W

403 48 6
                                    

Raia masih tidur saat Taiga datang, ia segera mengambil tempat duduk di sisi Raia ketika Theo bilang tadi sang adik mencarinya. Taiga membelai punggung tangan Raia, ia memperhatikan banyak bintik kecil yg mulai menghitam. Tidak peduli sudah berapa lama bekas tusukan-tusukan jarum itu tertinggal di sana, bekasnya tidak kunjung menghilang.

Tampaknya Raia terganggu dengan gerakan Taiga, ia terbangun tapi hanya diam menatap abangnya. Raia tidak bergerak atau bahkan tidak mengatakan apapun, ia asyik menatapi Taiga sambil membalas genggamannya erat.

"Dek"

"Hmm?"

"Ini kok awet banget ya"

Raia membalas tatapan Taiga dengan senyum, belum banyak yang bisa ia katakan, bernapas satu-satu pun sudah membuatnya kewalahan.

"Pasti sakit ya?"

Raia hanya menggeleng, ia membiarkan Taiga membolak-balikkan tangannya untuk mencoba menemukan lagi bekas luka lama sambil sesekali mengelus jika menemukannya seolah ingin menghilangkan rasa sakit yang membekas di sana. Entah jika rasa sakit itu memang milik Raia atau sebenarnya adalah milik Taiga.

"Dek"

"Hm?"

"Tadi bunda ke sini nggak?"

Raia lagi-lagi menggeleng, sebenarnya ia tidak tahu apakah Pavetta sempat di sana atau tidak. Seingatnya ia hanya terus tertidur dan baru terbangun saat ia merasakan kehadiran Taiga.

"Beh... Lumh"

"Tadi bunda ke rumah, abang ngobrol bentar"

Raia tersenyum, ia seperti baru saja mendengar kabar jika ia sudah diperbolehkan pulang. Binar coklat mata Taiga barusan berhasil menyuntikan banyak energi dalam jiwa Raia.

"Ah... ku"

Raia menjeda kalimatnya, ia menarik napas panjang beberapa kali lalu kembali melanjutkan bicara.

"Senengh dengernya hhh"

Kerutan di dahinya semakin dalam, Taiga hanya mengerti satu hal.

"Iya dek, makasih... Udah kamu istirahat dulu aja, abang tau kamu lagi sesek banget... Nanti Abang ceritain lagi ya"

Raia mengangguk. Ia tidak bisa bohong, saat ini ia benar-benar sedang kesulitan. Bahkan menjaga pandangannya tetap fokus saja ia kesulitan, Raia berkali-kali memejamkan mata berharap penglihatnya bisa menjadi sedikit lebih tajam namun percuma.

Memahami kondisi adiknya, Taiga segera naik dan mengambil posisi di samping Raia, ia menarik kepala Raia agar dapat bersandar di dada bidangnya, ia menarik tubuh Raia kedalam pelukan yang tidak terlalu erat lalu melingkarkan tangan pada tubuh rapuh itu agar menjaganya tidak meluruh. Taiga merasa ia akan sangat merindukan Raia.



🍉🍉🍉












Udah dulu ya geys.... Abang minta maaf banget baru up sekarang, terkhusus untuk kalian yang menunggu... Maaf banget dan makasih banget🙏 semangka, Taiga, dan kalian adalah support system terbesar aku🍉

TERRARIUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang