Beberapa hari kemudian, di dunia lain. Dunia nya para Dewa kematian, malaikat dan para makhluk agung lain nya berkumpul.
"Kau sungguh membuat orang yang seharusnya mati mengisi raga seseorang yang ingin mati?" Tanya seorang iblis.
"Ya..." Jawab dewa kematian itu dengan lembut, "apakah kau tidak takut di hukum oleh Tuhan, Xavier?" Tanya seorang malaikat.
"Hmm, bagaimanapun aku telah membuatnya berpindah raga. Jadi aku harus bertanggung jawab," Ucap Xavier.
"Cih, aku benci prilaku mu yang seperti ini. Lagi pula kenapa harus memindahkan jiwa orang yang harusnya meninggal saat itu?" Tanya iblis itu.
"Sudahlah Axel, biarkan saja dia. Aku yakin pasti ada alasan tertentu." Ucap malaikat itu.
"Tapi Ryouta! Bukankah itu sudah keterlaluan? Aku saja seorang iblis tidak berani melakukan itu," Ucap Axel sedikit berteriak.
"Pada dasarnya Xavier sudah di ciptakan untuk mencabut nyawa banyak orang, tapi-" Ucap Ryouta terpotong.
"Tapi apa hah?! Kalau pada dasarnya begitu kenapa dia memindahkan jiwa manusia itu?! Itu resiko terbesar yang telah kau ambil!" Ucap Axel.
"Manusia itu telah membaca Memory book," Ucap Xavier membuat Axel diam seketika.
"Tunggu, bagaimana bisa buku itu ada di dunia manusia?" Tanya Ryouta.
"Entahlah," Jawab Xavier. "Tapi aku yakin masih banyak buku yang telah terjatuh di sana, aku ingin manusia yang ku pindahkan raganya menolong ku." Lanjut Xavier membuat Axel tersenyum tipis.
"Dari mana kau belajar seperti itu Xavier?" Tanya Axel mengejek.
"Tentu saja dari kau," Jawab Xavier acuh.
"Jadi kau akan turun ke bumi lagi untuk mencari Memory book yang lain?" Tanya Ryouta.
"Ya begitulah, tolong gantikan tugasku." Ucap Xavier.
"Tidak bisa, aku mempunyai tugas membuat manusia-manusia itu tersesat." Jawab Axel.
"Kalau aku punya tugas melindungi manusia-manusia itu dari Axel," Jawab Ryouta sedikit bercanda.
"Oi! Akan ku bunuh kau lain kali!" Ucap Axel.
"Coba saja jika kau bisa, bahkan mengejarku saat main kejar-kejaran kau selalu kalah." Ucap Ryouta mengejek.
"Malaikat sialan," Gerutu Axel.
"Kalau menggerutu jangan keras-keras! Kedengaran tau, dasar iblis." Ucap Ryouta kemudian terkekeh pelan.
"Kalau begitu aku akan turun ke bumi sekarang," Ucap Xavier yang sedari tadi menyimak.
"Bagaimana dengan tugasmu?" Tanya Ryouta.
"Aku akan tetap melaksanakan tugas selagi aku mencari buku-buku itu." Jawab Xavier.
Setelah percakapan itu, Xavier langsung mengambil sabit miliknya dan turun ke bumi.
Di bumi saat ini masih dini hari, sekitar jam satu malam. Vero yang kahausan keluar dari kamarnya menuju kulkas.
"Halo!" Ucap Xavier tiba-tiba membuat Vero yang masih mengantuk kaget.
"Dewa kematian!" Teriak Vero karena kaget.
Xavier hanya bisa tersenyum canggung menatap Vero yang masih kaget.
"Gue masih mimpi ya? Gue belum bangun?" Tanya Vero terhadap diri sendiri.
"Kau sudah terbangun kok," Ucap Xavier.
"Masa sih? Lo kan dewa kematian yang kemaren nyulik gue, masa iya bukan mimpi?" Ucap Vero.
"Coba saja kau cubit pipi mu," Ucap Xavier.
"Sakit," Gumam Vero setelah mencubit pipinya sendiri.
"Nah berarti bukan mimpi." Ucap Xavier.
"Jadi dewa kematian beneran ada?" Tanya Vero dengan tampang bodohnya.
"Memang ada sejak dulu!" Jawab Xavier.
"Gue kira dewa kematian nggak ada, yang ada malaikat pencabut nyawa." Ucap Vero.
"Duduk dulu yok, nggak sopan kalo berdiri gini." Ucap Vero.
"Kau manusia tidak curiga denganku? Tiba-tiba masuk ke rumah mu seperti ini." Ucap Xavier.
"Mau curiga juga gimana, gue juga pernah ketemu lo." Ucap Vero menyindir.
"Maaf, saat itu aku buru-buru mengambil Memory book." Ucap Xavier.
"Hmmm, ya ya ya. Yodah duduk sini anjir Jan berdiri mulu, nggak enak gue ngeliatnya." Ucap Vero acuh.
Xavier mendudukan dirinya ke sofa panjang milik Vero, ia tepat di samping kiri Vero.
"Jadi apa maksud tujuan lo ke sini?" Tanya Vero.
"Mencari Memory book," Jawab Xavier.
"Hmm gitu ya, berarti buku kemaren itu bukan satu-satunya?" Tanya Vero.
"Bukan, setiap manusia memiliki buku tersebut. Buku itu biasanya di ciptakan setelah manusia lahir, dalam buku itu berisi yang namanya takdir. Takdir manusia seperti apa, kau tidak akan bisa melawan nya karena itu sudah tertulis di buku itu." Jelas Xavier.
"Seharusnya takdirmu adalah mati saat kecelakaan itu, kebetulan aku juga menyimpan bukumu." Ucap Xavier.
"Tapi yang menabrakmu adalah Alvero, tubuh yang kau tempati sekarang. Ia mencoba bunuh diri berkali kali, mungkin karena tekanan batin nya? Ia tidak bisa mati karena takdirnya bukan seperti itu. Aku juga bertugas menulis takdir." Lanjutnya.
"Kalo lo nulis takdir, berarti lo kejam banget sama Vero yang asli." Ucap Vero.
"Itulah takdir," Jawab Xavier acuh.
"Tapi gue juga harus makasih sama lo sih, secara nggak langsung lo juga nyelamatin gue dari yang namanya kematian." Ucap Vero.
"Ya, kau benar. Maka dari itu aku mau minta bantuan," Ucap Xavier.
"Bantuan apa?" Tanya Vero.
"Tolong izinkan aku tinggal di sini, selagi aku mencari buku-buku itu. Aku tidak bisa kembali begitu saja ke dunia ku," Ucap Xavier.
"Gue sih oke-oke aja," Ucap Vero.
"Tapi sebelum itu, lo punya nama kan? Nggak mungkin kalo gue manggil lo 'dewa kematian' terus-terusan." Ucap Vero.
"Ah, aku punya nama kok. Nama ku Xavier." Jawab Xavier.
"Coba buka tudung lo, kek maling njir lo kalo gitu." Ucap Vero lalu Xavier pun membuka tudungnya, Vero sedikit terkejut dengan muka Xavier.
"Umur lo berapa?" Tanya Vero.
"Hmm aku agak lupa sih, mungkin sekitar sepuluh abad, mungkin juga lebih." Jawab Xavier.
"Seriusan? Muka lo masih kayak bocil SMP njir." Ucap Vero mengejek.
"Aku serius, omong-omong SMP itu apa?" Tanya Xavier.
"Sekolah, lo tau itu kan?" Jawab Vero singkat, membuat Xavier mengangguk. "Bukan nya lo nulis takdir manusia? Harusnya lo tau yang begituan dong." Ucap Vero.
Xavier menggeleng, "aku hanya bertugas menulis apa yang Tuhan sampaikan padaku melalui pikiranku," Jawab Xavier.
"Seriusan lo nggak tau? Gimana kalo lo sekolah sama gue? Tapi lo harus bisa ngerjain beberapa soal dulu, gue bakal ngasih soal kenaikan kelas. Kalo jawaban nya bener semua lo naik kelas, gue bakal mulai dari soal bocah SD. Tapi besok aja ya, gue udah ngantuk. Lo tidur di kamar sebelah aja!" Ucap Vero.
"Ah, iya terimakasih. Kau manusia yang baik," Ucap Xavier.
"Gue emang baik dari dulu, cuma nggak keliatan aja. Karena gue tidak sombong," Ucap Vero mulai membanggakan dirinya sendiri.
"Kalo gitu gue masuk kamar dulu ya! Lo di kamar sebelah! Nanti pagi gue sekolah! Lo jangan kemana-mana!" Ucap Vero.
.
.
..
.
.
.Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Girl to Boy
FantasyRiska, gadis sebatang kara yang seharusnya meninggal saat pulang dari restoran tempat dia bekerja paruh waktu harus menerima kenyataan bahwa dirinya mengalami "transmigrasi" ke sebuah 'novel' lebih tepatnya buku aneh yang dia pinjam dari perpustakaa...