Part 1

1.1K 74 2
                                    

.

.

.

1.. 2.. 3.. start..

Bunyi ketukan stik drum Kim Jisoo memulai latihan kita pada hari itu. Dengan tempo sedang, aku memberi petikan gitarku. Sambil memandang ke arah jari-jemariku sendiri. Fokus dan penuh konsentrasi. Itu adalah caraku untuk mengurangi kesalahan yang sia-sia. Ketika betotan bass Lalisa masuk, aku mulai mengganti efek pada gitarku. Kita mengulang bagian intro beberapa kali, baru lah kemudian suara vocal merdu dan beratnya mengiringi.

Aku memejamkan mata untuk mendengarkan suara favoritku itu, ia berdiri membelakangiku sambil membaca lirik yang sudah kubuat, di tangan kanannya. Memegangi stand mic sambil menghentakkan kaki kiri nya.

Aku tersenyum seketika mendengarnya selesai dengan bagian intro. Suara nya adalah hal yang paling aku sukai.

"Perfect.."

Kemudian aku meletakkan gitar tercintaku pada tempatnya. Aku mengambil minum dan melemparkannya kepada sang vokalis.

"Thank's Rosie.."

Ia duduk di sebelahku dan mulai meminum air mineral itu.

"Apa nadanya terlalu tinggi untukmu??" tanyaku tanpa menatapnya.

"Hmm, tidak juga.. masih bisa kutangani."

Ia selalu seperti itu, ada atau tidak ada masalah, ia tidak pernah mengatakannya. Dirinya pikir aku tidak tahu apa-apa.

"Lisa,, kita turunkan satu nadanya setelah ini.." ucapku kepada Lisa yang sedang duduk berdua dengan Jisoo.

"Got it.."

"Hei aku bilang kan tadi-"

"Jennie,, aku bisa mendengarmu kewalahan tadi , itu juga belum masuk reff.. jangan membantah ku, okey.."

"Yeah fine.."

Aku menatapnya dengan tajam, ia membalas menatapku juga. Jennie Kim terlihat sangat ingin protes terhadap keputusanku, tapi ia tidak bisa melakukannya. Entah kenapa, Jennie sangat jarang mengobrol apa lagi denganku.

"Let's start again guys.."

-

-

-

Usai sudah sesi latihan pertama mereka untuk persiapan album ke tiga. Lisa dan Jisoo berjalan keluar studio terlebih dahulu.

"Good job Jennie," kata Rose sambil menepuk punggung Jennie yang sedang memperbaiki tali sepatunya. Jennie hanya tersenyum kecil tanpa Rose bisa melihatnya.

"Thank's,,"

Rose lalu berjalan ke arah pintu keluar, sambil menenteng tas punggung besar. Rose memang sangat perfectionist. Mereka tidak akan mengakhiri latihan mereka sebelum permainannya sempurna. Itu juga alasan mengapa mereka bisa se-tenar sekarang. Rose dan lagu-lagu ciptaannya, serta kesempurnaannya. Tanpa Rose, siapa yang akan membuatkan mereka lagu ya kan. Larena itulah Jennie sangat menghormati Rose, walau Rose satu tahun lebih muda darinya. Ia bahkan tidak bisa membantah Rose sekalipun ia ingin melakukannya.

Jennie pun menyusul Rose setelah selesai dengan sepatunya.

Aku selalu mengaguminya, Rose selalu nampak sempurna, bahkan hanya dengan celana jeans dan kaos polos berwarna hitam. Aku ingin sekali menjadi seperti dirinya.

2 tahun terakhir aku hanya bisa membahas masalah musik dengannya. Padahal aku ingin mendengar ceritanya, maksudku cerita kehidupan pribadinya.

bolehkah?? rose??

Song For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang