9. Memendam Cemburu (POV Ustadz Zidan)

20 3 0
                                    

"Bang." Ucap Rindang saat ia terkejut melihat kedatanganku di toko buku itu.

"Rindang." Aku mencoba tersenyum mendekatinya.

"Siapa Rin?" Tanya Nuril, laki-laki yang dicintai Rindang selama ini.

"Kenalkan namanya Bang Zidan." Rindang berusaha mencairkan suasana dan mengajak Nuril berkenalan denganku.

Aku menjabat tangan Nuril dengan melempar senyum tipis. Siapa yang masih bisa tersenyum melihat perempuan yang ia cintai bersama laki-laki lain? Kelihatan sekali raut muka Rindang tertawa bahagia saling pukul buku dengan Nuril. Sedangkan beberapa kali bertemu denganku Rindang hanya berkata secukupnya saja. Apakah aku boleh cemburu, ya Allah?

Aku tidak lama berada di toko buku itu. Setelah berkenalan dengan Nuril aku pamit undur diri. Karena tidak jauh dari sana aku sedang ditunggu Irsyad. Rencananya aku ingin membeli buku-buku untuk tambahan referensi mengajar di kampus besok. Tapi, seketika moodku menjadi buruk setelah melihat Rindang dan Nuril. Aku batalkan untuk membeli buku, besok saja jika perasaanku sudah mulai membaik aku kembali ke sini.

Buku ketiga yang kutulis adalah kisah penantianku selama ini. Beberapa tahun belakangan ini aku mengagumi Rindang dalam diam yang panjang. Aku belum bisa menemuinya karena studiku belum selesai di Malaysia. Sesekali Ummi meneleponku dan memberi kabar baik tentang Rindang. Dari ummilah aku tahu sosok Rindang. Perempuan lembut, pintar, dan punya pendirian. Bagian dari pendiriannya adalah ia tetap setia menunggu kedatangan Nuril. Cinta pertamanya sejak duduk di bangku SMP. Ia benar-benar terobsesi untuk mendapatkan cinta pertamanya suatu hari nanti.

Ternyata, Rindang telah dipertemukan dengan cinta pertamanya. Bagaimana dengan perasaanku ke depannya? Bukankah aku sedang menanti jawaban Rindang. Aku takut jika selama satu tahun ini banyak pertemuan yang dilakukan Rindang dan Nuril. Sehingga akhirnya semakin jauh aku bisa menggapai Rindang.

Tidak ada yang bisa kulakukan selain mendoakan Rindang di sepertiga malam dan di setiap sujud panjang. Tidaklah menjauh sesuatu yang memang ditakdirkan untuk kita. Walau jalan begitu terjal.

Aku menghembus nafas pelan yang masih terengah-engah menahan gejolak cemburu di dalam dada. Berulang kali aku beristighfar agar bisa menetralkan hatiku. Ini untuk pertama kalinya aku cemburu dengan seorang perempuan.

Bagaimana jalan cerita aku bisa tahu jika Rindang mencintai Nuril? Entahlah, semuanya karena Allah. Saat hatiku mulai tertaut dengan Rindang, Allah seperti membuka pintu lebar-lebar untuk mengenalnya lebih dalam. Meski tidak pernah bertemu apalagi saling kenal.

Suatu hari, Irsyad secara tidak sengaja mendengar percakapanku dengan ummi via telepon. Ummi berharap aku bisa berjodoh dengan Rindang dan menunggu kepulanganku ke Indonesia. Irsyad langsung penasaran dan ingin mendengar cerita ini yang telah lama kusimpan dari Irsyad, sahabat sekaligus teman sekamarku di apartemen.

"Siapa perempuan bernama Rindang itu Dan?" Tanya Irsyad.

"Kamu mendengar pembicaraanku dengan ummi ya?"

"Maaf, tidak sengaja. Tapi, sekarang aku penasaran. Heheh." Ucap Irsyad.

"Rindang, salah seorang guru yang mengajar di yayasan ummi. Ummi mengajakku untuk istikharah dan mau diajak berkenalan dengannya jika sudah pulang ke Indonesia." Terangku.

"Jadi belum saling mengenal? Berani sekali sudah memanjatkan namanya di hadapan Allah." Ujar Irsyad terlihat geli mendengar penuturanku.

"Belum, tapi dengan mendengar cerita ummi sedikit banyaknya aku mengetahui tentang Rindang ini." Aku membela diri.

"Ada potonya? Aku mau lihat dong." Irsyad mendesakku untuk memperlihatkan poto Rindang.

"Ada, Syad. Dulu sekali bunda mengirimkan potonya berdua bersama Rindang." Jawabku.

Dear, Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang