07. Masalah

261 28 13
                                    

Jeno keluar dari ruang OSIS dengan nafas yang terengah-engah. Ia memukul kepalanya pelan sambil menggerutu tidak jelas. Begitu sampai di depan pintu, derap langkah seseorang dengan senyum menjengkelkan mengejutkannya.

"Gimana? Berhasil, gak?" Bibir Jeno mencebik mendengar pertanyaan itu.

Pemuda yang tadi bertanya menarik pelan tangan Jeno. Mengajak makhluk yang kini terlihat sangat menggemaskan itu untuk pergi meninggalakan ruang OSIS.

"Gimana, Jovan gimana??"

Menghela nafas pelan, Jeno menatap datar sosok lelaki di hadapannya yang menatap dirinya dengan mata berbinar. Tolong, beri alasan agar Jeno tak membuang sosok di hadapannya itu ke laut.

"Gue hampir aja kelepasan anjir.." adu Jeno menatap Haechan yang tumben sekali hari ini menjadi pendiam.

Selanjutnya terdengar suara tawa Jaemin yang menggelegar. Karena itu pula semua siswa yang memang berada di koridor itu menatap mereka heran.

"Udah lah gak penting itumah. Sekarang mana hp gue?"

Tolong ingatkan Jeno agar tidak menyambit kepala Jaemin detik ini juga. Padahal tadi itu bisa menjadi fatal kalau saja dirinya tak buru-buru sadar.

Jaemin dan Sungchan menitikkan air mata ketika tangannya menggenggam benda persegi panjang yang sudah dua hari di tahan lalu berpelukan layaknya teletubbies. Haechan menatap datar Jaemin. Bisa-bisanya dia suka pada manusia aneh seperti Jaemin.

Memang kemarin Jaemin dan Sungchan melakukan taruhan untuk mendapatkan ponsel mereka kembali. Dan memprovokasi Jeno adalah pilihan terbaik. Karena memang Jeno anaknya gampang di kelabuhin. Tapi bukan itu sih alasan Jeno nerima tawaran Jaemin.

"Enak gak mobil sama apartemennya?" Jaemin bertanya di sela-sela langkah mereka.

Jeno mengidikkan bahu, "nyaman aja. Yang penting gue punya kendaran sama tempat tinggal."

Menepuk bahu Jeno pelan, Sungchan memberikan seringaian tipis. "Ya, lo goblok sih! Cipokan di ruang keluarga. Udah pasti lah lo langsung di usir dari rumah."

"Lagian gue di tuduh yang nggak-nggak mulu sama bokap gue. Giliran beneran di lakuin gue malah di usir. Tolol banget tuh orang tua!!" Hardik Jeno kesal.

Dirinya mendengkus saat ingatan sang ayah yang menamparnya keras lalu menyeretnya keluar bersliweran di kepala. Untung saja dia masih memiliki kakak yang dengan baik hati memberikan tumpangan padanya tanpa banyak bertanya.

Ngomong-ngomong, hari ini free sampai jam istirahat. Dari kabar yang Jeno dengar sih katanya guru-guru sedang rapat. Entah apa yang mereka rapatkan sampai selama itu. Hah.. Kalau Jeno tahu ini lebih awal, dia lebih memilih tidak masuk sekolah daripada seperti ini.

Jaemin berseru begitu dirinya sudah sampai di depan ruang kepala sekolah. Jaemin tadi bilang ada urusan sebentar.

"Gue duluan."

Ketiganya mengangguk. Sebelum benar-benar masuk Jaemin memanggil Jeno yang belum jauh.

"Makasih, bro!" Yang di balas anggukan oleh sang empu.

Jaemin tidak sejahat itu kok untuk tidak berucap terima kasih. Menjadikan Jeno tumbalnya saja sudah sangat jahat. Apalagi kalau mengingat resiko yang bisa saja Jeno dapatkan dari aksinya itu. Terlebih orang yang Jeno ekhem cium adalah orang yang paling disegani oleh kepala sekolah.

Haechan masih memandangi punggung tegap Jeno di hadapannya. "Lo tolol, Jovan."

Lelaki jangkung yang baru mendudukkan tubuhnya di kursi itu mengerinyit saat Haechan mengumpatinya. "Lo ngapa dah?"

FATED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang