04. Sahabat Kecil

425 34 5
                                    

Disini Renjun berakhir, halaman belakang sekolah yang katanya angker. Renjun tidak tahu apa yang membuat mereka menyematkan kata angker di sini. Baginya tempat ini terlalu nyaman dan indah untuk di sebut angker.

Pemuda jangkung yang berdiri di sebelah Renjun menyuruh untuk duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana. Angin berhembus, menghempaskan anak rambut dua anak adam yang saling melempar pandangan.

Kemudian tangan pemuda itu menarik Renjun mendekat. Mencoba meneliti lebih jauh apakah sosok di hadapannya itu ada yang terluka atau tidak.

"Gue gak papa, Gilang."

"Tapi tangan lo luka." Tunjuk Guanlin pada salah satu jari Renjun yang terkoyak dan mengeluarkan darah.

"Dikit doang. Kuat gue mah.." Renjun tersenyum. Mencoba meyakinkan pemuda di hadapannya bahwa dirinya baik-baik saja.

Guanlin mengangguk. "Itu bakalan perih kalo mandi."

Karbondioksida Renjun hembuskan. Jengah memandangi sosok Guanlin yang tingginya sungguh sialan itu sebab Renjun sendiri harus mendongak untuk menatap pemuda titisan tiang itu. Renjun dan Guanlin memang sudah bersahabatan sedari kecil. Dan sikap protektif Guanlin tak pernah berubah sedari dulu, bahkan melebihi sang kakak yang jelas-jelas keluarganya.

"Tau. Udah, ah! Cuman luka dikit doang ini." Balas Renjun kesal. Terkadang dirinya merasa tidak nyaman dengan sikap Guanlin yang satu ini.

Walaupun dirinya sudah terbiasa bersama sikap Guanlin yang over namun tak menutup kemungkinan untuk dirinya merasa tak nyaman kan? Terlebih kini dirinya sudah beranjak remaja. Jadi dia tidak perlu perlindungan dari orang lain. Renjun yakin kok bisa menjaga dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Iya, kan?

"Lo pernah denger pribahasa 'sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit?'"

Memilih tak menjawab, Renjun memeluk Guanlin dari samping. Sudah lama Renjun tak memeluk lelaki yang satu tahun lebih tua darinya itu. Kegiatan menjelang ujian sekolah lah yang membuat keduanya jadi jarang berinteraksi. Lagipula siapa juga sih yang nggak tau sama pribahasa itu?

"Gue cuman gak mau lo terluka."

"Iya, maafin gue."

Guanlin mengusapi rambut Renjun lembut. Netranya menerawang ke angkasa. Menikmati arak-arakan awan yang bergumul indah diatas cakrawala sana.

"Lo ganti warna rambut?"

Tanpa menoleh Guanlin bertanya. Renjun mendongak hanya untuk membuatnya menyesal. "Lo tinggi banget deh, Lang."

Itu jelas pernyataan yang Renjun lontarkan. Guanlin menoleh membuat hidung mereka saling bersentuhan. Renjun yang terkejut mencoba menjauhkan wajahnya. Namun pergerakannya tak secepat Guanlin mencengkeram pinggangnya.

"Gi-gilang.."

"Can i kiss you, 'lil boy?"

---

Jeno memandang datar dua laki-laki yang kini berada di hadapannya. Bibirnya mencebik kesal, melihat wajah Sungchan dan Jaemin yang cemberut membuat perutnya dilanda mual.

"Jovan~ ya ya ya??? Unggg"

Tangan besar itu Jeno kibas-kibaskan tepat di wajah Jaemin yang terlihat sangat menjijikan.

Sungchan tak mau menyerah juga. Dirinya sudah gelonjotan di sebelah tangan Jeno sambil menggoyang-goyangkan tangan sang empu pelan. Mukanya memelas, persis seorang anak kecil yang meminta mainan baru tapi tidak diizinkan.

"Iya, Jovan... please..."

"Apaan sih, kalian??!"

Cukup.

FATED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang