Jurnal 04 - Kapten Gagal

37 8 30
                                    


[ .... ]

[Selamat datang di Jurnal Digital ZXC-0064, Kapten Drake.]
[Masukkan kode dan nama: ...]

[][][][][][] - Ducky,
Memperbarui Data

[Pembaruan data, diterima]
[Masukkan nama tempat: ...]

Direland, + [][] KM dari Koloni AX0931
[][] KM dari Koloni tujuan, Rogue

[Data tempat tujuan baru, diterima]
[Masukkan satuan hitung mundur hingga tujuan: ... ]

Hitung mundur satuan jam

[Hitungan mundur dimulai]
[Masukkan tempat menyimpan: ...]

Jurnal 04 - 18 jam dari Koloni Rogue

[Tempat menyimpan baru, diterima]
[Mulai menulis]

Korban terakhir baru saja selesai dikubur. Mereka menggunakan barang pribadi sebagai ganti nisan. Milik gadis galak itu yang di paling kiri, hanya menggunakan batu yang diukir dengan namanya, karena si bocah Jei tak mau berpisah dengan pisau Ven. Membawa banyak kenangan, katanya.

Secarik kain ungu yang waktu itu tersangkut di gigi cacing berkepala bunga, juga dililitkan ke batu. Berkibar karena tiupan angin gurun. Dingin, membuatku menggigil dan menyadari bahwa sekujur tubuhku terasa sakit di mana-mana.

Selain memar-memar sepertinya rusuk yang retak mencapai dua batang. Membuat nyeri setiap kali menarik atau menghembuskan napas, tetapi asal tak banyak bergerak dan makan cukup, bisa pulih kembali dalam beberapa minggu.

Satu helaan napas panjang kembali lolos, padahal aku tahu betul bagaimana efeknya pada sakit di rusuk. Demi segala puing-puing peradaban masa lalu, kenapa terasa begini berat. Padahal hanya kematian orang yang bukan siapa-siapa.

Kecelakaan biasa terjadi di Direland, ada ribuan kejadian serupa lain setiap harinya. Nyawa orang juga sangat murah, baik di Direland maupun di Liberté. Tak peduli seterlatih apapun seseorang, semulia apapun tujuan hidupnya, bila nasib berkata lain, maka dia tak akan selamat.

Aku sendiri yang paham betul tentang hal itu. Buktinya aku masih hidup, di sini, bernapas. Sementara tidak demikan halnya dengan rekan-rekan unit dan para ilmuwan yang bersusah payah mengerahkan kemampuan dan kepandaian mereka, terlepas dari beratnya tugas yang harus dilakukan.

Seharusnya aku sudah terbiasa, tetapi mengapa tetap terasa ada yang mengganjal. Sesak, tetapi bukan hanya karena luka di badan. Sepertinya aku gagal menjaga ekspresi wajah, karena seorang kru AYX segera menghampiri dan menawarkan obat pereda sakit. Padahal rekan mereka juga ada yang luka-luka akibat kendaraan yang diguling-gulingkan seperti truk pengaduk semen oleh monster tadi.

Pemimpin konvoi memutuskan untuk memaksa melanjutkan perjalanan setelah rehat sejenak untuk orang-orang yang bertugas menggali dan menutup makam. Mereka khawatir akan adanya serangan susulan dari monster-monster gurun lain yang mungkin tertarik aroma bangkai cacing kepala bunga.

Tidak masalah karena sebagian besar barang sudah dibereskan. Tinggal menggulung kembali tenda-tenda saja. Untuk menjaga stamina, mereka memutuskan hanya mengemudi bergantian serta menambah toilet break.

Mendengar itu para kru AYX yang lain segera kembali ke ruang kemudi, setelah seorang dari mereka menjejalkan satu strip pil pereda sakit ke tanganku. Sikap ramahnya mungkin karena sempat melihat tato di lenganku ketika membantu membalut perban.

Sepertinya aku harus membantu mengepak tenda supaya mereka bisa istirahat lebih lama.

[Menyimpan tulisan sementara]

KABURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang