--
"Permisi!! Pak Juna!!" Yeri menggoyahkan gombok yang mengunci gerbang besar rumah Karina. Gila, mereka ganyangka banget kalo rumah Karina sebesar ini. Kalopun di suruh tinggal dirumah seperti itu, mereka bakal nolak sih. Ngeri banget, kalo ada rampok terus di bunuh juga gakan ketauan sama tetangga.
Tak lama, ada seorang pria berseragam satpam serba hitam yang datang dan membukakan gemboknya. "Halo pak, wasapp!"
"Saya gapunya wasap, adanya esemes." Pak Juna nyahut dengan polosnya membuat mereka tertawa kompak.
"Bisa aja si bapak. Oh iya, Karina nya ada di dalem gak? Ini temen-temennya mau pada ketemu." Alibi Yeri sedikit canggung namun terus berusaha senatural mungkin.
Pak Juna mengerutkan dahinya sekilas menatap para remaja yang berdiri dengan wajah polos di belakang Yeri. "Ada di kamarnya, tapi Non Karina lagi sakit parah, dia gamau makan dan terus-terusan ngamuk di dalem. Gatau kenapa sih saya juga, saya di kasih tau sama bi Riri aja."
"Bapak serius?" Jaemin ikut nimbrung dengan raut wajah tak percaya.
"Bener, den. Setiap malam saya juga sering di panggil kedalam buat bantuin bi Riri ngiket non Karina di dalam kamar. Soalnya gaberenti ngamuk sambil ter----"
"AAAAAKKKKKKKKKKKKKKKKKKKHHHH"
BRAKH!
Ucapan pak Juna dipotong dengan teriakan Karina yang terdengar sangat jelas sampai keluar gerbang, ditambah lagi ada suara barang jatuh. "Kalo gitu kita masuk ya pak." Yeri langsung mengajak ketujuh temannya itu masuk kedalam rumah Karina.
Berantakan.
Satu kata yang langsung timbul di dalam benak mereka. Suasana di dalam ruangan itu benar-benar berantakan, kotor, kumuh, dan berbau tak sedap.
Haechan menutup hidungnya. "Bau bacotnya si Renjun."
"Dih, bau kentut lu ini mah." Renjun tak mau kalah.
"Bi Riri." Yeri memanggil seorang wanita paruh baya yang baru saja keluar dari salah satu kamar. Wajah bi Riri terlihat lusuh dan lemas. "Bibi kenapa?" Yeri melangkah maju menghampirinya.
Bi Riri menggeleng. "Non, bantuin bibi. Non Karina gaberenti ngamuk di dalam kamar, udah berhari-hari dia gamakan, badannya sampe kurus, terus pada hitam-hitam gitu non." Gabisa bohong kalo bi Riri sangat amat khawatir dengan kondisi Karina.
"Bi, Kita boleh liat keadaan Karina?" Jeno buka suara yang langsung di beri anggukan singkat oleh bi Riri.
Mereka pun melangkah perlahan menuju satu kamar yang terkunci.
Kleck!
Ketika pintu terbuka, mereka benar-benar terkejut melihat Karina yang sudah berantakan. Tubuh gadis itu benar-benar kurus dan kulitnya di penuhi dengan urat berwarna hitam. Karina menoleh ke arah segerombol remaja yang ada di ambang pintu kamarnya. Tatapan Karina tajam terutama pada Winter.
"Dia kerasukan tiga iblis dan tujuh Jin." Ucap Winter tiba-tiba kemudian melangkah dua kali lebih maju. Iris mata Winter menajam menatap Karina. "Kalaupun jin nya bisa dikeluarkan, nyawanya gakan bisa di kembalikan." Lanjut Winter sambil menoleh sekilas ke arah teman-temannya.
Bi Riri mulai menangis mendengar ucapan Winter.
"Kalian ngapain datang kesini?! Kalian udah ngebuat anak ini gila! Dasar remaja bangsat!" Suara Karina saja sudah jauh berbeda. Suaranya sangat berat dan dalam. Jari tangan Karina sepenuhnya berdarah karena seluruh kukunya di cabuti. Kalau untuk badannya, ya super kurus, ada beberapa luka lebam dan urat berwarna hitam.
Winter menghela nafasnya berat. "Ibunya yang udah bikin dia gila."
Karina merangkak ke arah Winter dengan seringaian lebar di bibirnya. "Kamu kim Winter ya? Gadis indigo yang hebat itu? Halo saya mamba, iblis yang sudah bertahun-tahun ada di keluarga ini." Karina memegang bahu Winter sambil tersenyum.
Mata Karina tak kunjung kedip menatap Winter intens.
"Kamu menarik, kamu mau ikut Karina gak? Ayo, biar dia gak sendirian. Soalnya dia bilang takut terus." Karina berucap lagi, kali ini seperti anak kecil yang merengek pada Winter.
Jeno hendak menarik Winter, tapi di tahan sama Jaemin. "Kali ini biarin Winter ngatasin sendiri." bisiknya.
Winter hanya memejamkan matanya sesaat untuk meneropong sesuatu. "Udah cukup, pergi dari badan anak ini. Rasuki saja ibunya yang ada di penjara. Anak ini gasalah. Anak ini gatau kalau dirinya di tanamkan satu makhluk jahat sama ibunya." Mereka kembali terkejut mendengar pernyataan Winter.
"Maksud lu?" Yeri menautkan kedua alisnya.
"Selama ini Karina gasadar dan gak tau kalo ibu Kim nyembah iblis. Tubuhnya terus di manfaatkan sama ibu Kim sebagai perantara balas dendam. Karina gak salah, Karina gatau apa-apa soal ini. Ibu Kim penyebab semuanya, dia nanam satu iblis kedalam tubuh Karina pas hari insiden Giselle. Kita salah sasaran." Winter menatap teman-temannya itu sendu.
Lemes banget mereka. Kenapa ada seorang ibu yang tega sama anaknya?
"Astaga yatuhan. Non Karina dulu sering banget ke gereja, dia juga suka baksos ke banyak panti asuhan bareng teman-temannya. Tapi setelah beranjak dewasa dia jadi gasuka sama hal keagamaan atau kemanusiaan.Dia bahkan ngebakar semua benda suci yang ada di rumah ini." bi Riri kembali buka suara.
Jeno gabisa berkata-kata lagi. Serius. Ada rasa bersalah juga udah ngomelin Karina.
Bi Riri menyeka air matanya. "Saya sering denger ibu Kim baca mantra gajelas di dalam kamarnya setiap malam. Saya juga sering liat ibu Kim kelilingin rumah sambil bawa lilin dan pake baju item."
Winter berdecak samar. "Pergi dari tubuh anak ini, jangan bawa dia, dia gasalah." Kedua tangan Winter memegang bahu Karina dengan tatapan dalam.
Kepala Karina menggeleng pelan sambil tersenyum lebar. "Gabisa, anak ini sudah sepenuhnya untuk saya, dia udah di berikan untuk saya. Saya juga nyaman ada di tubuh ini, kalaupun kamu minta saya pergi, saya bakal bawa anak ini."
"Win, gabisa di keluarin paksa aja??" Ningning bertanya.
Winter menggeleng. "Kamu gak denger? kalo saya keluarin paksa juga gak menjamin Karina bakal selamat atau engga. Mereka udah jadi satu di dalam tubuh ini."
Giselle nangis nyamperin Karina dan memeluknya erat. "Kar, jangan pergi, lu harus sembuh." Katanya, tapi cuma di bales ketawa pelan sama Karina yang tubuhnya 100% dibawah kendali iblis.
"Kar, sadar. Ayo kita ngobrol lagi di asrama, kita belajar bareng, kita becanda bareng, kita jajan batagor lagi di kantin, ayo, Kar. Lu gak kangen sama kita? Lu ga kasian sama kita?? Lawan iblisnya, Kar... lu pasti bisaaa." Giselle bertubi-tubi memohon sambil menatap wajah gadis itu yang sudah berubah menjadi lebih kurus.
Winter menggigit bibir bawahnya sesaat menahan sedih. Ya walaupun dia jarang akur sama Karina, tetep aja Karina itu temannya. "Win, bener-bener gabisa bantuin Karina? kasian dia." Ningning memegang tangan Winter sambil menangis.
"Bisa, tapi kemungkinannya ada tiga. Hanya dia yang meninggal, hanya saya yang meninggal, atau kami berdua yang bakal meninggal."
DEG!
KAMU SEDANG MEMBACA
(✓)The Cursed
Horor❝Bisa melihat apa yang seharusnya tidak di lihat, bisa mendengar apa yang seharusnya tidak di dengar, dan bisa melakukan apa yang tidak bisa di lakukan oleh orang normal. Itu semua, adalah definisi dari seorang gadis bernama Winter yang lahir tepat...