--
"Engga. Jangan." Jeno memeluk tubuh Winter erat setelah mendengar kalimatnya. Jeno gamau Winter jadi korban cuma karena nolongin Karina. "Jangan lu, tapi ibu Kim. Biar dia yang tanggung jawab." Lanjut Jeno yang mengeratkan pelukannya dengan suara bergetar.
Winter tersenyum tipis sambil mengusap-usap pelan punggung Jeno. "Coba kamu pikir, apa ibu Kim bakal bertanggung jawab sama apa yang udah dia perbuat? Jen, aku dikasih kemampuan ini sama Tuhan buat nolong orang lain sama halnya kayak aku nolong kamu dulu. Jadi aku gabisa diem aja ngeliat Karina menderita kayak gini." Suara Winter sangat lembut menenangkan suasana.
"Engga. Gua gamau kehilangan lu, Win!" nada suara Jeno sedikit naik satu oktaf karena khawatir dan kesal melihat sifat keras kepalanya Winter.
"Kamu percaya sama aku kan, Jen? Aku mau bantu Karina, aku mau bantu sahabat kamu." Tatapan mata Winter sangat hangat dan dalam pada Jeno.
Gatau, Jeno tetep gasetuju kalo Winter mau nolong Karina. Pasalnya kemungkinan yang Winter sebutkan itu sangat berbahaya. Bergantung sama nyawa semua. "Win, jangan.. gua gamau lu kenapa-napa, semalem aja lu masuk rumah sakit, Win."
"Ada apa ribut-ribut di rumah saya?"
Suara itu membuat mereka menoleh dengan raut wajah terkejut. Ibu Kim melangkah masuk kedalam kamar Karina dengan pakaian serba hitamnya. "Oh kalian rupanya." Senyum singgung ibu Kim terbentuk menatap Winter.
"I-ibu kok disini? Bukannya ibu di tangkap polisi??" Giselle melongo.
Kekehan pelan ibu Kim keluarkan. "Ditangkap bukan berarti di penjara kan? lagian polisi itu langsung pergi setelah saya kasih uang satu koper. Bodoh, jaman sekarang kalian masih percaya sama hukum?" kaki ibu Kim melangkah mendekati Karina yang lari ke pojok kamar. Raut wajah Karina nampak takut menatap ibu Kim.
"Mama mau ngapain?" Kali ini suara Karina yang asli. Tubuh Karina gemetar takut menatap ibu Kim di hadapannya.
Ibu Kim meraih ikat pinggang yang ada di atas kasur Karina kemudian mengikat kedua tangannya. "Kamu harus ikut ritual sama mama malem ini, jangan kabur." kalimat ibu Kim membuat mereka semua melotot kaget.
"Ma, Karina cape, Karina gamau. Winter, Jeno, tolong-------AAARGGHH!!" kalimat Karina terpotong berubah menjadi gerangan seram seperti seorang iblis. Mata Karina berubah menjadi sepenuhnya hitam setelah keningnya di pegang oleh ibu Kim.
"Kalian lebih baik pergi darisini. Karina udah terlanjur menyatu dengan para iblis." Ibu Kim menatap Winter tajam kemudian kembali pada Karina. "Anak ini bakal meninggal dalam kurun waktu tiga hari, dan kekayaan tujuh turunan akan datang pada saya."
"Gakan ada habisnya buat nyembah setan." Sahut Winter berani sambil melangkah maju. "Setan cuma nyesatin hidup ibu. Saya udah bilang buat berenti, tapi kenapa ibu masih tega ngelakuin ini??" mata Winter sayup tapi pupilnya mulai menyala terang sesaat.
Ibu Kim mundur dua langkah. "Sesat tapi lejat. Saya suka itu, sekarang uang saya gakan ada habisnya, saya bisa ngebangun sekolah baru setelah ini."
"Ngebangun sekolah baru? emangnya sekolah Kwangnya kenapa?"
"Dasar bocah ingusan! Sekolah Kwangya akan menghadapi sesuatu yang besar setelah ritual malam ini saya mulai. Satu persatu dari mereka akan meninggal dalam hitungan menit." Ibu Kim tertawa menang kemudian menyebarkan sesuatu ke sekeliling Karina.
BRUKH!
Dari arah belakang tiba-tiba Haechan menubruk tubuh ibu Kim hingga tersungkur ke lantai. "Cepet lepasin Karina!!" Katanya kepada Winter yang sempat bengong sesaat kemudian mengajak teman-temannya melepaskan Karina.
KAMU SEDANG MEMBACA
(✓)The Cursed
Horror❝Bisa melihat apa yang seharusnya tidak di lihat, bisa mendengar apa yang seharusnya tidak di dengar, dan bisa melakukan apa yang tidak bisa di lakukan oleh orang normal. Itu semua, adalah definisi dari seorang gadis bernama Winter yang lahir tepat...