Sayup-sayup angin berhembus kencang sama seperti hati sang pria saat ini. Raiden sama sekali tak bergeming dari tempat duduknya. Kakaknya mencoba mencairkan suasana, tetapi mustahil bagi Raiden tak kepikiran.
"Dek, apa gak bisa senyum bentar? Mbak takut tau, liat mata kamu tajem bener." Dhera frustasi.
Setengah jam lagi mereka akan memasuki area kota Bandung. Tampak dari sudut mata Raiden menggenang air mata. Hatinya benar-benar tidak bisa diajak kompromi. Raiden mencoba menetralisir overthinking setelah memasuki gang rumah neneknya.
"Mbak, ayo turun."
"TANTE!" pekik Raiden langsung memeluk tantenya. Banyak saudara yang bermukiman di sana. Ia sontak menyalami satu-persatu saudaranya.
Dhera yang sudah berumur lebih dewasa dari Raiden tak lupa menghormati dan memberikan sebuah hadiah untuk ponakannya. "Buat adek-adek kesayangannya Tante Dhera nih." Perempuan itu memberikan angpau.
"Raiden, Dhera, sudah dewasa, ya sekarang. Ayo masuk, nenek kalian pasti udah kangen sama cucunya."
Seakan rapuh Raiden masuk ke dalam kamar neneknya. Dari kecil ia selalu dirawat oleh neneknya, betapa dirinya sangat menyayangi wanita tua tersebut. Raiden menggenggam tangan neneknya serta menciumnya.
"Janji sama Raiden, Nek. Kalau Nenek gak bakalan tinggalin Raiden."
Dhera mengelus pundak Raiden dan merangkul adek semata wayangnya. "Kita berdua sayang sama Nenek." Dhera menunduk tak sanggup melihat neneknya berbaring lemah.
"Mbak, Nenek gak bakalan tinggalin Raiden 'kan?"
Dhera menggeleng tak kuat menahan tangis.
***
"Baru pulang?"
Rena menengadah setelah mendengar bariton pria yang mendekat. Harsha memakai tas selempangan hitam dengan senyumannya tertera. Perempuan itu sontak tak sengaja mengingat apa perkataan Harsha dari Raiden.
Gadis itu menghela napasnya. "Iya, Kak. Ngomong-ngomong, Kakak apa kabar? Udah lama gak ketemu." Rena mencoba friendly kepada Harsha.
"Hehe, maaf ya mungkin aku banyak sibuknya. Baik, Ren, gimana kamu?" tanggap Harsha.
"Sama-sama sibuk, Kak. Baik alhamdullilah, mah, kalau aku."
Rena ingin mengetes apakah persahabatan Harsha dan Raiden benar-benar musnah hanya karena mendapatkannya. Rena benar-benar benci kalau itu menyangkut dirinya. Mungkin saat ini waktu yang tepat untuk memberikan kejelasan.
"Kak, pulang bareng, yuk."
"Tumben."
Rena terkekeh, "Sambil mau nanya sesuatu." Harsha menaikkan alisnya, kemudian mengangguk.
"Ayo. Mau nanya apa?"
"Kak Raiden. Dia barusan izin gak dateng ke gladi bersih, Kakak tau kenapa?" Harsha terdiam, sebelum dirinya merasa tidak nyaman dengan keadaan bajunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perkara Raiden! [On Going]
BeletrieRena tak pernah menyangka tak sengaja bertemu dengan Raiden. Kalau saja dirinya tidak mau dibujuk oleh sahabat di kampusnya, ia tidak akan pernah bertemu dan merasakan penyesalan, perkara Raiden seorang. Keduanya pernah menjabat menjadi Ketua & Waki...