Jurnal 02 - Udang Gurun Bakar

41 6 30
                                    


[ .... ]

[Selamat datang di Jurnal Digital ZXC-0064, Kapten Drake.]

[Masukkan kode dan nama: ...]

[][][][][][] - Ducky,
Memperbarui Data

[Pembaruan data, diterima]
[Masukkan nama tempat: ...]
Direland, + [][] KM dari Koloni AX0931

[Masukkan tempat menyimpan: ...]
Jurnal 02

[Tempat menyimpan baru, diterima]

[Mulai menulis]

Sungguh melelahkan. Baru hari pertama pekerjaan mengikuti orang-orang AYX, bahkan masih beberapa jam perjalanan, sudah harus berhadapan langsung dengan udang gurun versi jumbo. Terakhir kali aku melakukan itu dahulu sekali, waktu masih dinas.

Ah, bukan. Tahun-tahun awalku di Direland sepertinya sempat beberapa kali harus mengalahkan monster itu. Tunggu, itu udang atau kepiting? Tak begitu ingat—yang pasti, saat itu mereka tidak lebih panjang dari papan selancarku.

Rasanya makin lama makin besar dan makin tebal saja cangkang mereka, bahkan dengan shotgun-ku tak tertembus. Untung area dekat mata dan sambungan antar buku-buku di tubuh, ekor, dan tungkainya masih cukup lunak. Area abdomen bawah juga, walau aku tak yakin ada yang cukup nekad untuk mendekat dan menyerang ke situ, kecuali mungkin gadis galak bernama Ven—dia bahkan dua kali melakukannya!

Papan selancarku bisa tak terbelah jadi dua saja sudah untung—mengingat pintu tebal kendaraan pelintas Direland milik AYX saja masih bisa penyok, kena terjangan monster itu. Agak sulit mengakuinya, tapi tanpa dua yang lain, aku tak yakin udang gurun jumbo itu bisa kukalahkan.

Setidaknya persediaan makanan kita aman. Malam ini kita makan udang gurun bakar sampai kenyang!

Tadinya dendeng kadal untuk camilan nyaris kukeluarkan juga karena mood-ku sedang sangat bagus, tetapi si bocah Tampan merusak suasana dengan bertanya-tanya soal hal yang tak penting.

Apakah si Gadis Galak itu marah padanya atau tidak, tanyanya.

Mana kutahu?!

Kalau bisa membaca pikiran, aku tidak akan kerepotan. Apalagi, konon isi hati perempuan tak ada seorang pun yang tahu, termasuk perempuan itu sendiri. Jadi, kukatakan saja untuk bertanya langsung pada yang bersangkutan.

Yang luar biasa, dia betul-betul pergi ke tempat Gadis Galak itu dan bertanya langsung!

Wow!

Kalau aku yang melakukan itu, tendangan atau tamparanlah yang bakal kuterima. Minimal bentakan atau omelan panjang. Sedangkan kalau bocah Jei itu, dia hanya perlu memasang tampang sedikit memelas, perempuan manapun pasti luluh.

Benar saja, waktu kutinggal mengolah dan mengikat sisa daging udang gurun untuk digantung menjadi calon dendeng, mereka sudah kembali mengobrol dengan akrab. Mengesalkan

[Menyimpan tulisan sementara]
[Lanjutkan menulis]

Kendaraan berhenti lagi ketika mencapai puing-puing bangunan peradaban lama. Kali ini untuk camping. Sepertinya tempat ini dipilih karena tembok puing cukup kuat untuk jadi pelindung, ada sisa bagian yang bisa menjadi atap, dan—yang terpenting, ada sumber air untuk mengisi ulang persediaan.

Alirannya tak banyak, memang. Hanya seperti pipis—bukan rasa atau penampilannya, ya! Hanya kucurannya sedikit sekali sampai terlihat seperti air mancur mungil dari patung balita bersayap yang pernah kulihat di kolam hias rumah salah satu pejabat Liberté.

KABURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang