Taiga sudah tidur saat Hana meninggalkan kamarnya, sayangnya ia kembali terbangun saat notifikasi singkat masuk di smartphone miliknya. Taiga buru-buru meraih benda gepeng itu, hawatir jika pesan yang masuk manyangkut adiknya. Wajar saja, beberapa saat yang lalu ia mendengar Raia sakit.
Taiga sudah membuka pesannya, tapi ia justru membeku
Bunda💎
Taiga
(03:50)Gimana kondisi Raia? kok kamu nggak bilang bunda kalo adik kamu sakit?! lagian ini pasti kamu lalai lagi kan jagain dia?!
(03:51)Kalo perlu malam ini kamu nggak usah tidur aja, nanti kalo Raia butuh apa-apa kan susah dia harus bangunin kamu dulu
(03:52)
Taiga meremas selimutnya geram, Gemuruh yang berkumpul di dasar kesadaran kini memuncak, memaksa imajinasi liar menguasai pikiran dan tindakan Taiga. Taiga adalah putra kandung Pavetta, sudah hampir seminggu ia diisolasi sendirian karena sakit, bahkan ketika pesan itu masukpun ia masih demam. Namun sang bunda justru menghawatirkan orang lain, alih-alih menanyakan kabarnya terlebih dahulu walau hanya sekedar basa-basi, Pavetta malah menyalahkan dirinya atas kesalahan yang tidak Taiga lakukan.
Nampaknya, bundanya itu memang tidak perduli padanya sedikitpun. Entah kenapa Taiga merasa sangat tidak berharga dan mati rasa. Yang ia tahu, saat ini ia perlu melepaskan cemburunya, melampiaskan amarahnya. Taiga hanya perlu melakukannya seperti biasa.
🍉🍉🍉
Sudah beberapa hari sejak Taiga menyembunyikan perasaannya sambil memupuk amarah, hingga suatu malam, ia akhirnya mendapat kesempatan untuk melancarkan aksinya.
"Meow... Meow"
"CK! Berisik!"
"Meoow... Meooow..." Hewan lucu berbulu halus itu terus mengeong sambil sesekali mencakar jendela, seolah sedang minta dibukakan pintu.
"Tunggu?!" Taiga hanya sendirian saat itu, hingga tidak siapapun yang melihat ia menyeringai tidak semanis biasanya.
Ah! Kebetulan sekali