I

849 77 9
                                    

Taiga mengendarai motornya santai dengan pikiran yang kalut, ia ingin cepat menyingkirkan beban pikirannya agar bisa cepat kembali ke rumah. Ia muak namun tetap menghawatirkan Raia disaat bersamaan, terlebih ia meninggalkan adiknya itu dalam kondisi yang tampaknya tidak baik-baik saja.

Taiga sudah terlalu sering menyaksikan Raia sakit, tapi ia belum pernah melihat Raia sepucat dan selemah tadi. Bahkan saat operasi yang dijalaninya 6 tahun yang lalupun Raia tampak baik-baik saja di mata Taiga, entah kenapa sosok Raia pagi ini membuatnya cemas. Emosi semacam ini sangat Taiga benci.

Taiga menepis prasangkanya jauh-jauh, ia meyakinkan diri sendiri bahwa perasaan hawatir yang dialaminya kini adalah hal remeh dan... yaah mungkin ada sedikit rasa bersalah tapi hal itu juga bukan masalah. Taigalah yang paling mengerti alasan Raia sakit kemarin, ialah yang tahu Raia itu alergi bulu hewan dan tidak kuat udara dingin, Raia juga tidak tahan dengan aroma darah. Malam itu, Taiga juga lah yang membiarkan bangkai kucing peliharaan yang entah milik siapa, tergeletak di balkon kamar Raia. Sejujurnya Taiga sengaja meletakkannya, hal semacam ini sudah biasa ia lakukan, setidaknya selama 6 tahun terakhir.

Taiga mulai memacu motornya agar segera sampai. Meski sudah terlambat untuk menyaksikan matahari terbit, ia masih bisa menikmati deru ombak dan hamparan pasir putih yang berkilauan ditimpa mentari pagi. Taiga sudah memutuskan tujuan yang akan menjadi tempatnya sembunyi hari ini.

🍉🍉🍉

Sudah 4 jam berlalu sejak Taiga berkeliling tanpa arah dan tujuan, selanjutnya ia sampai di pantai Ngandong saat menjelang siang. meski tidak membawa uang remaja itu tidak perlu hawatir soal bahan bakar, sudah menjadi kebiasaan Taiga untuk selalu memastikan tangki bahan bakarnya dalam kondisi full, karna jika sedang  berada diantara 2 pribadi seperti ini,  ia akan bepergian jauh tanpa tujuan pasti dengan motornya.

Atau memilih tinggal untuk melampiaskan emosinya pada Raia. Tidak jarang Raia harus menghabiskan hari-hari yang panjang di kamar rumah sakit, yang tanpa diketahui siapapun adalah akibat ulah Taiga. Meski Taiga sebenarnya enggan memilih opsi kedua.

🍉🍉🍉

Taiga baru sampai di rumah saat petang, ia tidak langsung ke kamar melainkan bergegas ke dapur. Seharian ini Taiga belum makan, ia juga tidak sengaja meninggalkan dompet beserta hp di rumah. Wajahnya sedikit gosong kemerahan dan jika diperhatikan, rautnya kini tampak kembali melembut.

"Eh den Taiga, Aden udah ketemu sama nyonya belum? Tadi semua pada nyariin, hp Aden juga nggak bisa dihubungi, nyonya hawatir banget" Taiga segera bertemu dengan  bi Suci yang sedang memasak, art yang sudah mengabdi lebih dari 10 tahun di kediaman Buamana itu dengan sigap menyiapkan makan untuk tuan mudanya.

"Hpku ketinggalan di kamar bi, papah sama mamah ke mana? Rumah kok sepi" Taiga menerima piring berisi nasi yang di siapkan bi Suci, di depannya juga tersaji beberapa lauk pauk yang memicu tawuran cacing peliharaan Taiga.

"Loh Aden belum tau? Semua pada di rumah sakit, den Raia-" Belum sempat bi Suci menyelesaikan kalimatnya, Taiga segera berdiri dan membuat kursi yang didudukinya itu hampir terjengkang, Taiga menyambar kunci motor yang ia letakkan di meja sesaat yang lalu. Ia bahkan belum sempat menyentuh nasi yang sebelumnya sudah tersaji, Taiga sudah melupakan rasa laparnya. Remaja itu kemudian mengendarai motor secara membabi buta, ia tahu persis harus ke mana.















Nanti lagi yaaa🤗

TERRARIUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang