1. Rapat & Raiden

227 39 25
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Sosok gadis baru saja keluar dari kelasnya. Ia melewati koridor bersama teman sekampusnya. Langkahnya tiba-tiba terhenti setelah mendapati keberadaan Ketua Divisi Humas UKM Jurnalistik. Rena buru-buru beranjak pergi, sebelum Raiden memanggilnya dengan kencang.

"Lia, gue cabut duluan yah. Kalau lo udah nentuin jadwal buat tugas project yang tadi, chat gue aja." Lia mengangguk dan mengerti mengapa temannya pergi sekencang mungkin untuk menghindari Raiden.

Rena mengatur napasnya sehabis melewati dua tangga darurat. Percayalah Raiden orang yang jeli, dia selalu meneliti di setiap koridor atau gedung, perpustakaan, kedai kampus, dan lift. Shit! Kalau bukan untuk menghindar dari Raiden, cowok yang tak ada adab sama sekali setiap hari menemui dirinya.

Rena baru saja menghirup lantai dua di gedung tiga kampusnya. "Huft, aman, Ren. Lo bisa napas dengan tenang di sini." Ia tak merasa bahwa Raiden sudah lebih dulu sampai di lantai itu untuk mengecek batang hidung Rena.

"Santai aja. Saya cuma mau mastiin kamu baik-baik aja," ujar Raiden sembari memberikan sebotol air kepada Rena.

"Ah monyet. Kenapa harus ada di sini juga, sih?!" umpat Rena.

Raiden terkekeh. "Ganteng begini, dibilang monyet. Lain kali jangan begitu, gak baik ngumpat. Mending kamu tahan aja dalem ati, kalau emang benci." Ia mengangkat kedua alisnya dan tersenyum.

"Gak bisa ditahan. Gue udah terlanjur benci ama lo tiap hari. Masa' gak ada sekalipun lo kasi gue napas?! Seminggu lo ngechat gue berkali-kali tentang proposal. Gue kan udah bilang, gue gak bakalan lupa. Gue udah ngerjain sehabis dikasi tugas sama lo. Gue juga udah langsungin rapat tertutup sama anak-anak divisi. Terus lo bilang gue gak becus jadi wakil?! Heh mikir dong, tugas project gue gak selesai-selesai. Stres gue lama-lama!" Rena sengaja menjelaskan dari A sampai Z, supaya Raiden tidak lagi menerornya setiap hari.

"Kerja bagus. Saya suka. Tingkatin lagi, Rena."

Singkat. Padat. Jelas. Rena benci perkataan yang seperti itu, padahal yang ia inginkan permohonan maaf dari Raiden. Ternyata benar, Raiden tidak akan pernah salah. Pasalnya di kamus dia hanya, Ketua selalu benar.

"And then? Begitu doang?"

"Emangnya kamu berharap saya berkata apa? Bagus 'kan, jadi kamu selama ini udah ada proggres."

"Kampret, bukan itu. Gak tau lagi dah, males ngomong sama lo. Gak ada pekanya sama sekali," pekik Rena.

Raiden menggaruk tengkuk kepalanya. Jujur, ia sama sekali tak paham akan perkataan Rena. Jadi dia hanya diam dan tak menggubris ucapan perempuan itu. "Nanti jam 14.30 saya jemput di parkiran atau di kosan kamu? Rapatnya jam 15.00, kalau dandan jangan kelamaan. Siapin dua jam sebelum mau berangkat kalau perlu."

"Iya iya. Di kosan aja. Bentar lagi udah gak ada kelas, jadi langsung pulang."

Raiden mengangguk. "Oke. Jangan sampai saya dibuat nunggu. Kita juga sebagai Ketua & Wakil Ketua harus memberikan contoh kepada Adek tingkat kita." Ia menengok ke jam tangan yang melingkar di tangan kirinya.

Perkara Raiden! [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang