Sudah habis dua minggu setelah acara evaluasi, lelaki paruh baya itu selalu menyibukkan dirinya dengan kegiatan KKN. Raiden ditempatkan di daerah desa Cijayanti untuk lokasi Kerja Kuliah Nyata. Jarak yang jauh untuk ke Jakarta, sementara letak lokasinya beradi di Bogor. Ia sulit untuk menghubungkan teman-temannya dalam berkomunikasi.
Sementara Rena sedang mempersiapkan peluncuran novel barunya. Jarang sekali Rena dan Raiden berkomunikasi akhir-akhir ini. Banyak yang tidak mengetahui, bahwa Rena lihai dalam menulis. Hanya Raiden dan Adhira yang paham akan hobi Rena. Rena masih menyempatkan menghubungi Raiden walaupun lelaki itu slow respon.
Keberadaan sang perempuan dengan coklat hangat dibaluti nampan berisikan roti-roti khas Belanda. Rena mengedarkan matanya ke arah jalanan tepat di depan kafe yang ia kunjungi. Ia rindu Raiden berada di harinya tanpa jeda. Sudah lama tidak melihat pria itu dari dekat tanpa sekat. Padahal ia janji pada Raiden, bahwa tidak mau selalu merindu kepada lelaki tersebut.
Panggilan suara dari Kak Raiden...
"Haloo, Rena. Apa kabar di sana?"
"Nggak baik. Karena, lo menuhin isi hati dan otak gue."
Raiden terkekeh di sebrang sana. "Hehe, bagus dong. Artinya kamu punya perasaan ke aku."
Rena terdiam memainkan jari kukunya tepi laptop. "Hm, nggak juga," bohongnya.
"Rena, aku mau lanjut dulu ya. Tugasnya numpuk lagi nih. Baru ditinggal sebentar. Miss you, babe."
Panggilan berakhir..
Rena menggeletakkan handphone-nya. Ia menghela napasnya. Perempuan itu melanjutkan kegiatan menulisnya sambil menamatkan. Melodi irama dari musik yang ia putar lewat headset. Perihal Raiden ia menuangkan segala perasaannya lewat kata-kata tanpa banyak orang tahu.
"Mau tambahan pesanan lagi, Mbak?" Salah satu pelayan menawarkan hal yang sama sebanyak dua kali kepada Rena. Mungkin menurutnya, Rena adalah pengunjung paling lama bertahan di kafe tersebut.
Rena tersenyum dan terkekeh. "Eh, nggak ada, Mas. Udah cukup ini aja. Mungkin kalau mau nambah coklat hangat, nanti saya panggil."
Pria paruh baya itu menyambut senyumannya. "Baik, Mbak. Terima kasih. Kalau butuh apa-apa panggil saja."
"Eh, Mas?"
"Iya, kenapa Mbak?"
"Pesen coklat hangatnya satu deh tapi dibawa pulang. Agak cepetan ya, Mas. Soalnya ada kepentingan." Lelaki itu mengernyitkan dahinya. Tiba-tiba pengunjung itu mendadak ada kepentingan. Rena benar-benar tidak bisa ditebak. Pria itu buru-buru pergi dari hadapan Rena untuk menyiapkan pesanan.
Rena berjalan menuju kasir, ia mengambil pesanan coklat hangat yang tak lama. "Semuanya berapa? Saya ada di meja nomer 16."
"Maaf, untuk meja nomer 16 sudah dibayar semua. Termasuk coklat hangat yang barusan Mbak ambil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perkara Raiden! [On Going]
General FictionRena tak pernah menyangka tak sengaja bertemu dengan Raiden. Kalau saja dirinya tidak mau dibujuk oleh sahabat di kampusnya, ia tidak akan pernah bertemu dan merasakan penyesalan, perkara Raiden seorang. Keduanya pernah menjabat menjadi Ketua & Waki...