"Okay, kau pantau saja terus anak itu."
Bertepatan dengan ditutupnya sambungan telepon, seorang pemuda jangkung memasuki ruangannya. Pemuda itu tampak gagah dengan tuxedo hitam yang dikenakannya. Juga rambut yang sudah tertata rapih menambah ketampanan pemuda tersebut.
"Ada apa?" Wanita itu menghampiri sosok pemuda yang menyandang tittle anaknya. Mengusap pipi anaknya yang semakin hari semakin menirus.
"Sampai kapan?"
Wanita itu tampak mengerinyitkan dahinya bingung. Tangannya ia lipat di depan dada. Netranya sibuk memandangi wajah anaknya, tak ada perubahan spesifik, datar.
"Apa yang kau maksud anak muda?"
"Sampai kapan ibu berlaku seperti ini? Semuanya sudah hancur, bu."
Kekehan terdengar menginfasi ruangan kedap suara itu. Tangan sang wanita memegang bahu anaknya. Membersihkan beberapa butir debu yang dengan sialannya menempel pada bahu putra tunggalnya itu.
"Cukup diam dan perhatikan, sweety." Bisik wanita itu pelan lalu berjalan melewati anaknya acuh.
"Apa yang akan ibu dapatkan dari sesuatu yang telah hancur?"
Pergerakan tangan untuk membuka pintu terhenti. Tanpa menoleh, wanita itu menjawab.
"Kesenangan. Maybe?"
---
Jeno tak tahu apa yang harus dirinya lakukan sekarang. Malam semakin larut, namun matanya masih enggan menutup. Dirinya mendesah pelan lalu dengan gerakan rusuh sibuk mencari ponselnya yang terletak di atas kepala.
Matanya tampak bergerak ragu. Berbarengan dengan itu pintu terbuka, menampilkan sosok perempuan cantik yang membawa nampan minuman.
Jeno yang terkejut buru-buru menyembunyikan tubuhnya di dalam selimut. Bisa dirinya dengar suara tawa mengalun pelan bergerak mendekat ke arahnya.
"Hayoohh.. ngapain tuh sembunyi-sembunyi.." tuding perempuan itu.
Bisa Jeno rasakan kasurnya bergerak. Benar saja saat dirinya menyibakan selimut, sosok perempuan itu sedang terduduk di sisi kasur sambil tersenyum.
"Nih, minum susu biar cepet tidurnya." Perempuan itu mengangsurkan segelas susu pada Jeno.
Dengan gerak kaku Jeno menerimanya.
"Makasih kak Wendy. Maaf ngerepotin." Ujar Jeno sedikit sangsi pada sosok perempuan yang menyandang gelar 'pacar abangnya' itu.
Wendy mengangguk, mengelus surai legam Jeno pelan. "Kamu memang ngerepotin. Dan kakak udah terbiasa."
Jeno mengulum bibirnya ke dalam. Dirinya tersenyum canggung karena sering kali merepotkan Wendy. Sementara perempuan dihadapannya tampak biasa saja, seolah kehadiran Jeno dengan tampang mengenaskan sudah menjadi asupan sehari-harinya.
Wendy menatap lamat wajah Jeno yang sedikit pucat. Dirinya cukup terkejut saat Jeno yang datang ke rumahnya malam-malam sambil menangis sesegukan. Saat ditanya apa yang terjadi, Jeno malah terus bergumam tidak jelas. 'Gue gak nyakitin dia! Gue nggak pernah nyakitin dia!' Meski samar Wendy masih mampu mendengar kalimat Jeno.
Ketika menyadari Jeno mulai tak merasa nyaman rambutnya ia usak Wendy melepaskan tangannya lalu menepuk pelan pipi Jeno.
"Yaudah, kakak pergi dulu yah jangan lupa abisin susunya."
Selepas kepergian Wendy, Jeno mengambil ponsel yang berada di sela-sela kakinya. Sembari mulutnya menyesap susu hangat yang di berikan Wendy tangannya bergerak acak. Mencari nomor yang baru-baru ini menghubunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATED
Fanfiction『NoRen』 "Karena ini takdir." -Jeno Dom! -Renjun Sub! warn! BXB, Incest, Missgendering, kata kasar, Mature content (Mature di sini bukan karena banyak adegan tak senonohnya. Disini banyak terdapat kata-kata kasar menjurus ke vulgar.) ©. edsvfe