Part 4

422 41 2
                                    


...

ROSE POV

Jennie sudah melakukan rekaman dengan baik untuk lagu pertama. Kini aku sedang memperhatikan. Ia berada di dalam dan aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Matanya sangat tajam dan aku menyadari bahwa tatapan itu memang sangat kuat. Anehnya, saat aku mencoba beradu tatapan dengannya, anak itu malah sibuk dengan hal lain. Jennie sesekali melihat ke arahku, aku tersenyum saat mata kita bertemu dan dia mulai mengalihkan pandangannya pada yang lain. Ada yang aneh dengan Jennie.

"Oke, done girls…” kata Om Teddy memastikan bahwa suara Jennie telah sempurna dan menyudahi acara rekaman hari itu pukul 5 sore.

Jennie keluar dan menyusul ku. Ia memakai topinya kembali dan melangkah keluar bersamaku. Sedari tadi Jennie terus menempel padaku dan tidak membiarkanku pergi darinya. Aku pikir dia akan lupa ketika sampai di studio, ternyata tidak. Lisa saja sampai tidak diajak ngobrol olehnya.

“Hei, mau jalan tidak?” tanya Jennie sambil merengkuh pinggangku.
“Jalan ke mana??”
“Cari makan, aku ingin shabu-shabu..”
Mendengarnya berkata shabu-shabu, aku menjadi kelaparan tiba-tiba.
“Oke,,”

Aku pun segera memberitahu Mino untuk tidak menjemput kami. Lisa dan Jisoo sudah kembali ke dorm setelah bagian mereka selesai pukul 3 sore tadi.

Aku dan Jennie memesan taxi dan menuju restoran tempat biasa Jennie makan. Aku memakai jaket hoodie hitam dan dia hanya kaos hitam dengan topi dan celana pendek. Aku tidak bisa bohong kalau Jennie tampak sangat sexy dan swag.

Kita duduk di pojok dan menunggu mereka menyiapkan makanan. Jennie melepas topinya dan ditaruh di atas meja. Ia duduk di depanku dan aku bisa melihat dengan jelas wajah manisnya itu. Yes aku bilang dia manis sejujurnya kalau dia sedang tidak mengamuk. Jennie itu sangat sexy dan digilai banyak wanita. Memang benar, fangirlnya lebih banyak, mungkin karena ia selalu nampak cool dan dingin jika di atas panggung, padahal aslinya sangat tidak cool. Berbeda denganku, fanboy ku kurasa lebih banyak. Aku sebenarnya tidak terlalu suka digilai banyak pria. Pria itu sedikit menakutkan untukku. Hanya ada satu pria yang akrab denganku yaitu siapa lagi kalau bukan Mino.

“Tadi suaramu keren sekali,,” kataku memecah keheningan. Jennie pun berpaling dari ponselnya ke arahku. Ia tersenyum menyeringai, nah aku tidak suka seringainya. Wajahnya terlihat menyebalkan.

“Setiap selesai perform, kau selalu memujiku, tapi terima kasih juga untukmu..”

“Untuk ku??”

“Iya, karena kau mau menuruti keinginanku hari ini..” jelasnya.
Aku sebenarnya bukan hanya menuruti keinginannya saja, tapi entah mengapa aku susah menghindar darinya.

“Yeah, aku kan bukan orang yang suka mengingkari janji..”
Jennie lagi-lagi memandangku dengan sedikit serius. Oh no, dia blushing. Blushing tetapi sambil mempertahankan wajah dinginnya. Aku pun memukul tangannya yang berada di atas meja.

“Jangan tahan ekspresimu itu, jelas sekali pipimu merah seperti tomat..” Ejek ku, ia pun mengambil ponsel dan mengecek wajahnya dilayar. Akhirnya ia tertawa sendiri.

Tiba-tiba ponsel Jennie berbunyi, ia melihat layarnya dan mendengus kesal.

“Sebentar ya,,”
Aku mengangguk dan Jennie beranjak dari tempat duduk, berdiri membelakangiku.

“Ada apa Ayah??”

Ternyata itu ayah Jennie. Jennie pernah bercerita kalau ayahnya tinggal sendiri setelah bercerai dengan ibunya. Dan itu membuatku teringat akan mimpi buruk yang Jennie alami. Selebihnya aku belum tahu.

“APA??!! Tapi kan aku baru mengirimnya minggu lalu Ayah dan itu tidak sedikit..!!” 

“Aghh maaf ya Ayah, tapi aku harus bekerja,, sampai jumpa..!!”

Song For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang