seorang pemuda yang tengah melambaikan tanganya seraya berjalan kearahnya.
"Oy!" Pangeran pun membalas lambaian itu.
Pemuda berkacamata itu berjalan menghampiri Pangeran yang tengah membaca buku paket tersebut.
"Gue duduk disini ya?" Tanya pemuda bername tag Ilham tersebut.
"Iya, duduk aja." Ujar Pangeran mempersilahkan Ilham untuk duduk dihadapannya.
"Nih, gue bawain roti buat lo." Ujar Ilham seraya memberikan Pangeran seplastik roti kemasan.
"Tumben. Ada apa?" Tanya Pangeran.
"Terima dulu nih." Ilham menyodorka plastik berisi roti, kemudian Pangeran menerimanya.
"Makasih." Ujar Pamgeran.
"Masamaaa." Ujar Ilham dengan ceria. "Makasih juga ya Ran. Karena lo gue jadi paham sama materi yang dikasih miss Gabriella."
"Owalah, no problem. Udah jadi kewajiban gue ngajarin temen yang nggak paham sama materinya." Ujar Pangeran seraya tersenyum.
"Eh. Gue mau cerita." Ujar Ilham.
"Tentang orang tua lo?" Tanya Pangeran yang diangguki Ilham.
Pangeran menutup bukunya. Ia langsung menarik tangan Ilham. "Keroof top aja." Bisiknya pada Ilham.
Mereka brrdua segera berjalan menuju keroof top. Tempat paling pas untuk berkeluh kesah. Setelah sampai, mereka berdua segera duduk saling berhadapan.
"Cerita aja Ham. Gue pasti dengerin." Ujar Pangeran, Ilham mengangguk setelah itu langsung memulai cerita nya.
"Orang tua gue berantem Ran. Mereka bilang mau pisah. Mereka udah urus surat-suratnya. Tinggal tanda tangan. Dan mereka nyuruh gue milih, mau tinggal sama mama atau papa. Gue nggak bisa milih Ran. Gue sayang sama mereka. Gue pengennya mereka sama-sama terus. Mereka terlalu egois, nggak mikirin perasaan gue sama sekali. Gue sedih Ran." Ilham menundukkan kepalanya menahan tangis yang memaksa untuk keluar.
Pangeran diam. Tidak tau apa yang harus ia lakukan. "Kemaren papa udah berani main tangan Ran. Gue sakit liat mama digituin. Tapi dositu gue bener-bener nggak bisa apa-apa. Mereka berdua sama-sama salah. Gue nggak tau harus kaya gimana, hiks." Walau sudah berusaha keras menahan tangisnya, Ilham tak mampu menahannya ketika mengingat kejadian dimana papanya menampar mamanya.
Pangeran berpindah posisi. Ia duduk disebelah Ilham, setelahnya ia langsung membawa kepala Ilham untuk bersandar dibahunya. Pangeran sama sekali tidak bisa memberi saran, namun ia selalu menjadi pendengar yang baik untuk teman-temannya.
Ketika teman-temannya tak mampu lagi menahan kesedihan mereka Pangeran akan langsung mengusap kepala, punggung, bahu bahkan tak jarang ia langsung memeluk mereka. Seolah memberi tahu kepada mereka bahwa masih ada dia disini.
Pangeran selalu berhasil menjadi sandara bagi semua orang yang ada disekitarnya.
"Gue, gue harus gimana? Hiks." Isakan Ilham mulai terdengar.
"Gue bingung."
Pangeran terus mengusap surai hitam Ilham. Ia masih terisak, membuat seragam Pangeran sedikit basah oleh air mata yang ia keluarkan. Selang beberapa menit Ilham mengangkat kepalanya lalu menghapus air matanya sendiri.
"Maaf, gara-gara gue seragam lo basah." Ujar Ilham.
"Nggak papa. Cuma basah dikit doang." Ujar Pangeran.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Home [Zhong Chenle]
Novela Juvenil"Ayah, ayah dimana? Pangeran pengen ketemu ayah. Bunda nggak suka sama Pangeran yah, bunda benci Pangeran. Pangeran pengen ketemu ayah."