--"Kalo masih sakit mending istirahatin aja, itung-itung lu temenin Giselle disini." Usul Ningning seraya memakai rompi seragamnya di depan lemari kaca. Iris matanya sesekali melirik Giselle yang masih tertidur pulas di atas kasur. Demam gadis itu tak kunjung mereda, tiap tengah malam juga Ningning selalu terbangun karena ocehan ngigau dari Giselle yang berkata;'Gua gak mau ikut lu! jangan paksa gua!'
gitu.
Winter berdeham samar untuk menertalkan suaranya sebelum bicara, "Kaki saya gapapa, ini cuma luka biasa. Lagian saya baru masuk seminggu, gamungkin saya absen." Perlahan kaki Winter menapak pada lantai, sejujurnya memang ada rasa nyeri dan sulit untuk bergerak bebas. Tapi mau gimana? Winter gamau bikin teman-temannya semakin paranoid.
Jari lentik Winter meraih sikat gigi dan juga handuk yang tergantung di paku kecil sebelah pintu, "Saya mandi dulu." Ketika Winter membuka pintu kamarnya...
"BA!!"
Buset! Gak di tusuk pake sikat gigi juga bagus tuh si Jeno. Sekarang si pelaku lagi cengengesan di depan gadis yang darahnya mulai mendidih. "Kamu gila!? Ngapain disini pagi-pagi?" nada suara Winter naik satu oktaf.
Jeno geleng, dia ngangkat kantung plastik kresek di tangan kanannya. "Gua bawain obat oles buat kaki lu, sekalian ngasih sarapan buat Karina." katanya, kemudian memaksa tubuh Winter kembali masuk kedalam kamar.
"Gua udah bilang, nanti gua yang samperin lu." Karina baru aja bangun sekarang dia melangkah ke arah Jeno. "Jen, gua kok kurang enak badan ya?" lanjutnya mengeluh sedikit terbatuk.
"Loh? Lu sakit juga, Kar? Mau gua beliin obat? Gausah masuk aja hari ini." Kelihatan di mata Winter, kalau Jeno memang memiliki kekhawatiran tersendiri pada Karina. Masih mau ngelak sambil bilang cuma sahabat?
Dasar buaya, batinnya.
Winter menghela nafas samar, "Kaki saya gapapa, nanti juga sembuh sendiri." Winter hendak melangkah keluar tapi lagi-lagi langkahnya terhenti tepat di ambang pintu kamar.
Kali ini bukan manusia yang mengejutkannya, tapi sebuah gumpalan asap berwarna hitam pekat yang perlahan berubah menjadi siluet seorang wanita. Tubuh Winter mematung, matanya tak kunjung berkedip menatap makhluk itu.
'Selamat pagi gadis manis, saya hanya ingin mengambil teman kamu.'
Mengambil temannya? Winter terdiam kemudian noleh kebelakang. Mereka tampak biasa saja seolah-olah tak melihat apapun. Apa ini cuma halusinasi Winter saja? Beberapa detik setelah itu mata Winter menangkap Giselle yang tubuhnya kini mulai menggigil.
"Giselle." Winter lari menghampiri gadis itu dengan raut wajah khawatir. Engga, jangan! Winter mohon jangan ambil Giselle.
Melihat Winter panik membuat seisi kamar ikut panik. Jeno, Ningning, dan Karina berlari menghampiri kasur Giselle. Terlihat bulir-bulir keringat keluar membasahi kening anak itu, bibirnya semakin memucat, disertai kulit mendingin seperti mayat.
"Sel! Woy! Lu kenapa?! Bangun!" Ningning menggoyahkan tubuh temannya itu yang semakin tak terkendali. Kasur Giselle saja sampai ikut bergetar akibat gigilannya.
Jeno menatap Winter, "Win, ada apa?" suaranya sedikit berbisik.
Winter menggeleng kemudian melirik ke arah pintu kamar yang terbuka, makhluk itu masih ada disana dan Jeno bisa melihat itu. "Itu apaan, Win? gumpalan kentut?"
Oh ayolah Lee Jeno, masa di situasi begini aja masih bisa becanda. Winter berdecak kemudian...
"AARRRH!" tubuh Giselle terangkat begitu saja dengan mata mendelik ke atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
(✓)The Cursed
Terror❝Bisa melihat apa yang seharusnya tidak di lihat, bisa mendengar apa yang seharusnya tidak di dengar, dan bisa melakukan apa yang tidak bisa di lakukan oleh orang normal. Itu semua, adalah definisi dari seorang gadis bernama Winter yang lahir tepat...