Detik langkah sang perempuan menggema ketika pintu kafe terbuka lebar untuk Rena. Pelarian terbaik adalah mengunjungi tempat terbaru dan ternyaman baginya. Rena menyeret bangku yang kosong untuk didudukinya di meja dekat jendela. Netranya kesekian kalinya memandang sendu para pejalan kaki. Ia menghembuskan napasnya, kemudian memanggil pelayan.
"Mas, pesen milo dingin satu sama sosis bakarnya." Rena tersenyum mengembalikan daftar menu kepada sang pelayan.
Tangannya menggenggam erat segelas milo pesanannya yang baru saja datang. Ia mencoba untuk tetap tenang dan mengangkat telepon dari Raiden. Meskipun sebait klausa sudah tak bisa ia pungkiri untuk sebanyak apa kecewa. Tetapi jika dirinya berpikir secara realistis, buat apa ia kecewa padahal dirinya belum ada hubungan yang jelas. Rena menghembuskan napasnya dan memulai telepon bersama Raiden.
"Halo, Kak. Kalau untuk bahas tentang rumor yang ada di Twitter mendingan tutup aja teleponnya, sebelum gue marahin lo." Rena tak ingin lagi mendengar banyak alasan dari mulut pembangkang dari orang yang dia tidak percaya.
"Maaf, Rena. Semua itu berlangsung tanpa sengaja. Aku mengaku salah. Saya brengsek. Kamu berhak untuk membenciku," ucap Raiden gemetar di sebrang sana.
Rena ingin mengeluarkan air matanya tapi tak bisa. Netranya tak kuat membendung tangisan untuk waktu lama. Ia termenung mendengar pernyataan dari Raiden. "Adakah alasan kenapa gue harus membenci lo, Kak?" Padahal jawabannya Rena sudah paham, tetapi ia tetap memancing Raiden.
"Karena kamu kecewa kenapa orang yang kamu cintai bisa melakukan hal seperti itu. Aku tau kalau kamu menahan air matamu untuk keluar sekarang."
Rena berdiri dari tempatnya. Raiden berada di hadapannya saat ini. Pria itu memeluk Rena dan merangkulnya erat. Seribu kata tak bisa Rena ungkapkan lewat bibir, ia menumpahkan semuanya lewat tangisan. "Menangislah dulu, nanti kamu bisa meninggalkanku jika kamu menginginkannya." Raiden mengelus punggung Rena.
Kemudian, Rena melepaskan pelukannya. Seusai itu perempuan tersebut duduk kembali ke tempatnya. Rena mengusap air matanya dengan tisu. Entah mengapa air mata itu jatuh tanpa aba-aba. "Apa aku boleh duduk di sini?" tanya Raiden.
"Silakan, tidak ada yang melarang di sini." Rena mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Untuk apa dateng ke sini? Bukannya kalau KKN itu harusnya ada di desa buat program?" ujar Rena.
"Dan untuk soal orang yang gue cintai, jangan pernah harap gue naruh perasaan ke lo, Kak."
Tutur katanya membohongi hati Rena. Raiden tidak pernah percaya semua perkataan Rena ketika perempuan itu di keadaan emosi. Tangan lelaki tersebut tergerak untuk menyentuh jemari Rena. Raiden menggenggamnya, "Aku sama salsha dan teman lainnya itu lagi ngadain party buat perayaan 5 proker sukses. Aku mabuk berat di sana, bahkan aku aja gak tau berbuat apa pada saat itu."
"Dan ada orang yang ternyata nyebarin info tersebut ke sosial media. Karena orang itu pernah aku hajar di Sunmori Dayfest sekitar 1 tahun lalu," ungkap Raiden. "Mungkin orang itu punya dendam ke aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perkara Raiden! [On Going]
Ficção GeralRena tak pernah menyangka tak sengaja bertemu dengan Raiden. Kalau saja dirinya tidak mau dibujuk oleh sahabat di kampusnya, ia tidak akan pernah bertemu dan merasakan penyesalan, perkara Raiden seorang. Keduanya pernah menjabat menjadi Ketua & Waki...