RP Log 07 - Luluh Lantak

23 5 5
                                    

=======================
LIBERTĖ́ - THE SHOWDOWN
=======================

Seluruh pemeran telah berkumpul di panggung utama. Roda takdir berputar lagi untuk menentukan nasib para lakonnya. Tujuan sudah tercapai, tapi apakah benar-benar sudah saatnya menarik napas lega?

Saat kalian sedang berjuang, tiba-tiba terdengar ledakan beruntun di mulai dari lantai paling bawah dan menjalar ke atas. Ledakan di titik strategis itu membuat pondasi dari gedung laboratorium utama bergetar dan mulai runtuh.

Hitungan mundur dimulai. Bisakah kalian keluar dengan selamat?

=======================
======

Dalam gelap dan kesadaran yang samar-samar kembali, Ducky mendengar suara keributan. Mereka membicarakan sesuatu yang sepertinya cukup gawat, karena Suster Tilia sampai berteriak seperti itu.

"Suster Tilia?!"

Ducky mengangkat kepala. Namun sepertinya agak terlalu cepat, karena kepalanya berdenyut hebat hingga berkunang-kunang. Kalau seseorang tidak menopangnya dia sudah merosot lagi ke lantai.

Masih terbawa mual dan pening, Ducky memfokuskan penglihatan pada orang baik yang membantunya. Perlahan pandangan yang sebelumnya buram menjadi jelas.

Dia mengerjap. Wajah ganteng dalam jarak kurang dari 15 cm, memenuhi penglihatannya. Seketika itu juga rasa mualnya naik drastis dan dia muntahkan semua. Membuat Raz yang sedang menopangnya panik, harus menghindari cipratan.

Melihat pasiennya tiba-tiba muntah langsung menaikkan kewaspadaan Tilia.

"Dudukkan dia, pelan-pelan! Jangan sampai kepalanya terguncang. Topang lehernya!"

Kemudian dia kembali berlutut, meraih dagu pasien yang terlihat kepayahan setelah mengeluarkan isi perutnya, supaya pandangan mereka bertemu.

"Hei, Tuan Bebek," panggilnya lembut tetapi tetap tegas. "Apa kau tahu namamu siapa?" dia mulai bertanya untuk memastikan tingkat kesadaran dan keawasan pasien.

Dia hanya muntah sekali, tetapi dua orang di sekitarnya langsung bersikap terlalu khawatir. Seolah-olah berhadapan dengan pasien gawat, anak kecil, atau manula saja. Ducky tertawa kecil.

"Tentu saja aku tahu namaku sendiri," jawabnya masih terkekeh geli sembari menyambut tangan lembut yang masih menyentuh pipinya."Aku Peregrine Drake, bukankah sudah pernah kukatakan padamu, Suster?"

Bisa melihat orang yang disayangi, berbicara dan menyentuhnya membuat Ducky serasa berada di awang-awang. Mengabaikan nyeri di rusuk dan denyut di kepala.

Dia bahkan nyaris melupakan keberadaan Raz yang masih menopang tubuhnya supaya tetap bisa duduk dengan tegak.

"Kau tahu sekarang ada di mana?"

Pertanyaan berikutnya itu membuat Ducky mengedarkan pandangan. Sebuah kamar, apartemen yang lengkap dengan kamar mandi dalam dan kulkas, tetapi tak ada gas tersambung di kompornya.

Dia mengernyit, mencoba mengingat-ingat.

Satu ledakan kembali menggelar di bawah mereka, membuat guncangan lebih hebat dari sebelumnya.

Kewarasannya seketika ditarik paksa.

"Bomnya!!!" Dia berseru sembari bangkit.

"Kita harus cepat keluar dari sini!"

Lalu dia melepaskan diri dari Raz dan genggamannya pada tangan Suster Tilia, untuk meraih senapan yang sempat terlepas, tergantung di tali yang menyangkut di bahu.

KABURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang