Sepertiga malam, adalah waktu hening untuk mengaduh segala ingin. Memohon banyak ampunan dan banyak hal dikabulkan. Apalagi sekarang telah memasuki sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Hal apa yang ingin segera dikabulkan?
Ada tiga perkara, yang ingin aku panjatkan dihadapan Allah selain memohon ampunan dari ribuan kesalahan. Mudahkanlah urusanku dalam pekerjaan, pendidikan yang terus bertambah, dan pasangan hidup untuk segera dipertemukan.
Hem, untuk hal ketiga ini aku tidak terlalu menggebu. Biarlah ia mengalir kemana rencana Allah akan berakhir. Tapi, ayah dan bunda akhir-akhir ini selalu mendesakku untuk terus mengayuh doa di setiap jelang sahur dan berbuka.
"Rin, jangan lupa doa untuk dimudahkan jodoh dan dibukakan hati ya."
Pinta ibu disetiap kami mulai berbuka di meja makan. Sedangkan ayah hanya senyum-senyum sembari mengaminkan.
"Dibukakan hati?" Tanyaku pada bunda.
"Iya, semoga Allah membukakan hati untuk kamu. Bunda heran deh, setiap laki-laki yang ingin serius pasti kamu selalu bilang enggak srek. "
"Bunda, lagi pula usiaku masih 25 tahun. Belum juga kepala tiga, kan. Kenapa harus buru-buru menikah. Aku hanya belum siap saja bunda."
"Apanya lagi yang belum siap, Rindang? Pekerjaan sudah ada, pendidikan sudah selesai, dan usia sudah matang. Jika semua kesiapan itu sudah terbentang genapkanlah separuh agamamu nak."
"Jangan lama-lama. Nanti tidak terasa sudah angka 30. Bunda saja menikah dengan ayah di usia 20 tahun." Timpal bunda lagi.
Begitulah rutinitas obrolan kami di meja makan. Nikah, nikah, kapan nikah? Tapi, perasaanku belum terusik sama sekali. Masa bodoh tentang batasan usia menikah. Toh, menikah bukan perkara remeh temeh. Menikah butuh kesiapan. Kesiapan batin tidak selalu terlihat dari kematangan usia, bukan?
Kutengadahkan tangan, tidak terasa mengalirlah bulir air mata ini. Allah dengarkan hatiku mengadu.
"Allah, kuserahkan hidup dan matiku hanya untuk-Mu. Juga pilihkanlah pasangan hidup yang terbaik. Baik agamanya, baik akhlak, dan pekerjaan."
Ini adalah urutan doa yang paling pertama kusenandungkan saat berdoa perihal jodoh.
"Tapi, Allah, mengapa hatiku tidak pernah beranjak dari Nuril? Akankah kami dipertemukan? Jika ia adalah jodohku dekatkan, jika bukan maka gantilah dengan sebaik-baiknya pilihan-Mu ya Allah."
Kalimat terakhir ini, sangat mengiris perasaanku. Bayangkanlah, aku mulai merasakan ketertarikan dengannya sejak duduk di kelas satu SMP. Sedangkan sekarang usiaku menginjak 25 tahun. Sudah 12 tahun menunggu, bukan?
Apakah melelahkan menunggu selama itu? Sedangkan tidak ada tanda-tanda akan didekatkan.
Sebagian orang menganggap bahwa cinta pertama itu tidak ada. Apalagi perasaan itu muncul saat kita menginjak remaja. Maklum, usia remaja belum bisa mengenal arti dari cinta yang sebenarnya. Hanya cinta monyet yang menghiasi usia mereka dalam masa pubertas. Perasaan suka kepada lawan jenis yang menggebu-gebu.
Masih terngiang ucapan Ibu Zidah di kelas dulu. Saat Mutia, teman sekelasku tidak sekolah karena sakit selama seminggu. Ibu Zidah menjenguk Mutia dan mendengar banyak cerita dari Mama Mutia.
"Anak-anak ibu, tahu gak kenapa Mutia bisa sakit dan tidak masuk sekolah selama seminggu?" Tanya Ibu Zidah di depan kelas.
"Hem, enggak tahu bu." Jawab sebagian teman-teman.
Sebagiannya lagi hanya bengong karena tidak tahu harus menjawab apa. Jelaslah, kalau sakit itu karena kondisi tubuhnya tidak kuat untuk beraktivitas. Mengapa Ibu Zidah masih bertanya kenapa Mutia bisa sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Cinta Pertama
RomanceSejak kapan mulai jatuh cinta? Apakah kamu percaya takdir cinta pertama? Lalu, seberapa lama menahan gemuruhnya di dalam dada? Begitulah yang dirasakan Rindang. Saat keluarganya mendesak untuk menikah, ia tidak kunjung membuka hati untuk laki-laki...