04

51 12 0
                                        

"Ilham Aditiya?"

"Nggak masuk bu. Kata mama nya sih ada urusan keluarga. Jadi mama Ilham nitip surat ke saya." Ujar salah satu siswa yang rumahnya memang dekat dengan Ilham.

"Owalah, ya sudah ya sudah. Pangeran Akarsana?"

"Hadir bu." Setelah mengabsen seluruh murid, bu Indar-guru sejarah segera memulai kelasnya.

Sementara itu Pangeran sibuk memikirkan Ilham. Apakah ia baik-baik saja? Semoga ia tidak mendapat tekanan batin. Semoga tidak ada urusan serius.

Selama pelajaran Pangeran sama sekali tidak fokus, ia terlampau khawatir pada satu-satunya sahabat yang ia punya.

Yap, selain Ilham, Pangeran sama sekali tidak terlalu akrab dengan temennya yang lain. Biasanya mereka yang mengajak Pangeran untuk mengobrol. Tidak banyak, hanya menanyakan tugas ataupun sekedar meminta contekan.

Karena Pangeran termasuk murid yang cerdas, berbanding terbalik dengan Ilham. Nilai disetiap mata pelajaran rata-rata 50, kadang lebih sedikit tapi juga kadang kurang dari itu.

Mau bagaimana lagi? Ilham sudah mengerahkan seluruh kemampuannya, namun hanya sebatas itu yang ia bisa bisa.

"Pangeran!" Tegur bu Indar.

Pangeran tersentak, seketika ia langsung tersadar dari lamunannya. "Iya ada apa bu?" Tanya Pangeran dengan sopan.

"Coba kamu baca! Ibu perhatikan dari tadi kamu melamun terus." Ujar bu Indar.

Pangeran mulai panik, pasalnya ia tidak tau apa yang harus ia baca.

"Maaf bu, tadi saya kurang memperhatikan. Mana yang harus saya baca ya bu?" Tanya Pangeran.

Bu Indar menghembuskan napas kasar. "Halaman 231 paragraf ke 3. Lain kali perhatikan penjelasan ibu. Kalau sekali lagi ibu lihat kamu tidak memperhatikan, kamu keluar dari kelas saya."

"Iya bu maaf, saya salah." Pangeran menundukkan kepalanya, tidak berani menatap bu Indar dengan wajah kesalnya didepan sana.

"Ya sudah, kamu baca sekarang." Bu Indar mengucapkan kalimat itu dnegan tegas, membuat Pangeran sedikit takut pada beliau.

Dengan segera, Pangeran membaca apa yang ditunjuk oleh bu Indar.

"Oke cukup! Sekarang Rivan! Kamu baca paragraf selanjutnya." Bu Indar menunjuk seorang siswa yang duduk di bangku paling belakang dengan menggunakan penggaris beliau.

"Iya bu." Terlihat ekspresi takut tergambar diwajahnya, sepertinya ia sama sekali tidak memperhatikan.

"Kamu tidak memperhatikan ya?!" Bu Indar meninggikan suaranya, emosi dengan kelakuan Rivan yang seenaknya.

"Hehe." Rivan hanya nyengir sembari menunjukkan gigi gigi nya.

"Kamu keluar! Saya capek ngeladenin kamu tiap hari." Bu Indar menunjuk pintu keluar dengan penggaris.

Dengan wajah berseri Rivan keluar dari kelas. "Makasih bu."

Setelahnya ia benar-benar menghilang dibalik pintu. Bu Indar memijit pelipisnya yang berdenyut. "Tiara! Kamu lanjutkan."

"Iya bu."

Tiara mulai membaca paragraf selanjutnya.

Ting
Ting
Ting
Ting
Ting

Suara notifikasi beruntun membuat semua mata tertuju keasal suara, Pangeran. Hp nya tak berhenti mengeluarkan bunyi.

"PANGERAN! KALAU SEDANG PELAJARAN HP NYA DI SILENT!" Bentak bu Indar yang mulai marah.

From Home [Zhong Chenle]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang